Sejak pertama berdiri, tarif air hanya berkisar Rp1.500 hingga Rp2.500 per meter kubik.
"Tarif ini belum pernah naik, padahal jumlah pelanggan kita dari 1.000 kini sudah lebih dari 7.000 pelanggan,” ungkap Zaharuddin.
Saat ini, PDAM tengah melakukan analisis kenaikan tarif untuk menyesuaikan dengan kebutuhan operasional yang terus meningkat.
“Kita sedang proses analisis kenaikan tarif. Harapannya, ini bisa diterapkan segera agar perusahaan bisa lebih sehat ke depan,” imbuhnya.
PDAM Tirta Nusa mencatat kebutuhan operasional perusahaan mencapai Rp400 juta per bulan.
Namun rata-rata pendapatan yang masuk hanya sekitar Rp380 juta.
"Kalau musim hujan bagus, bisa tembus Rp400 juta, tapi itu jarang. Belum lagi utang dan kebutuhan lain,” beber Zaharuddin.
Meski belum bisa menyumbang ke Pendapatan Asli Daerah (PAD), ia menegaskan peran PDAM sangat vital bagi kehidupan masyarakat.
“Bayangkan saja, berapa banyak masyarakat yang bisa mengakses air bersih. Ini berpengaruh besar ke ekonomi warga, terutama pelaku usaha yang memerlukan air. Ini bagian dari pembangunan daerah juga,” tuturnya.
Selain penyertaan modal awal sebesar Rp4 miliar saat berdiri, pada 2011 lalu PDAM juga pernah menerima suntikan dana Rp15 miliar, untuk membebaskan jaringan milik masyarakat dan pengembangan sistem jaringan.
Namun, dengan kondisi medan dan fasilitas yang terus menua, bantuan itu belum cukup menopang kebutuhan jangka panjang.
"Saat ini kami hanya berharap dukungan dari pemerintah daerah dan pusat. Alhamdulillah, sejauh ini Bupati sangat responsif. Kita juga sedang ajukan bantuan ke pusat untuk perbaikan jaringan transmisi dan peningkatan fasilitas lainnya,” kata Zaharuddin.
Seluruh tim PDAM Natuna saat ini bekerja ekstra keras demi mempertahankan pelayanan.
“Kita ini kerja survival. Meski gaji tidak lancar dan fasilitas tua, kami tetap layani masyarakat. Dukungan masyarakat dan pemerintah sangat berharga, agar Perumda ini bisa terus hadir membawa kesejahteraan,” pungkasnya. (Brf).
(Tribunbatam.id/birrifikrudin).