Tiga Hari Tiga Malam Tidur Pendaki Ini Tak Nyenyak karena Dihantui Seonggok Tulang di Merapi

Tak disangka, dalam perjalanan turun, mereka justru menemukan seonggok tulang yang ternyata bagian tubuh manusia

Editor: Mairi Nandarson
Foto dokumentasi Grama Buana Adventure
Proses penggalian tulang belulang yang ditemukan pendaki komunitas Grama Buana, tak begitu jauh dari Puncak Merapi. 

BATAM.TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Kabut tipis menyelimuti kawasan Kinahrejo, Kamis (6/10) petang setelah gerimis sempat turun beberap saat.

Udara dingin pun menyergap dusun teratas di lereng Gunung Merapi yang dulunya tempat bermukim juru kunci gunung berapi tersebut, Mbah Maridjan.

Lantunan doa terdengar jelas dari sebuah pendopo, dilantunkan sejumlah orang yang duduk bersila di dalam bangunan tersebut.

Mereka antara lain adalah anggota komunitas pecinta alam Grama Buana Adventure yang bermarkas di dusun tersebut.

Gelaran doa tersebut tak dilantunkan untuk kerabat keluarga yang telah meninggal dunia melainkan untuk arwah dari seonggok tulang manusia tanpa identitas yang ditemukan saat pendakian ke puncak Merapi.

"Kami ingin mendoakan agar jiwanya tenang di alam lain," kata seorang anggota Grama Buana, Nurul Amin Iskandar (33).

Nurul dan lima kawan lainnya pada pertengahan September 2016 lalu melakukan pendakian ke lewat jalur Kinahrejo atau di sisi selatan tubuh Merapi.

Tak disangka, dalam perjalanan turun, mereka justru menemukan seonggok tulang yang ternyata bagian tubuh manusia.

Lokasinya berada di padang pasir dan kerikil, sekitar 100 meter di bawah puncak.

Letaknya sekitar dua jam perjalanan di atas hutan Kendhit, batas teratas vegetasi di lereng selatan Merapi.

Tulang Betis

Sebentuk tulang betis mencuat dari timbunan pasir dan batu dan langsung menarik perhatian mata Deni riswanto alias Beben (29), anggota pendakian lainnya yang bersama Nurul bertugas sebagai tim penyapu rombongan.

Beben semula mengira batang tulang itu sebagai pipa air dan mencabutnya. Tak disangka, benda itu ternyata sebatang tulang berukuran cukup besar.

Dikira tulang hewan, keduanya lalu meletakkannya kembali di atas batu lalu melanjutkan perjalanan turun pulang.

"Saat itu kami tidak berani berspekulasi atau bertindak lebih jauh. Kabut mulai turun dan hawanya sangat dingin.
Kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan pulang saja," kata Nurul.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved