Namun jika tidak cocok, saya harus memutuskan berhenti.
TB: Bukan karena ada tekanan sehingga memilih berhenti jadi PNS?
DY: Setelah saya lihat kondisi, ternyata benar. Dalam lingkungan birokrasi Pemerintahan Daerah itu sedikit banyak ada masalah bagi saya.
Sebab kita bisa lihat sekarang kondisi dimana PNS-PNS ini bekerja namun pengukurannya belum tentu dengan skala kinerja yang mereka lakukan selama ini.
Bisa saja ukuran skala kinerja mereka berdasarkan kedekatan, kepentingan politik dan seterusnya.
Mungkin jadi rahasia umum, dimana-mana Pemda manapun itu ketika terjadi perpindahan atau penggantian kepala daerah, unsur politisnya sedikit banyak mempengaruhi kinerja ASN di bawahnya.
Contohnya saja, ketika terjadi mutasi ataupun perubahan kebijakan itu terjadi ketika penggantian kepala daerah.
Seperti di Jakarta, ketika Pak Ahok itu menjadi Gubernur banyak pejabat-pejabat daerahnya yang diganti oleh Pak Ahok. Sementara ketika Pak Anies Baswedan menjadi Gubernur hal yang sama juga terjadi.
Orang-orang yang dulu diganti Pak Ahok dikembalikan kondisinya oleh Pak Anies Baswedan.
Itulah hal-hal yang membuat tidak nyaman PNS kerja. Ketika saya kerja, saya menunjukkan kinerja. Tetapi cara kedekatan, saya tidak dekat dengan unsur pimpinan daerah.
Maka yang saya rasakan adalah saya tidak akan bisa bersaing dengan orang-orang yang mempunyai kedekatan kepada para politisi secara pribadi dengan unsur pimpinan daerah.
Itulah jadi salah satu alasan pertanyaan yang disebutkan tadi. Mungkin ada tekanan sehingga tidak nyaman berada di lingkungan atau di dalam birokrasi.
TB: Apakah tidak menyesal kehilangan gaji dan tunjangan tetap setiap bulan, apalagi Abang sudah belasan tahun menjadi PNS?
DY: Semua keputusan untuk berhenti jadi PNS dan melepaskan pendapatan gaji dan tunjangan untuk keluarga.
Hal ini tentu sudah kita pertimbangkan dan bahas bersama keluarga. Karena kita juga komitmen bahwa kita punya usaha yang harus kita teruskan dengan cita-cita yang besar intinya.