Teori ini menekankan bahwa individu dari latar budaya berbeda dapat hidup berdampingan secara harmonis apabila ada sikap integration, yaitu keinginan untuk mempertahankan budaya sendiri sambil terbuka terhadap budaya lain. Inilah yang terjadi dalam lingkungan sosial saya saat itu: kami tetap menjalani nilai-nilai keluarga dan agama masing-masing, namun juga menghargai dan terbuka terhadap budaya dan keyakinan teman
Agar toleransi bisa terus hidup di tengah masyarakat kita, saya percaya bahwa kuncinya ada pada pendidikan sejak usia dini dan keteladanan dari lingkungan sekitar.
Anak-anak perlu dikenalkan dengan nilai-nilai keberagaman, bukan sekadar lewat teori di kelas, tapi juga lewat pengalaman nyata dan contoh dari orang tua, guru, serta tokoh masyarakat.
Kurikulum sekolah sebaiknya menyisipkan narasi-narasi tentang hidup bersama dalam perbedaan, seperti kisah Sunan Kudus atau persahabatan lintas budaya.
Selain itu, media dan platform digital harus dimanfaatkan untuk menyebarkan pesan-pesan damai dan memperkuat identitas kebangsaan yang inklusif.
Dengan cara ini, toleransi tidak hanya menjadi wacana, tapi juga budaya hidup yang terus diwariskan.(*)
Ika Putri Rahmayani
Mahasiswa Magister Sains Psikologi, Universitas Katolik Soegijapranata