Soal THR dan Gaji ke-13 PNS dari APBD, BPK: Ada Potensi Jadi Masalah Hukum

"Pengeluaran tanpa persetujuan DPRD bisa dianggap melampaui kewenangan yang ada,"kata Harry Azhar Azis.

shutterstock
Ilustrasi 

TRIBUNBATAM.id, JAKARTA- Keputusan Jokowi memberikan THR dan gaji ke-13 kepada para pegawai negeri sipil (PNS) atau aparatur sipil negara (ASN) dan pensiunan memang disambut gembira kalangan yang menerimanya.

Perintah Jokowi itu kemudian didetailkan dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri (Mendagri) kepada pemerintah daerah untuk membayar gaji ke-13 dan tunjangan hari raya (THR) menjelang Idulfitri.

Endang, pensiunan PNS di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, mengucapkan syukur setelah menerima THR.

"Terima kasih pemberian THR-nya, berarti ada peningkatan dari pemerintah. Tapi sayang tidak bersamaan dengan gaji ke-13, jadi bolak-balik ambilnya," kata Endang seperti dikutip TRIBUNBATAM.id dari BBC Indonesia, Jumat (8/6/2018).

Kabid Perbendaharaan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Pemkab Pati, Like Hermawati, mengemukakan dana THR telah disalurkan kepada PNS dan pensiunan.

Tapi di balik kegembiraan itu, ada masalah yang muncul.

Harry Azhar Azis, anggota VI Badan Pemeriksa Keuangan yang membidangi pemeriksaan keuangan daerah, menilai langkah pemberian gaji ke-13 dan THR dari APBD tanpa persetujuan DPRD bisa menjadi masalah hukum di kemudian hari".

Baca: Pemko Palembang Putuskan Tak Beri THR untuk Pegawainya. Sekda: Kalau Mesti Bayar, Roboh Kita

Baca: Pemerintah Pusat Keluarkan Pedoman Pemberian THR bagi PNS Jika Anggaran Daerah Tidak Ada

Baca: Soal THR dari Komponen TKD, Wawako Batam: Anggaran Kita Memang Terbatas

Harry Azhar Azis
Harry Azhar Azis (tribunbatam/dewi haryati)

"Pengeluaran tanpa persetujuan DPRD bisa dianggap melampaui kewenangan yang ada. Dan bisa kemudian berakibat ketidakpatuhan pada perundang-undangan kalau diperiksa BPK. Bisa jadi masalah hukum di kemudian hari," tuturnya.

Dia mencontohkan kasus ketika suatu pemerintah daerah membeli barang dengan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), namun hal itu tidak disetujui DPRD.

"Itu kami lihat sebagai pelampauan kewenangan pemerintah daerah yang tidak memenuhi peraturan perundang-undangan. Jika tetap dilakukan, opininya bisa turun dalam status pemeriksaan laporan keuangan oleh auditor BPK," tambah Harry.

Melanggar hukum?

Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah di Kementerian Dalam Negeri, Syarifuddin, menepis bahwa pemberian THR dan gaji ke-13 dari APBD bisa melanggar hukum.

Dia merujuk Undang-Undang 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Pada pasal 28 ayat 4 disebutkan:"Dalam keadaan darurat Pemerintah Daerah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBD, dan/atau disampaikan dalam Laporan Realisasi Anggaran."

Dalam bagian penjelasan, pengeluaran ini termasuk belanja untuk keperluan mendesak yang kriterianya ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD yang bersangkutan.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved