BATAM, TRIBUNBATAM.id - Kisah Penjual Oleh-Oleh Cik Puan Banting Setir Jadi Pembuat Masker saat Pandemi Covid.
Dampak Covid 19 tidak hanya pada kesehatan tetapi juga menyasar ke perekonomian para pedagang.
Seperti yang dirasakan pedagang oleh-oleh. Banyak pedagang oleh-oleh menuai kerugian akibat wabah virus Covid-19 ini.
Gerakan di rumah saja dan pembatasan berbagai kegiatan menjadi salah satu penyebab sepinya pembeli yang datang.
Memang, pandemi Covid-19 telah mematikan banyak sektor.
Yang paling terpukul dan babak belur adalah pariwisata.
Sejak Maret 2020, pariwisata benar-benar mati suri. Bisnis oleh-oleh pun ikut terdampak dari lesunya industri pariwisata.
Baca juga: Kisah Muhammad Sahwil dan Warga Perumahan Tiban Makmur Batam Bangun Musholla Baitul Makmur
Baca juga: KISAH Roslina di Tanjungpinang, Lewat Tukang Parkir Sukses Kuliahkan Anak
Para pengusaha oleh-oleh di berbagai daerah di Indonesia merasakan betul dampak pandemi Covid-19. Mereka harus pintar-pintar memutar otak agar bisnisnya bisa terus hidup.
Salah satu pengusaha oleh-oleh yang mampu bertahan adalah UMKM oleh-oleh Lentiq, Zudha Sulviyana.
Ia terpaksa banting setir membuat masker demi memutar modalnya kembali.
"Semasa pandemi itu benar-benar mematikan usaha. Apalagi saya craft membuat boneka-boneka Cik Puan iniloh mbak. Tujuannya untuk wisatawan luar. Kita jual ke Bandara dan Pelabuhan Sekupang.
Sementara akses keluar masuk ditutup dari Batam maupun Singapura. Jadi wisatawan tak ada yang masuk, otomatis tak ada yang kesentuh," ujar Zudha Sulviyana kepada TRIBUNBATAM.id sembari menampilkan beberapa hasil karyanya, Sabtu (27/2/2021).
Pantauan Tribun, berbagai jenis produk yang telah dibuat oleh Zudha Sulviyana seperti gantungan kunci Cik Puan, bros rajutan, dan masih banyak lagi barang-barang lainnya.
Berbagai penghargaan dari pemerintah sudah diterimanya dari hasil kerajinan tangannya itu.
Bahkan produk-produk buatannya juga sering dipakai oleh Pemerintah Provinsi Kepri ataupun instansi lainnya.
Ironisnya, usaha oleh-oleh yang dikembangkannya di Bandara Hang Nadim Batam dan Pelabuhan Sekupang telah ditutup semuanya.
Beberapa karyawannya juga terpaksa diberhentikan, lantaran tak bisa membayar gajinya, dan akhirnya ia beralih ke platform online.
Wanita kelahiran Purworejo, 27 September 1970 ini terpaksa banting setir jadi pembuat masker kain beserta aksesorisnya. Seperti strap masker dan konektor masker dengan berbagai jenis model pilihan.
"Sejak ada bantuan pemerintah, saya alihkan dananya mengikuti kondisinya sekarang. Sekarang kita harus fleksibel saja. Sekarang zamannya harus pakai masker, kenapa saya tak membantu pemerintah buat masker," ujarnya sembari menunjukkan beberapa masker yang sudah selesai di-packing.
Ada masker untuk orang dewasa, anak-anak, organisasi dan instansi. Bahkan menariknya lagi desain masker bisa dibuat sesuai desain pelanggan. Misalnya masker couple ibu dan anak ataupun couple sekeluarga.
Walaupun masker yang dibuat adalah masker non medis, wanita yang doyan menulis ini berusaha membuat masker sedemikian rupa agar tetap bisa menekan angka penyebaran covid-19 di Batam.
Dijual dengan harga yang murah walaupun maskernya bersifat kekinian.
"Alhamdulilah bisa berputar (modalnya)," ujarnya.
Untuk masker anak-anak dijual dari harga Rp 13 ribu hingga Rp 15 ribu. Sementara masker dewasa dijual dengan harga Rp 15 ribu.
Penunjang masker, strap masker dijual dengan harga Rp 15 ribu dan conector masker dijual dengan harga Rp 8 ribuan.
"Bahan masker anak-anak saya buat dari kain katun Jepang. Kain katun Jepang itu kan mahal. Connector masker dari rajutan," katanya.
Beralih membuat masker sejak November 2020 lalu. Ia menyebut, omzet yang sudah terkumpul dari saat itu hingga saat ini sebanyak Rp 8 jutaan.
"Sebelumnya saya pernah batik, tapi lihat keinginan pasarlah," katanya.
Wanita satu anak ini mengaku tak repot menjalani usaha ini. Sembari menjalani profesinya sebagai ibu dan seorang istri, tangan kreatifnya menyempatkan berkreasi.
"Saya mengerjakan masker dan aksesorisnya ini, biasa kerjaan rumah sudah selesai rumah. Sembari anak belajar daring. Kita pakai waktu luang," katanya.
Zudha mengaku tak mahir menjahit. Namun karena kepepet situasi maka ia belajar menjahit, kebetulan di rumahnya ada 1 unit mesin jahit.
Mantan Engineering PT Epson Batam ini berpesan kepada semua UMKM di Batam untuk tidak menyerah, walaupun usaha diterpa pandemi Covid-19.
Ia berharap UMKM mengikuti tren pasar saat ini.
"Kalau kita merenungi terus dan mati gaya, kita harus jeli apa yang dibutuhkan orang sekitar kita. Itu saja yang dikejar," ujar Zudha.
(tribunbatam.id / Roma Uly Sianturi)
Baca juga Berita Tribun Batam lainnya di Google