HUMAN INTEREST

Kisah Didik Setiawan, Seniman di Natuna Ubah Kayu Lokal Jadi Karya Bernilai Tinggi

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

SENIMAN DI NATUNA - Potret Didik Setiawan (41), seniman kayu di Natuna saat memperlihatkan tongkat komando ukiran berbahan kayu hitam hasil karyanya, Selasa (22/7/2025).

TRIBUNBATAM.id, NATUNA - Seorang pria di Natuna tampak memainkan laat ukir di sudut bengkel sederhana miliknya di Ranai Darat, Kecamatan Bunguran Timur, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).

Tangannya cekatan membentuk potongan kayu menjadi gelang, cincin, tongkat, hingga pipa rokok dengan detail halus dan bernilai seni tinggi.

Pria di Natuna itu ialah Didik Setiawan (41).

Didik Setiawan yang lahir di Solo, Provinsi Jawa Tengah (Jateng) ini dikenal sebagai seniman sekaligus pengrajin kayu di daerah berjulukan Laut Sakti Rantau Bertuah.

Sudah belasan tahun ia berkarya dari Kabupaten Natuna, Provinsi Kepri.

Dari bahan dasar akar bahar dan kayu hitam yang oleh masyarakat lokal kerap disebut kayu arang, Didik Setiawan berhasil menciptakan berbagai kerajinan tangan yang unik dan eksklusif.

Akar Bahar dan kayu arang itu merupakan kayu khas yang ia dapat dari penduduk lokal.

Tak hanya diminati masyarakat lokal, hasil karyanya kini sudah menjangkau pasar di luar daerah hingga ke kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Pontianak, dan kota-kota lain di pulau Jawa.

Didik mengawali perjalanan seninya bukan dari pendidikan formal, melainkan dari keinginan bangkit dari keterpurukan ekonomi, tepatnya sejak 2014 lalu.

Sebelumnya, ia sempat berjualan pakaian bersama keluarganya sejak pertama kali menginjakkan kaki di Natuna pada akhir 2003.

Lalu, pada 2010 ia juga sempat bekerja sebagai pengirim kayu dari Natuna ke Pontianak, namun tak bertahan lama.

Di tengah sulitnya pekerjaan, Didik mencoba mencari peruntungan lewat kepiawaian tangannya.

"Awalnya saya hanya coba buat gelang, cincin, dan tasbih dari kayu, belajar dari teman. Alat pun masih seadanya waktu itu," cerita Didik kepada TribunBatam.id.

Berjalannya waktu, ia pun belajar produk lain yang bisa diolah dari kayu.

Seperti tongkat komando, tongkat jalan, pipa rokok, dan ukiran lainnya.

"Itu saya belajar otodidak lihat dari YouTube, dan pelan-pelan sampai hasilnya maksimal," tambah Didik.

Kerja keras dan ketekunannya pun membuahkan hasil.

Ia mulai menerima pesanan satu per satu, terutama dari para pejabat militer yang berdinas di Natuna. 

Salah satu produk yang menjadi andalannya adalah tongkat komando dengan ukiran khas, yang disebut-sebut telah dikirim ke berbagai penjuru Indonesia.

"Kebanyakan memang yang pesan tongkat komando itu dari TNI dan Polri. Mereka juga banyak beri dukungan dan masukan," katanya.

Didik menyulap bahan-bahan kayu dengan sentuhan khas alami dan menjadi cendera mata bernilai tinggi.

Harga produknya pun bervariasi tergantung ukuran dan tingkat kerumitan, seperti gelang akar bahar  Rp150 ribu hingga Rp200 ribu.

Lalu, tasbih hingga Rp300 ribu, cincin ukiran mulai dari Rp100 ribu, cincin polos Rp50 ribu.

Sementara, tongkat komando dan tongkat jalan mulai dari Rp2,5 juta hingga Rp5 juta tergantung bahan kayu dan tingkat kerumitan.

"Kalau yang full ukiran tentu butuh waktu dan ketelitian lebih. Semuanya handmade, dan tiap ukiran itu punya cerita," ujar Didik bangga.

Kini, bengkel kecil Didik tak lagi sepi.

Ia telah mempekerjakan beberapa orang termasuk adik dan anak buahnya, bahkan melibatkan keluarganya sendiri.

Bagi Didik, berbagi ilmu justru membuat karya seni semakin hidup.

"Saya sudah ajarin beberapa orang. Saya percaya, meskipun diajarkan hal yang sama, setiap tangan akan hasilkan seni yang berbeda," ungkapnya.

Selain berkarya sebagai seniman kayu, Didik juga kerap mencari kayu gaharu di hutan saat waktu luang, demi mencukupi kebutuhan istri dan empat anaknya.

Kegiatan itu, juga dilakukannya untuk menyalurkan hobi dan mencari ketenangan.

"Anak saya ada empat. Yang pertama sudah lulus SMA, yang kecil masih balita. lhamdulillah, penghasilan bersih sekitar Rp5 juta sebulan dari usaha ini," katanya.

Tak puas hanya dengan bengkel kecilnya di Ranai, Didik pun menaruh harapan besar untuk bisa membuka outlet dan cabang usaha di Pontianak, Kalimantan Barat.

"Masih cari modal. Mudah-mudahan bisa punya tempat yang lebih bagus, supaya pelanggan bisa langsung lihat produk kami," harapnya.

Bagi yang ingin melihat langsung hasil karyanya, Didik juga aktif memasarkan lewat media sosial, seperti akun Instagramnya di @ky_arang.

Bagi Didik, seni bukan hanya tentang uang atau kerajinan tangan semata.

Tapi juga tentang ketekunan, keikhlasan, dan cinta terhadap apa yang dikerjakan.

Dengan tangan-tangan terampil dan hati yang penuh semangat, Didik terus mengukir kisahnya menjadikan potongan kayu menjadi karya seni penuh makna, warisan dari Natuna yang tak lekang oleh waktu. (TribunBatam.id/Birri Fikrudin)

Berita Terkini