TANJUNGPINANG, TRIBUNBATAM.id - Di tepi Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), dan di antara hiruk pikuk kehidupan yang terus bergerak, berdiri sebuah monumen yang dahulunya menjadi lambang perjuangan pendidikan, yakni Tugu Pensil.
Monumen ini tidak sekadar struktur beton yang menjulang ke langit, tetapi saksi bisu dari sejarah panjang masyarakat melawan buta huruf di era 1960-an.
Dulu, saat pertama kali didirikan, Tugu Pensil di Tanjungpinang menjadi suatu kebanggaan. Ia adalah pengingat bahwa pendidikan adalah cahaya yang menerangi kegelapan.
Namun, monumen yang seharusnya menjadi kebanggaan masyarakat itu kini perlahan kehilangan sinarnya. Dulunya, di sekitar Tugu Pensil dibangun sebuah taman yang menjadi tempat bermain anak-anak dan tempat berkumpul warga.
Baca juga: Tugu Timah di Sekolah Dasar Singkep Lingga Jadi Ikon Sejarah, Undang Rasa Ingin Tahu Siswa
Jogging track mengelilingi taman, alat olahraga tersedia bagi siapa saja yang ingin menjaga kebugaran, dan ayunan serta perosotan menjadi tawa bagi anak-anak yang berlarian.
Namun seiring waktu berlalu, taman itu perlahan kehilangan sentuhan kasih sayang. Ayunan berkarat dan sebagian hilang, perosotan pecah dan tak lagi tersedia di lokasi.
Alat olahraga yang dulu kokoh kini berdiri miring, beberapa bahkan tak bisa dipakai lagi.
Sampah berserakan di sudut-sudut taman, terbawa angin dan tercecer oleh mereka yang tak peduli.
Kotak sampah yang seharusnya menampungnya justru tidak lagi berfungsi sebagai penampung sampah.
Bau tak sedap menyelinap, mengusik kenyamanan mereka yang masih mencoba menikmati suasana di sekitar lokasi.
Toilet umum yang semula disediakan untuk pengunjung, kini menjadi bangunan tak berguna. Pintunya rusak, air tak mengalir, serta bau menyengat membuatnya ditinggalkan.
Ya, Tugu Pensil yang seharusnya memberikan kenyamanan itu justru menjadi sarang kotoran dan kekhawatiran bagi warga sekitar.
Di sekitar taman, jalanan yang mengarah ke tugu juga tak lagi bersahabat. Jalannya berlubang hingga hancur, bahkan terkadang susah untuk dilalui.
Saat hujan turun, lubang-lubang itu berubah menjadi genangan air kotor, menciptakan pemandangan yang tak sedap dipandang.
Baca juga: Pesona Tepi Laut Tanjungpinang, Destinasi Wisata yang Semakin Dikenal
Orang-orang yang datang ingin bernostalgia atau sekadar duduk menikmati sore di Tugu Pensil harus lebih berhati-hati. Langkah mereka harus penuh perhitungan agar tidak tergelincir atau terjebak di antara batu-batu yang berserakan.
Masyarakat yang berdagang pun terkadang terlihat sering menepuk kakinya, akibat banyaknya nyamuk yang terbang mengarah kaki yang tidak ada masalah.