LINGGA, TRIBUNBATAM.id - Di usianya yang sudah senja, semangat Abdul Hamid Lahu untuk terus bekerja masih tinggi.
Pria yang kini berusia 69 tahun itu, setiap harinya bekerja sebagai tukang becak menggunakan kendaraan motor.
Bukan untuk mengantar orang dengan becaknya. Tapi ia mengumpulkan kardus-kardus bekas yang ia ambil ke toko-toko di wilayah Dabo Singkep, Kabupaten Lingga.
Ya, Hamid bekerja jadi tukang becak pengangkut kardus.
Hamid memiliki fisik berbadan tegap, warna kulit kuning langsat, namun memiliki kondisi kaki yang sudah tidak bisa digunakan lagi untuk berjalan maupun berdiri.
Baca juga: Kisah Pandai Besi di Desa Kawal Bintan Bertahan dengan Cara Tradisional
Baca juga: Kisah Awang Lestarikan Budaya Melayu Lingga ke Generasi Muda Tanpa Pamrih
Bapak lima anak ini, dulunya sempat mengayuh sepeda becaknya untuk menawarkan pengantaran orang, mengantarkan barang.
Namun kini ia hanya bisa duduk di motor sambil membawa kait di tangannya untuk mengambil kardus.
"Dulu pernah ambil kardus di pelabuhan, namun sudah tidak kuat lagi. Jadi hanya ke toko-toko di Dabo saja," jelas Hamid kepada TribunBatam.id, saat sedang berada di kediamannya, baru-baru ini.
Dari pekerjaannya mengumpulkan kardus itu, ia mendapat penghasilan sekira Rp 15 ribu per hari.
"Ya dapatlah untuk beli kopi, gula, beras sedikit. Kadang tidak dapat kardus juga, jadi tak dapat hasil apa-apa," ujarnya.
Hamid mengaku, pekerjaan ini tetap semangat ia lakukan karena banyak teman dan kenalan pedagang toko memberikan kardus kepadanya.
Setiap hari ia bekerja mulai pukul 08.00 WIB dan pulang istirahat, salat dan makan pukul 12.00 WIB.
Setelah itu, ia lanjut bekerja lagi pukul 13.00 WIB sampai sore hari.
"Saya tidak berharap apa-apa. Saya hanya menjalani sebaik mungkin selagi bisa. Karena kalau hanya duduk diam di rumah, saya resah," ucapnya.
Hamid tinggal di Kelurahan Sungai Lumpur, Kecamatan Singkep di sebuah rumah bedah yang ia tempati bersama istri dan seorang anak bungsunya.
Selain rumah itu, ia juga memiliki sebuah rumah yang dibangun dari hasil keringat dan kerja kerasnya sebagai tukang becak. Rumah itu kini ditinggali anak Hamid bersama menantu dan dua cucunya.
Hamid sendiri sudah menggeluti pekerjaan sebagai tukang becak selama tiga puluh tahunan lebih.
Awalnya ia seorang pemotong karet. Namun karena penghasilannya tidak memungkinkan untuk menghidupi lima anak, Hamid pindah profesi menjadi tukang becak.
Waktu itu, ia membeli sebuah sepeda kayuh becak, hasil menjual kalung emas milik istrinya.
"Dulu saya punya kalung emas, dan saya jual dengan harga Rp 120 ribu, yang saat itu besar nominalnya. Lalu saya beri dukungan ke dia untuk beli becak dengan sepeda kayuh, sebelum ia mengganti dengan motor yang saat ini dipakai," sahut istri Hamid, Mariani (62) yang saat itu sedang duduk bersamanya.
Tingginya semangat kerja Hamid tak lain untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
Ia pun memiliki prinsip, selagi masih diberikan kesempatan untuk hidup, maka gunakanlah kesempatan itu sebaik mungkin.
"Selagi kontrak hidup saya belum habis sama Allah, jadi saya jalani dan syukuri," ucap Hamid.
Dari hasil keringatnya, ia mampu menyekolahkan anaknya walau pun hanya tamatan SMA.
Namun, anaknya yang bungsu memiliki prestasi dan berhasil lulus kuliah di Jombang, berkat dibiayai oleh kenalan gurunya. Itu karena kepintaran dan prestasinya di sekolah.
Seiring berjalannya waktu dan umur yang semakin tua, Hamid sudah tidak bisa berjalan dan berdiri menggunakan kakinya lagi. Ia hanya bisa menggerakkannya saat ia duduk.
Dari pantauan TribunBatam.id, ia menggunakan alas kardus saat ia berjalan sambil duduk untuk bergerak.
"Itu terjadi belasan tahun lalu. Jadi saya ganti sepeda kayuh dengan motor yang dapat bantuan dari seorang Pak Haji," tuturnya.
(TribunBatam.id/Febriyuanda)
Baca juga Berita Tribun Batam lainnya di Google