Menurut Ferdi, nama itu tak muncul dari sifat atau ciri fisik yang menonjol, sebab Koyek memang tak memiliki keduanya.
Dalam pergaulan sehari-hari, Ferdi mengenal Koyek sebagai sosok yang santun dan tak pernah mencampuri urusan orang lain.
“Jika duduk di lapau, biasanya hanya pesan minum, main HP lalu pergi. Tidak banyak bicara, hanya sekadar senyum,” gambarnya.
Lebih dari itu, Koyek juga cukup aktif dalam kepemudaan dan kepengurusan masjid di daerah tersebut.
Serangkaian latar belakang inilah yang membuat Ferdi sangat terkejut dengan kedatangan polisi terkait dugaan pembunuhan berantai yang dilakukan Koyek.
Bagi masyarakat setempat, penangkapan Koyek adalah sebuah kejutan yang mengguncang.
Bagaimana mungkin seorang yang pendiam, tak suka ikut campur, dan pandai bergaul, ternyata adalah seorang pembunuh berdarah dingin.
Dua tahun terakhir, tak ada satupun warga yang melihat tanda-tanda perubahan pada Koyek, bahkan setelah ia diduga melakukan pembunuhan terhadap pacar dan teman pacarnya setahun lalu.
Koyek tetap menjalankan rutinitas hariannya, pergi kerja setiap malam, sesekali mampir ke lapau untuk secangkir teh atau kopi.
Kesehariannya yang tampak biasa itu kini berbalik menjadi narasi yang menyeramkan.
Ironisnya, nama Koyek bahkan kini telah menjadi pameo di kalangan anak-anak kecil, seolah menjadi penanda bagi teman yang berulah, sebuah cerminan dari peristiwa tak terduga yang menimpa kampung mereka.
Kisah Koyek, sang pemuda senyap yang menyimpan rahasia kelam, kini menjadi perbincangan, sebuah potret kompleksitas manusia yang kerap menyembunyikan sisi gelap di balik topeng keseharian.(*)
Artikel ini telah tayang di TribunPadang.com dengan judul Warga Tertipu Sikap Ramah Koyek, Satpam di Padang Pariaman Ternyata Pembunuh Berdarah Dingin,