Harapannya tetap sederhana, cukup untuk menyalakan dapur dan menyekolahkan anak-anaknya.
“Kalau pemerintah bantu, alhamdulillah. Tapi kalau nggak pun, saya tetap jalan terus,” ucapnya, mantap.
Darman memang belum punya rumah tetap. Tapi rumah yang sejati adalah tempat seseorang menetapkan hati.
Dan Darman telah menanamkan hatinya di kota ini di setiap butir kacang rebus yang ia jual, di setiap sapaan hangat kepada pengendara yang mampir.
Kisah Darman adalah wajah dari banyak pejuang jalanan mereka yang nyaris tak terlihat, namun menjadi tulang punggung keluarga.
Mereka yang menyambung hidup dari panas, hujan, dan ketidakpastian, namun tetap berjalan dengan kepala tegak dan hati yang ikhlas.
Mereka bukan sekadar pedagang, tapi penjaga harapan. Dan Darman, dengan gerobaknya yang setia, adalah salah satu penjaganya. (TribunBatam.id/Yuki Vegoeista)