Cerita Bu Tien Soeharto yang Jarang Terungkap, Pernah Memohon Pak Harto jangan Jadi Presiden Lagi
Ibu Tien tiba tiba berkata, "Tolong katakan kepada(ia menyebut salah seorang petinggi Golkar)agar Pak Harto Sebaiknya
TRIBUNBATAM, id - Terkisalah pada tahun 1996, dalam sebuah upacara Partai Golkar, Ny Mien Sugandhi, Menteri Negara Urusan Peranan Wanita pada masa itu duduk berdampingan dengan Ny. Tien Soeharto.
• HARI INI, Kamis (23/5) Pesawat Wings Air Mendarat Perdana di Karimun, Begini Kondisi Bandara RHA
• 5 Perang Saudara Paling mengerikan, 3000 Orang Mati Dalam sehari
• Sejarah Hari Lahir Pancasila 1 Juni, Ditetapkan Sebagai Hari Libur Nasional Sejak Tahun 2017
• 7 Penyebab Rusuh 22 Mei Versi Polri. Temuan Amplop Dari Perusuh Diselidiki
Ibu Tien tiba tiba berkata, "Tolong katakan kepada ... (ia menyebut salah seorang petinggi Golkar), agar Pak Harto jangan menjadi presiden lagi. Sudah cukup, sudah cukup. Beliau sudah tua.""Lo, kalau begitu siapa yang mumpuni untuk menggantikan beliau?" Mien Sugandhi terkejut dan bertanya."Biarlah itu diserahkan dan ditentukan oleh Pemilu saja. Aku sudah tidak mau lagi. Aku mau pergi, aku lungo (pergi). Pokoke aku lungo," kata Ny. Tien.
April 1996 Ny. Tien benar-benar pergi untuk selama-lamanya. Maret 1998 Pak Harto tetap dipilih menjadi presiden.
Perubahan memaksa Soeharto berhenti.
Mien membatin, "Seandainya orang-orang yang dulu diberi pesan oleh Ibu Tien mendengarnya."
Tak selamanya Ny. Tien serius. Brigjen Eddie M. Nalapraya, mantan wagub DKI, bercerita tentang pengalamannya sewaktu mendampingi Pak Harto memancing di Pelabuhan Ratu.
Ketika mobil hendak berangkat, sang nyonya mengetuk kaca persis di posisi Eddie duduk."Siap! Saya Bu," kata Eddie setelah kaca diturunkan."Jangan memancing ikan yang rambutnya panjang ya!" pesan Ny. Tien.Hubungan Eddie dan keluarga Soeharto terbilang dekat.
Anak-anak Soeharto mudah merajuk kepadanya untuk memintakan izin bepergian kepada ayahnya.
Ketika Eddie melaporkan kenaikan pangkatnya, Ny. Tien Soeharto langsung mengambil sapu tangan dan mengelap bintang di pundak Eddie.
"Sungguh, saya terharu. Tidak ada pengawal lain yang diperlakukan seperti itu."Lain kisah bersumber dari Des Alwi, tokoh pergerakan asal Bandaneira, Maluku.
Des mengenal Soeharto ketika ditugasi oleh ayah angkatnya, Sutan Syahrir, untuk melakukan konsolidasi dengan sesama pemuda perjuangan setelah Indonesia merdeka.
Tahun 1949, saat di Yogyakarta, ia sering berdiskusi dengan para pemuda yang bermarkas di Pathuk. Di situlah ia mengenal Soeharto."Soeharto cukup akrab dengan pemuda setempat, Faisal Abdaoe, yang kala itu berusia 15 tahun. Saya mendengar suatu saat Soeharto mengajak Faisal naik mobil dan memarkirnya untuk mengamati gerak-gerik tentara Jepang di markas mereka di Malioboro."
"Tiba-tiba mendekat tentara Jepang yang mencurigai mereka. Segera Soeharto melilitkan kain scarf yang dibawanya, lantas memeluknya seperti orang pacaran. "Ha, ona aremaska (Hah, ada perempuan ya)?!' teriak serdadu itu sambil berlalu dari tempat itu," cerita Des Alwi.Soal bahasa, Maftuh Basyuni menceritakan bahwa Pak Harto memiliki kemampuan bahasa Inggris yang bagus. "Jangan salah. Memang kalau di PBB berbahasa Indonesia demi kebanggaan bangsa."
Hal yang sama dikatakan oleh Amoroso Katamsi saat mengikuti aktivitas Pesiden Soeharto untuk melakukan pengamatan sebelum memerankan tokoh itu dalam Pengkhianatan G30S/PKI (Arifin C. Noer, 1984).
"Saat menjelaskan soal peternakan sapi di Tapos kepada tamu-tamu dari Australia, ternyata Pak harto berbicara sangat lancar dalam bahasa Inggris," kata Laksamana Pertama TNI ini.Pak harto pun rajin mencatat. Setiap kunjungan ke daerah ia melengkapi diri dengan buku catatan.