Sepanjang 2016, Kolam Bekas Tambang di Bintan Tewaskan 4 Anak. Mengapa Bisa Terjadi?
Jika dihitung, sepanjang 2016, kolam terbuka bekas tambang di Bintan telah membunuh empat anak di Bintan. Semua korban masih berusia belasan tahun.
Bastian, warga Gunung Kijang, memantau, sepanjang 2016, terjadi peningkatan 20 persen galian bekas tambang dibiarkan terbuka di wilayah tempat dia tinggal.
Peningkatan itu akibat aktifitas tambang pasir, baik yang dibuka samar-samar atau terang- terangan.
"Para penambang itu pergi begitu saja ketika pasirnya habis. Jadilah lubang galian itu menjadi kolam terbuka yang rawan, terutama bagi anak anak," kata dia.
Keberadaan pertambangan pasir liar di Bintan juga merugikan daerah dari segi pendapatan terukur.
Baca: Semua Aktifitas Pertambangan, Termasuk Tambang Remang-remang Akan Kena Pajak. Ini Alasannya
Data Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Daerah (DPPKD) Bintan, kerugian tambang liar tak terdata diperkirakan mencapai Rp 5,8 miliar.
"Ada kerugian Rp 5,8 miliar karena penambang tak menyetor pajak galian. Dari puluhan aktifitas, hanya ada dua perusaaan yang membayar pajak. Mereka adalah perusahaan yang terdaftar," kata Adi Prihantara, Kadis DPPKD Bintan, belum lama ini.
Di luar perusahaan resmi, ada 90-an aktifitas galian di Bintan tak terdata alias tak mengantongi izin resmi.
Jumah itu tersebar hampir di semua kecamatan di Bintan.
Sampai kapankah ini dibiarkan?
