Jika dulu pada hari-hari awal, ia sudah bisa meraup Rp8 juta per hari, tahun ini hanya sekitar Rp2 juta di awal pembukaan.
"Bahkan tahun lalu saya pernah dapat Rp20 juta lebih dalam sehari. Tahun ini seperti jauh menurun. Daya beli masyarakat berkurang," katanya.
Tidak hanya menjual produk sendiri, Azimah juga membuka peluang bagi pelaku usaha lokal, yang ingin menitipkan kue kering mereka di lapaknya.
Dengan biaya titip Rp2 hingga Rp5 ribu per item, sistem ini memberikan keuntungan bagi para pembuat kue rumahan, yang ingin menjangkau lebih banyak pembeli.
"Kue yang dijual di sini bukan hanya milik saya. Saya juga menerima titipan dari pelaku usaha lokal. Jadi, mereka juga bisa ikut merasakan berkah dari momen Lebaran ini," jelasnya.
Harga yang dibanderol juga beragam dengan berbagai kemasan. Mulai dari Rp15 ribu hingga Rp35 ribu per bungkus, tergantung jenisnya.
Selain kue kering, dua hari menjelang Lebaran ia juga berencana menambah stok kue basah, yang kerap diminati dan diburu sebelum hari raya.
Meskipun hanya dijalankan selama bulan Ramadan, usaha ini terbukti menjadi sumber pendapatan utama bagi Azimah dan keluarganya.
Selama puluhan tahun ia menjalankan bisnis ini, hasilnya mampu membantu perekonomian keluarga, termasuk membeli kebutuhan Lebaran anak-anaknya.
"Alhamdulillah, sudah sekitar 20 tahunan saya jualan ini, dan menjanjikan. Bisa bantu ekonomi keluarga dan beli baju Lebaran anak-anak," katanya dengan senyum.
Dengan semakin dekatnya Hari Raya, pelaku usaha seperti Azimah berharap dagangan mereka bisa terus laris manis, dan bisa menyambut hari kemenangan dengan hati yang penuh syukur. (Brf).
(TRIBUNBATAM.id/Birri Fikrudin).