BATAM, TRIBUNBATAM.id - Ribuan konsumen kaveling bodong yang milik PT Prima Makmur Batam (PMB) meminta pemerintah memperhatikan nasib mereka.
Pasalnya, total kerugian seluruh korban bisa mencapai puluhan miliar rupiah.
Untuk kerugian masing-masing konsumen sendiri bervariasi.
Ada yang sudah menyetor uang kepada PT PMB sebesar Rp 20 juta hingga Rp 45 juta.
"Kami meminta pemerintah hadir dan mengawal pemulihan hak konsumen. Bisa ganti rugi atau pengalihan status lahan kaveling tersebut," tegas seorang konsumen, Andri, saat diwawancarai TRIBUNBATAM.id, Senin (18/7/2022).
Ia mengungkapkan, kaveling milik PT PMB sendiri sebetulnya berdiri di atas hutan lindung.
Akan tetapi, marketing perusahaan tersebut selalu meyakinkan para konsumennya bahwa status tanah sudah tak ada kendala.
Hal ini didukung dengan site plan (gambar dua dimensi yang memberikan rencana detail pembangunan dengan semua unsur penunjang di dalamnya, dalam skala batas-batas luas lahan tertentu) yang ikut mencantumkan logo dari Badan Pengusahaan (BP) Batam.
Baca juga: HASIL Audit Itwasum Ada Temuan di Polda Kepri, Kapolda Diberi Deadline 30 Hari
Namun, kecurigaan para konsumen muncul saat pihak PT PMB meminta Uang Wajib Tahunan (UWT/UWTO) sebesar Rp 35 juta agar segera dibayarkan dalam tempo dua bulan.
Jika tak dipenuhi, maka konsumen akan menerima konsekuensi lahan tersebut akan diambil alih oleh perusahaan.
Padahal, para konsumen sudah mencicil pembayaran kaveling yang dibeli.
"Sistem mereka cicil DP (down payment). Karena diminta UWTO harus dibayar untuk mengurus legalitas lahan, kami jadi tidak yakin. Oleh karenanya kami mengadu ke DPRD," sambung Andri.
Saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama DPRD Batam itulah para konsumen baru mengetahui jika lahan kaveling milik PT PMB itu berdiri di atas hutan lindung.
Itupun baru terbuka ketika Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Batam memberi penjelasan detail saat RDP digelar.
"Ini awal polemik. Kami baru tahun kaveling itu masuk kawasan hutan lindung," tambahnya.