HUMAN INTEREST

Pedagang Otak-otak di Bintan Sabar Hadapi Pandemi, Omzet Andalkan Kunjungan Wisatawan

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pedagang Otak-otak di Bintan Sabar Hadapi Pandemi, Omzet Andalkan Kunjungan Wisatawan. Foto pedagang otak-otak di Bintan, Robiyah di Desa Teluk Bakau, Kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepri.

BINTAN, TRIBUNBINTAN.com - Dampak pandemi Covid-19 berdampak luar biasa bagi perekonomian masyarakat di Indonesia.

Khususnya bagi warga Bintan yang meraup penghasilan dari hasil berjualan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi untuk menyambung hidup.

Termasuk pedagang otak-otak yang berada di pinggir Jalan Bahari Wisata Trikora Desa Teluk Bakau, Kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepri.

Sejumlah pedagang harus bisa bersabar mencari rezeki di masa pandemi Covid-19.

Pembeli yang biasanya ramai di hari biasa dan hari libur, baik dari luar daerah dan luar negeri seperti dari Singapura, Malaysia yang melintas saat hendak ke tempat wisata Trikora, kini berubah drastis.

Mereka hanya mengandalkan sabar saat sepi pembeli.

Pedagang otak-otak di Bintan, Robiyah di Desa Teluk Bakau, Kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepri. (TribunBatam.id/Alfandi Simamora)

Hal ini yang dialami oleh Robiyah. Ibu dua anak berumur 43 tahun ini merupakan salah satu pedagang otak-otak bernama Waklambung berlokasi di tepi jalan Bahari Wisata Trikora Desa Teluk Bakau, Kabupaten Bintan ini.

Di tengah pandemi Covid-19, Robiyah mengaku penghasilan dari dagangan otak-otak yang dijualnya kini menurun drastis.

Saat ini pengunjung dari luar daerah Bintan, Batam khususnya wisatawan luar negeri seperti Singapura, Malaysia dan lainya sudah sepi.

Namun, dirinya tidak putus asa dan tetap bersabar berjualan walaupun penghasilan terkadang tidak sesuai harapan.

"Harus bersabar, jika berusaha pasti ada aja itu jalannya," ucapnya kepada TribunBatam.id.

Robiyah menuturkan, sebelum pandemi Covid-19, biasanya bisa menjual sampai 500 pcs otak-otak per harinya.

Ilustrasi otak-otak (kompas.com)

"Tapi kini ditengah pandemi Covid-19 hanya bisa terjual 50 sampai 100 pcs otak-otak.

Itu pun sudah susah," ujarnya.

Ia pun mengakui, bahwa penjualannya setiap harinya juga terkadang tidak menentu bisa menjual sampai 50-100 pcs per harinya saat ini.

"Jadi gak menentu,melihat pengunjung. Kalau pengunjung arah Trikora ramai bisa lebih dari 100 sampai 200.

Kalau sepi kadang cuma 50 saja terjual di masa pandemi Covid-19 saat ini," sebutnya.

Robiyah bercerita bahwa usaha otak-otak Waklambung yang di kerjakannya ini sudah terhitung 12 tahun di gelutinya.

Bahkan, sebelumnya dirinya pernah berjualan di daerah Kawal. Namun, karena jauh dari tempat tinggalnya yang berada di Desa Teluk Bakau.

OTAK-OTAK - Otak-otak khas Batam ternyata punya 5 khasiat menakjubkan, begini resep mudah membuatnya. FOTO: OTAK-OTAK (IST)

Dirinya bersama sang suami memilih untuk berjualan di dekat tempat tinggalnya.

"Nah dapatlah lokasinya di sini. Sama diberi izin untuk jualan sama pemilik lahan.

Di sinilah kami berjualan hingga saat ini," ucapnya.

Otak-otak yang dijual Robiyah ada dua macam, yakni otak-otak berbahan sotong dan ikan.

Namun yang membuat dagangannya hingga kini dikenal yaitu otak-otak sotong Waklambung.

Sedangkan otak-otak ikan hanya sebagai tambahan saja.

Usaha otak-otak sotong yang di jual olehnya merupakan usaha yang memang satu-satunya memiliki perbedaan dari pedagang otak-otak lainya.

Sebab otak-otak yang dijual olehnya berbahan dari sotong dan bukan dari ikan yang biasa digunakan pedagang otak-otak lainya.

Tapi berjalannya waktu usaha otak-otak sotong yang digelutinya selama ini mulai di ikuti pedagang otak-otak lainnya.

"Jadi ciri khas otak-otak yang kami jual adalah otak-otak sotong Waklambung yang terkenal.

Walaupun memang sudah banyak yang ikut buat otak-otak sotong kayak ibu," tuturnya.

Lanjutnya, untuk bahan pembuatan otak-otak langsung di pesan dari nelayan dan nelayan yang langsung menggilingnya.

Harga kedua bahan ini pun berbeda, seperti sotong biasa membeli bahan sotong dari nelayanan Rp 100 ribu/kg, sedang bahan ikan Rp 85 ribu/kg.

Sementara itu untuk cara pengelolahanya dengan cara dipanggang, ikan dan sotong yang dicincang dan digiling hingga halus lalu di campur dengan bahan lainya dan dibungkus dengan daun kelapa.

"Untuk usaha ini, Alhamdulilah hasilnya cukup lumayan untuk membatu ekonomi keluarga.

Walau kondisi pandemi Covid-19 saat ini pembeli sedikit berkurang.

Rosiana, pedagang lemper dan otak-otak ikan. Ia sudah 5 bulan berjualan di lokasi seberang Taman Bermadah, Kecamatan Siantan, Anambas (TRIBUNBATAM.ID/RAHMA TIKA)

Tapi kita juga terkadang menerima permintaan dari konsumen yang memesan otak-otak dan mengantarkanya," terangnya.

Robiyah memberitahu, dirinya mulai berdagang otak-otak mulai dari pukul 07.00 WIB sampai 17.00 WIB.

"Tapi di hari libur seperti Sabtu dan Minggu biasanya dari pukul 07.00 WIB sampai pukul 06.00 WIB," ungkapnya.

Robiyah memiliki dua orang anak, yakni satu orang kini sudah bekerja dan membantu keluarga.

Sedangkan anak terakhir masih berumur 12 tahun.

"Kalau suami ibu baru bekerja di Puskesmas sebagai honor, dulu kerja serabutan dan beruntung kami ada jualan otak-otak ini.

Setidaknya bisa membantu perekonomian keluarga," sebutnya.

Perlu diketahui, dari informasi yang di dapatkan Tribun masyarakat disini berawal mula menyebut makanan ini sebagai otak-otak karena makanan ini memiliki tekstur dan warna yang mirip dengan organ otak manusia.

Namun walau disebut dengan nama otak-otak, namun makanan ini tidak menggunakan bahan dasar otak sama sekali.

Melainkan menggunakan bahan ikan dan sotong yang menjadi salah satu makanan yang sehat.(TribunBatam.id/Alfandi Simamora)

Baca juga Berita Tribun Batam lainnya di Google

Berita Terkini