BATAM, TRIBUNBATAM.id - Tribun Batam Podcast kembali hadir. Kali ini mengundang narasumber dari pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam.
Yakni Kasi Pidum Kejari Batam, Iqram Syah Putra dan Kasi Intel Kejari Batam, Tyan Andesta.
Tema yang diangkat "Kejaksaan Terapkan Restorative Justice, Siapa yang Boleh Mendapatkan RJ dan Apa Syaratnya?"
Simak wawancara eksklusifnya di sini.
Baca juga: Kasus KDRT di Karimun Berakhir Damai melalui Restorative Justice, Ini Kata Jaksa
Keterangan, Tribun Batam: TB, Iqram Syah Putra: ISP, Tyan Andesta: TA.
TB: Jadi pak, boleh dijelaskan apa itu restorative justice dan siapa saja boleh mendapatkannya, apa syaratnya?
ISP: Jadi restorative justice adalah pengembalian keadaan tidak mengambil langkah untuk menghukum pelaku tindak kejahatan, di mana pelaku tindak kejahatan itu dikembalikan keadaannya seperti semula dengan beberapa syarat. Jadi tidak semua pelaku tindak pidana itu bisa direstorative justice.
Untuk beberapa syaratnya sendiri diatur di Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 tahun 2020, tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratice justice. Syarat-syarat itu yang paling penting tersangka itu baru pertama kali melakukan tindak pidana, jadi tidak boleh residivis.
Kemudian ancaman pidananya tidak boleh melebihi lima tahun dan apabila menimbulkan kerugian, tidak boleh lebih dari Rp2.500.000.
TB: Apakah ini masuk tindak pidana ringan atau bagaimana itu, pak?
ISP: Tidak dibilang tindak pidana ringan juga, tapi apabila kerugian, tidak boleh melebihi Rp2.500.000. Tapi selain syarat-syarat tersebut, ada beberapa pertimbangan yang menjadi bahan untuk kita melakukan restorative justice di dalam perkara tindak pidana. Itu di Pasal 4 ayat 2 Peraturan Kejaksaan tadi nomor 15 tahun 2020.
Selain subjek, objek kategori ancaman tindak pidana, kita juga melihat latar belakang terjadinya tindak pidana tersebut. Jadi niat dari pelakunya itu kita lihat, misalnya pencurian, kenapa dia mencuri?
Jadi walaupun kerugian dari pencuriannya itu melebihi 2 juta setengah, tapi ada perdamaian di situ, korban merasa memaafkan, merasa tidak rugi lagi, sehingga ada perdamaian, terus perdamaian tersebut disaksikan oleh tokoh masyarakat, itu jadi pertimbangan restorative justice.
Terus ada pertimbangan-pertimbangan seperti tingkat ketercelaannya seperti apa, terus cost dan benefit suatu perkara ini bagaimana, lebih bagus kah ini dihentikan atau tetap lanjut.
TB: Nah, apakah seperti pelecehan dia berdamai, apakah masuk dalam kategori itu?