Begini Gambaran Kehidupan Kota di Pulau Jawa di Awal Abad 20, Tetangga Rumah Orang Eropa
Kita ikuti saja kesan-kesan Augusta de Wit, seorang wanita Eropa yang mendarat di Tanjungpriok pada awal abad ini dari bukunya Java, Facts and Fancies
TRIBUNBATAM.id - Bagaimana wajah Jakarta dan penduduknya pada dekade pertama abad 20?
Ternyata seperti dunia lain bagi kita, walaupun ada juga hal-hal yang masih sama dengan sekarang.
Kita ikuti saja kesan-kesan Augusta de Wit, seorang wanita Eropa yang mendarat di Tanjungpriok pada awal abad ini dari bukunya Java, Facts and Fancies (1921).
Bukunya dicukil oleh Helen Ishwara dan dimuat di Majalah Intisari edisi Maret 1999.
Setiba di Pelabuhan Tanjungpriok, saat akan naik ke kereta api, saya sadar bahwa keadaan di sini berbeda dibandingkan dengan negeri mana pun. Tidak ada yang berebut, berteriak, atau bergegas. Kuli-kuli yang bertelanjang kaki dengan santai memanggul peti-peti besar kepunyaan penumpang kapal.
• Sidang Money Politik Caleg Gerindra di PN Batam Jadi Tontotan Orang Ramai
• Raffi Ahmad dan Keluarga ke Australia, Ini Destinasi Pertama yang Dikunjungi Saat di Sydney
Dengan sabar pula mereka menunggu di kantor dan di peron. Kalau ada orang Eropa yang menganjurkan untuk bergegas, mereka memandang dengan wajah yang keheranan. Kenapa "orang Belanda" ini sangat tidak sabar? Waktu 'kan banyak. Seakan-akan tidak ada hari esok saja. Tergesa-gesa malah celaka nanti!
Akhirnya kereta berangkat juga, melewati daerah setengah hutan dan setengah rawa. Di sebelah kanan terdapat kanal yang panjang, lurus, dan airnya kehitaman. Saya tiba di stasiun Batavia saat matahari sudah terbenam.
Saya memanggil salah satu kereta kecil beroda dua yang menunggu di depan stasiun. Bentuknya aneh. Lenteranya besar-besar. Kudanya kecil. Kereta itu lewat di jalan besar yang tepi-tepinya dipayungi pepohonan.
Sementara itu burung-burung berkicau dengan cerewetnya di antara dedaunannya. Kadang-kadang tercium bau bunga di udara yang tidak berangin. Bunganya sendiri tidak kelihatan.
Dalam kegelapan kami melewati gedung tinggi berwarna putih. Konon itu kediaman gubernur jenderal. Setelah jembatan, dari belokan, tampak sederet jendela toko yang terang benderang di sebelah kiri jalan. Ada juga gedung perkumpulan.
Di kanan jalan ada kanal yang diterangi lampu-lampu jalan. Banyak orang berjalan-jalan. Kereta-kereta lewat membawa kaum wanita. Saya sudah tiba di tujuan saya, di Rijswijk (sekarang Jl. Majapahit - Red.) yang terletak di pinggiran Kota Batavia.
Mulut kebakaran
Siang hari cahaya matahari sangat terik. Penjual air yang berkain dan bertelanjang dada lewat memikul kaleng-kaleng air. Bahunya yang coklat berkilat-kilat. Ada juga yang memanggul pikulan bunga, buah, cita, dan batu akik. Kepala mereka dilindungi dengan topi jerami yang lebar dan berbentuk jamur.
Lewat pula orang-orang Arab yang berwajah serius dan orang-orang Cina yang mengobrol sambil tangan mereka tidak henti-hentinya digerakkan.
Orang-orang Eropa- sebaliknya tidak kelihatan, kecuali yang lewat dengan bermacam- macam kereta. Rupanya, mereka tidak tahan akan teriknya matahari.
