REMPANG ECO CITY

Diskusi Publik di Unrika Soal Proyek Rempang dari Perspektif Hukum, Sosial, dan Ekonomi

Penulis: Ucik Suwaibah
Editor: Eko Setiawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Diskusi publik bertajuk Menyorot Proyek Rempang Eco City dari Perspektif Hukum, Sosial, dan Ekonomi digelar di Aula Pascasarjana UNRIKA, pada Kamis (8/5/2025). 

Namun, menurutnya, jawaban yang ia terima justru menunjukkan bahwa tujuan investor adalah agar kawasan bersih dari masyarakat. 

Hal ini mengindikasikan bahwa konflik sejak awal sudah bisa diprediksi karena tidak ada pendekatan inklusif.

Selain itu, Langgat juga mengingatkan soal risiko lingkungan, termasuk kajian Amdal dan potensi polusi yang mungkin ditimbulkan oleh aktivitas industri.

"Kalau memang produksi industri ke depan membahayakan kesehatan, ya itu harus terbuka dibahas. Jangan sampai masyarakat jadi korban,” katanya.

Menurutnya, pendekatan "datang-datang bersih-bersih" oleh pemerintah dan perusahaan justru memicu penolakan sosial.

"Nah, Saya kira, pemerintah perlu memulai dengan pendekatan yang meyakinkan bahwa program ini memang baik. Pemerintah juga harus melibatkan masyarakat serta menjelaskan pola kepemimpinannya agar masyarakat bisa segera memahami dan menerima," kata dia.

Langgat menekankan pendekatan pemerintah untuk meyakinkan masyarakat dan melibatkan mereka secara aktif, bukan tergesa-gesa demi mengejar waktu.

"Lebih baik menggunakan waktu lebih panjang untuk diskusi mendalam dengan masyarakat dan pemangku kepentingan, daripada cepat-cepat tapi memunculkan konflik," tegasnya.

Sementara itu, Emy Hajar Abra dari Unrika menyoroti ketidakjelasan posisi hukum proyek Rempang Eco City dalam regulasi nasional. 

Ia menjelaskan bahwa dalam dokumen perencanaan jangka menengah nasional (RPJMN), proyek Rempang masih muncul di Lampiran IV, bukan di Lampiran I yang biasanya dibaca masyarakat umum.

"Kalau berbicara PSN itu di Menko perekonomian, tapi kalau berbicara tentang rencana jangka menengah di Perpres. Kalau berdasarkan regulasi masih berstatus PSN. PSN itu tidak ada dilampiran 1, masyarakat akan membaca Rempang Eco City itu tidak ada. Tetapi di lampiran lain itu ada," ujar Emy.

Ia menambahkan bahwa hukum seharusnya memiliki kepastian, namun dalam kasus ini justru melahirkan multi tafsir dan ketidakpastian.

"Tapi yang berkepastian hukum itu ditulis secara tegas regulasi itu bisa menjadi multi tafsir, simpang siur, yang dirugikan tentulah masyarakat," kata dia.

Emy juga mengkritisi pola pengambilan kebijakan pemerintah pusat dalam proyek PSN yang dinilai mengabaikan semangat otonomi daerah. 

Ia mengingatkan bahwa pasca-reformasi, sistem pemerintahan Indonesia sudah mengarah pada desentralisasi.

Halaman
123

Berita Terkini