Mahmud Riayat Syah Pahlawan Nasional
Sultan Mahmud Riayat Syah: Strategi Gerilya Laut dalam Perang
Serangan lanun yang tiba-tiba itu membuat benteng pertahanan Belanda di Tanjungpinang tidak berfungsi maksimal.
“Benteng Belanda yang dijaga satu garmizum berkekuatan hampir 200 orang digempur dan hancur. Residen David Ruhde dan serdadunya dipaksa menyerah dan diancam dalam tempo tiga hari harus segera ke Malaka,” demikian ditulis dalam buku “Sejarah Kejuangan dan Kepahlawanan Sultan Mahmud Riayat Syah (2012)” halaman 65.
Tidak hanya sampai di situ, seluruh benteng pertahanan di rusak dan peralatan perang seperti meriam pun diambili alih dan disita oleh para lanun untuk diserahkan kepada Yang Dipertuan Besar Kesultanan Sultan Mahmud Riayat Syah dan Yang Dipertuan Muda Raja Ali.
Baca: WADUH! Ratusan Orang di Tanjungpinang Jadi Kader Ganda Parpol. Ini Temuan KPU
Aksi itupun membuat Kompeni Belanda tidak berkutit dan meninggalkan Tanjungpinang dengan kepala tertunduk. Bahkan, Residen David Ruhde pergi meninggalkan Tanjungpinang hanya dengan berbekal pakain di badan serta beberapa barang penting pribadinya saja.
Kemenagan itu membuat seluruh pasukan bala bantuan untuk Kerajaan Riau-Johor-Pahang bergembira.
Demikian pula kegembiraan yang bagi Yang Dipertuan Besar Kesultanan Sultan Mahmud Riayat Syah dan Yang Dipertuan Muda Raja Ali.
Strategi perang gerilya laut itu dinilai peneliti sebagai taktik jitu dalam melawan Belanda yang selalu menekan sultan untuk tunduk dan mengikuti segala perintah Belanda.
Baca: Bikin Merinding! Di Tengah Laut, Secara Mistis Sultan HB IX ‘Meramal’ Akan Terjadinya Bencana G30S!
Namun, usai perang Riau itu, justru Sultan Mahmud Riayat Syah mengatur strategi berbeda karena ia tahu watak Belanda yang selalu ingin balas dendam.
Antisipasinya dilakukan dengan berhijrah ke Daik Lingga dan daerah-daerah lainnya. Strategi hijran ini juga memiliki keunikan. (*)
Baca Selanjutnya: Sultan Mahmud Riayat Syah: Hijrah ke Daik Lingga