HUMAN INTEREST
Kisah Awang Lestarikan Budaya Melayu Lingga ke Generasi Muda Tanpa Pamrih
Sejak tahun 2008/2009 lalu, Awang mengajarkan anak-anak di desanya untuk melestarikan Budaya Melayu. Ia juga sering diundang untuk acara pernikahan
Penulis: Febriyuanda | Editor: Dewi Haryati
LINGGA, TRIBUNBATAM.id - Awang, begitulah pria kelahiran 1959 asal Kampung Suak Rasau, Desa Sungai Buluh, Kecamatan Singkep Barat, Kabupaten Lingga ini biasa disapa.
Meski usianya sudah tak muda lagi, pria bernama asli Zainuddin ini tetap antusias mengajarkan adat dan budaya Melayu Lingga kepada generasi muda di tempat tinggalnya.
Ya, sejak tahun 2008/2009 lalu, Awang mengajarkan anak-anak di desanya untuk melestarikan Budaya Melayu.
Awang sendiri memiliki fisik dengan postur badan yang masih tegap berisi, tinggi badannya berkisar 168-170 cm.
Telah banyak ilmu ia salurkan kepada puluhan muridnya, dari satu generasi ke generasi lainnya.
Baca juga: Vaksinasi Corona di Lingga, sudah Seribu Lebih Orang Disuntik Vaksin, Ini Progresnya
Baca juga: Bupati Lingga Tinjau Gedung Kampus Politeknik Lingga hingga Bahas Kegiatan Car Free Day
Mulai dari silat pengantin, tari inai, sampai dengan cara memukul gendang mengiringi tradisi silat pengantin dan tari inai dalam adat perkawinan Melayu Lingga.
Namun, hal ini bukan sebuah pekerjaan baginya melainkan atas dasar suka rela, demi melestarikan adat dan budaya Melayu yang telah ada sejak turun temurun itu.
Pria yang berprofesi sebagai Nelayan ini, pada awalnya tahun 2008/2009 mencoba mengajarkan silat dan tari inai kepada beberapa murid saja, yang tinggal tidak jauh dari rumahnya.
Sejak saat itu, banyak anak-anak tertarik dan mencoba belajar kepada Awang. Mulai dari 5-6 murid sampai puluhan orang saat itu.

"Sekarang zamannya buat anak-anak yang belajar, orang dewasa tidak perlu lagi," kata Awang kepada TribunBatam.id, baru-baru ini.
Dengan peralatan seadanya, menggunakan ember bekas plastik cat saat itu, ia manfaatkan sebagai pengiring dalam proses belajar silat maupun tari inai, karena belum tersedianya gendang.
Mulai dari situ, ayah dari tiga orang anak ini sudah diundang oleh masyarakat yang mengadakan acara perkawinan.
Biasanya Awang menampilkan tari inai pada malam tepuk tepung tawar atau silat pada pagi dan siang harinya.
Mulai dari sanalah, Awang sering diundang dari satu kampung ke kampung lain untuk membawa muridnya mengisi acara adat melayu.
Bukan hanya perkawinan adat melayu saja, melainkan penyambutan orang-orang besar seperi Bupati, Gubernur, Jendral maupun orang-orang terhormat lainnya menjadi hal yang sudah sering ditampilkan oleh murid-murid yang dibimbingnya saat itu.