TRIBUNBATAM.id - Berikut ini adalah awal mula kasus korupsi Direktur Utama (Dirut) PT Sritex tahun 2005-2022 Iwan Setiawan Lukminto terendus oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
Seperti diketahui, Iwan Lukminto kini ditetapkan menjadi tersangka atas kasus korupsi yang merugikan negara hampir Rp 700 miliar.
Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung Abdul Qohar, mengungkap pemicu Kejagung mengetahui Iwan Lukminto melakukan korupsi.
Bermula ketika Kejagung mengendus adanya rasuah adalah ketika PT Sritex tiba-tiba melaporkan adanya kerugian pada tahun 2021.
Padahal, perusahaan yang berdiri sejak 1966 itu mendapatkan laba sekitar Rp1,24 triliun di tahun 2020.
Ternyata PT Sritex malah mengalami kerugian mencapai Rp15,65 triliun hanya dalam kurun waktu satu tahun kemudian.
Hal tersebut diungkapkan Abdul Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (21/5/2025) malam.
"Bahwa ada laporan keuangan PT Sri Rejeki Isman Tbk telah melaporkan adanya kerugian dengan nilai mencapai 1,08 miliar dolar AS atau setara dengan Rp15,65 triliun pada tahun 2021."
"Padahal sebelumnya pada tahun 2020, PT Sri Rejeki Isman masih mencatat keuntungan sebesar 85,32 (juta) dolar AS atau setara dengan Rp1,24 triliun," kata Qohar.
Kejanggalan langsung dirasakan Kejagung setelah mengetahui keuntungan dan kerugian yang dialami PT Sritex.
"Jadi ini ada keganjilan dalam satu tahun mengalami keuntungan yang sangat signifikan kemudian tahun berikutnya juga mengalami kerugian yang sangat signifikan," jelasnya.
Baca juga: Kejagung Sebut Statusnya Kewenangan Polda Soal Budi Arie Diduga dapat Komisi 50 Persen Terkait Judol
Dengan temuan tersebut, Qohar mengatakan penyidik Kejagung lantas melakukan pemeriksaan terhadap PT Sritex dan anak perusahaannya.
Ternyata, seluruh perusahaan memiliki tagihan utang yang belum dilunasi hingga bulan Oktober 2024 sebesar Rp3,5 triliun.
Qohar mengatakan tunggakan utang tersebut terkait pemberian kredit dari puluhan bank seperti Himbara hingga bank swasta.
"Utang tersebut adalah kepada beberapa bank pemerintah, baik Bank Himbara yaitu Himpunan Bank Milik Negara maupun Bank Milik Pemerintah Daerah."