TRIBUNBATAM.id, LINGGA - Polemik pelajar SMAN di Lingga tak naik kelas masih jadi perbincangan bahkan sempat viral di medsos alias media sosial.
Semua berawal dari Awalludin yang protes karena anaknya berinisial Mf tidak naik kelas ke jenjang berikutnya.
Mf merupakan pelajar XI SMAN 1 Selayar, Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).
Di saat teman-temannya naik tingkat ke kelas XII, pihak sekolah memutuskan jika Mf tinggal kelas XI alias mengulang.
Awalludin mengetahui anaknya tinggal kelas itu saat menerima rapor anaknya.
Sebagai informasi, pembangian rapor tingkat SMA dan SMK Negeri di Kepri dilakukan serentak pada Kamis (26/6), sebelum libur dan memasuki tahun ajaran baru.
“Kami sebagai orang tua sangat kecewa. Ini bukan hanya soal rapor, ini soal masa depan anak-anak kami. Sekolah semestinya menjadi ruang tumbuh, bukan tempat dihukumnya anak-anak karena ketidaksukaan pribadi,” ungkap Awalludin.
Baca juga: Orang tua di Lingga Protes Anaknya Tak Naik Kelas, Ketua PGRI: Riwayat Proses Belajar
Ia bahkan menyinggung Peraturan Mendikbudristek Nomor 21 Tahun 2022 tentang Standar Penilaian Pendidikan.
Dalam aturan itu menurutnya, tidak ada peserta didik yang tinggal kelas.
Menurutnya, tidak naik kelas anaknya dikarenakan faktor subjektifitas dari tenaga pendidik, yang mencampurkan persoalan pribadi dengan profesionalisme sebagai pengajar.
"Penilaian tidak lagi dijadikan alat penghukuman, melainkan sarana untuk memetakan capaian kompetensi siswa, memberikan umpan balik konstruktif, serta mendorong perbaikan proses belajar," ujarnya.
Awalludin mengakui jika anaknya sedikit berperilaku nakal di sekolah.
Namun menurutnya, kenakalan anaknya masih dalam tahap wajar anak seusianya.
Baca juga: Baru Berdiri Setengah Jadi, Surau di Perkampungan Lingga Ini Butuh Uluran Tangan Dermawan
"Biasalah namanya anak-anak. Anak saya cuma 14 hari tak ada keterangan (tak hadir sekolah-red). Kalau ujian dia ikut," ungkapnya.
Ia juga meminta agar Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau (Disdik Kepri) turun tangan untuk memastikan bahwa proses kenaikan kelas di seluruh satuan pendidikan, khususnya di SMAN 1 Selayar, dilaksanakan sesuai ketentuan hukum dan berpihak pada kepentingan terbaik anak.
Awalludin juga berharap sekolah dapat mengkaji ulang kebijakan tersebut dan menyesuaikannya dengan regulasi yang berlaku.
"Sebab, setiap anak memiliki hak yang sama dalam memperoleh pendidikan dan kesempatan untuk tumbuh, belajar, dan berkembang," ucapnya.
Kepsek Buka Suara
Sementara Kepala SMAN 1 Selayar, Josua Ginting yang dikonfirmasi Tribun Batam membenarkan bahwa siswa tersebut dinyatakan tidak naik kelas.
Ia mengungkap bahwa para guru sudah sangat berupaya untuk memberikan terbaik, tetapi siswa tersebut jauh dari harapan untuk naik kelas.
Josua mengungkapkan beberapa alasan, dengan pertimbangan MF tidak naik kelas.
Salah satunya, MF mendapatkan nilai rendah saat ujian dan tidak mau memperbaikinya.
"Anak murid kami ini sudah diberikan kesempatan untuk perbaikan mulai selesai ujian, dan wali kelas mengingatkan ujian perbaikan ke grup WhatsApp. Siswa lain melakukan perbaikan, sementara dia tidak, bahkan diumumkan," ungkap Josua, lewat sambungan telpon WhatsApp kepada TribunBatam.id.
Menurutnya, wali kelas masih memberi waktu siswa tersebut untuk melakukan perbaikan nilai ujian hingga satu hari sebelum pembagian raport, Rabu (25/6/2025).
"Bahkan sudah di-chat lewat pribadi, tapi anak ini acuh saja," imbuhnya.
Namun hingga pembagian rapor, siswa yang dimaksud tidak melakukan remedial.
"Saat kami tanyakan waktu dia tak naik kelas, kenapa sampai Rabu tak lakukan perbaikan? Dia jawab saya sibuk pak, katanya. Memang dia kerja di luar sekolah katanya, tetapi harus bisa dipisahkan antara waktu kerja dan belajar," ungkap Josua.
Selain itu, pihak sekolah juga mencatat bahwa siswa tersebut sering bolos atau cabut dari sekolah.
"Pihak sekolah atau wali mencatat beliau sering tidak hadir di sekolah dan juga cabut," imbuhnya.
Kepala SMAN 1 Selayar ini juga mengaku, siswa bersangkutan sering bermasalah di sekolah, hingga orang tuanya kerap dipanggil.
"Kami pernah memanggil orang tuanya agar anak tersebut dapat berubah atau lebih baik ke depannya, tapi pihak sekolah menilai nampaknya belum ada perubahan," tuturnya.
Berdasarkan hasil rapat, siswa itu belum mampu memenuhi kategori naik kelas.
"Sekolah sudah sangat berupaya membuat anak ini mendapatkan nilai yang baik, tapi ternyata jauh dari harapan kami," ujarnya.
Saat disinggung soal Peraturan Mendikbudristek Nomor 21 Tahun 2022 tentang Standar Penilaian Pendidikan, tidak ada siswa yang tinggal kelas, yang dimaksud orang tuanya, Josua juga mempunyai alasan kuat.
"Aturan itu dilakukan jika memang siswa tersebut jelek nilainya, tetapi dari segi sikap atau perilaku baik saat di sekolah. Kami pihak guru menilai, dirinya belum berperilaku baik, sehingga punya kesempatan untuk mengubahnya," ungkap Kepsek ini dengan tegas.
Ia berharap, kasus ini bisa menjadi pelajaran, sebagai efek jera bagi siswa agar bisa berubah.
"Tidak hanya dia yang tidak naik, siswa lain juga ada yang tidak naik kelas. Semoga ini menjadi efek jera dan para siswa tersebut lebih baik ke depannya dengan mengulang pelajaran," tambahnya.
Respons PGRI Lingga
Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Lingga, Juniardi, menuturkan hal ini menjadi ranah Dinas Pendidikan dan turunannya kepada manajemen sekolah.
Keputusan menaikkan kelas siswa tergantung keputusan pihak sekolah.
"Menurut hemat saya itu adalah ranah dinas pendidikan dan turunannya kepada menajemen sekolah. Terkait naik atau tidak, ada tahapan yang dilalui melalui rapat kenaikan kelas," ujarnya via WhatsApp, Minggu (29/6/2025).
Menurutnya pula, keputusan naik atau tidaknya siswa di sekolah, berdasarkan rapat yang digelar majelis guru dengan segala pertimbangan yang ada.
Proses yang dilalui siswa dalam belajar, menjadi keputusan yang dapat diambil dalam hal ini.
"Jadi keputusan yang diambil berdasarkan pertimbangan riwayat anak selama berproses di sekolah tersebut," tambahnya. (TribunBatam.id/Febriyuanda)
Baca juga Berita TribunBatam.id lainnya di Google News