Partai Buruh dan KSPI Minta Pemerintah Tunda dan Revisi Aturan Tapera

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyatakan kondisi ekonomi yang dirasakan buruh saat ini bukan merupakan momen yang tepat untuk memotong upah buruh yang menjadi peserta Tapera.

TRIBUNBATAM.id, BATAM - Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyatakan penolakan apabila program Tapera sesuai aturan PP Nomor 21/2024 dijalankan langsung saat ini juga tanpa adanya revisi.

Presiden Partai Butuh, Said Iqbal, melalui rilisnya, mengatakan bahwa, kondisi ekonomi yang dirasakan buruh saat ini bukan merupakan momen yang tepat untuk memotong upah buruh yang menjadi peserta Tapera.

Menurutnya, iuran yang memotong upah ini sangat membebani buruh dan rakyat.

"Kondisi saat ini tidak tepat untuk penyelenggaraan Tapera, karena membebani buruh dan rakyat," ujar Said, pada Rabu (29/5/2024).

Ia mengungkapkan beberapa alasan mengapa program Tapera belum tepat dijalankan dalam kondisi saat ini.

Pertama, belum ada kejelasan apakah buruh yang menjadi peserta Tapera akan otomatis mendapatkan rumah melalui program ini.

"Secara akal sehat dan perhitungan matematis, iuran Tapera sebesar 3 persen tidak akan mencukupi untuk membeli rumah pada usia pensiun atau saat di-PHK," ujar Said yang juga Presiden KSPI ini. 

Baca juga: Apindo Batam Tolak Penerapan Program Tapera, Anggap Bebani Pekerja dan Pengusaha 

Baca juga: Berapa Iuran Tapera Terkumpul? Hitungan Kasar Sebesar Rp 12,9 Triliun per Bulan

Ia mengungkapkan, saat ini rata-rata upah buruh di Indonesia adalah Rp 3,5 juta per bulan.

Jika dipotong 3 persen per bulan, maka iurannya sekitar Rp 105 ribu per bulan atau Rp 1.260.000 per tahun.

Karena Tapera adalah tabungan sosial, maka dalam jangka waktu 10 tahun sampai 20 tahun ke depan, uang yang terkumpul hanya sebesar Rp 12 juta hingga Rp 25 jutaan.

Satu hal yang patut dipertimbangkan, adalah harga rumah terus naik dari waktu ke waktu.

Selain itu, hasil tabungan Tapera sesuai dengan hitungan tersebut di atas selama 20 tahun tidak cukup untuk membeli rumah, sekalipun ditambahkan dengan keuntungan usaha dari Tapera. Demikian, menurut Said Iqbal.

"Jadi dengan iuran 3 persen yang bertujuan agar buruh memiliki rumah, adalah kemustahilan belaka. Sudahlah membebani potongan upah buruh setiap bulan, di masa pensiun atau saat PHK juga tidak bisa memiliki rumah," ujar Said.

Alasan kedua, dalam lima tahun terakhir ini, upah riil buruh (daya beli buruh) turun sebesar 30 persen.

Hal ini diakibatkan upah buruh tidak naik hampir tiga tahun berturut-turut.

Maka apabila upah dipotong oleh iuran Tapera, maka semakin kecil kemampuan buruh untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Ia juga menyoroti, dalam Undang-undang Dasar (UUD) 1945, Pemerintah bertanggung jawab untuk menyiapkan dan menyediakan rumah murah untuk rakyat.

Namun, dalam program Tapera, Pemerintah seolah tidak memiliki andil sedikit pun.

Iuran tersebut menjadi beban para pekerja dan pengusaha.

"Dalam Tapera, Pemerintah tidak membantu iuran sama sekali, hanya sebagai pengumpul dari iuran rakyat dan buruh," tambah Said.

Partai Buruh dan KSPI mengusulkan beberapa poin penting untuk menjadi pertimbangan Pemerintah dalam menerapkan progran Tapera :

1. Merevisi UU tentang Tapera dan peraturan pemerintahnya yang memastikan bahwa hak rumah adalah hak rakyat dengan harga yang murah dan terjangkau, bentuk yang nyaman/layak, dan lingkungan yang sehat di mana pemerintah berkewajiban menyediakan dana APBN untuk mewujudkan Tapera yang terjangkau oleh rakyat.

2. Iuran Tapera bersifat tabungan sosial, bukan tabungan komersial. Artinya, pengusaha wajib mengiur sebesar 8,5 persen, pemerintah menyediakan dana APBN yang wajar dan cukup untuk kepemilikan rumah, dan buruh mengiur 0,5 persen dimana total akumulasi dana Tabungan sosial ini bisa dipastikan begitu buruh, PNS, TNI/Polri dan peserta Tapera saat pensiun otomatis memiliki rumah yang layak, sehat, dan nyaman tanpa harus menabahkan biaya apapun. Bagi peserta yang sudah memiliki rumah, maka Tabungan sosial tersebut bisa diambil uang cash di akhir pensiunnya untuk memperbaiki atau memperbesar rumah yang sudah dimilikinya.

3. Program Tapera jangan dijalankan saat ini juga, tapi perlu kajian ulang dan pengawasan agar terhindar dari korupsi, hingga program ini siap dijalankan dengan tidak memberatkan buruh, PNS, TNI, Polri dan peserta Tapera. 

4. Pemerintah diminta menaikkan upah buruh yang layak agar iuran Tapera tidak memberatkan para buruh. Agar upah bisa layak, maka yang harus dilakukan pemerintah adalah mencabut omnibus law UU Cipta Kerja yang selama ini menjadi biang keladi upah murah di Indonesia.

5. Karena Tapera adalah program tabungan sosial (seperti JHT dan Jaminan Pensiun) dan bukan program asuransi sosial (seperti Jaminan Kesehatan dan jaminan kecelakaan kerja), maka harus dipastikan jumlah tabungan milik buruh dan peserta Tapera tidak digunakan subsidi silang antar peserta Tapera. Karena sifat tabungan sosial beda dengan sifat asuransi sosial. Jadi bila ada yang berkata bahwa Tapera sama dengan program BPJS Kesehatan, maka hal itu adalah keliru. Jangan ada subdisi silang dalam program Tapera.

6. Sebelum Tapera dijalankan, maka program bantuan biaya perumahan dari program JHT BP Jamsostek diperkuat dan ditambah. Juga program subsidi bunga bank KPR dapat ditambah lagi. Semua dana tersebut dapat diintegrasikan untuk membuat program perumahan yg murah dan layak untuk rakyat.

Partai Buruh dan KSPI sedang mempersiapkan aksi besar-besaran untuk isu Tapera, Omnibus Law UU Cipta Kerja, dan program KRIS dalam Jaminan Kesehatan yang kesemuanya membebani rakyat. (*)

(TRIBUNBATAM.id/Hening Sekar Utami)

Berita Terkini