Di Tengah Derasnya Warganet 'Hardik' Jennifer Dunn, Wanita Ini Justru Minta Berhenti Menyalahkannya

Di tengah derasnya warganet yang mencibir Jendunn, ada sejumlah lainnya yang justru "membela" Jendunn dan minta tidak menyalahkannya.

Kolase
Jennifer Dunn dan Faisal Haris 

Baca: VIRAL! Anak Faisal Harris Pukul dan Jambak Jennifer Dunn di Mal. Apa yang Terjadi?

Baca: Jennifer Dunn dan 4 Hal Kontroversial yang Bikin Geleng Kepala

Tentu rasanya hati bak dicabik-cabik pakai golok plus gergaji ketika seorang istri tahu suaminya telah mengkhianati kepercayaannya. Ditambah lagi pertanyaan kepada diri sendiri, “Salah kita apa?”

Banyak perempuan yang tak sanggup menghadapi rasa yang bercampur antara sedih, kecewa, marah dan sisa-sisa rasa sayang kepada pasangannya. Akhirnya lebih mudah melampiaskan kemarahan kepada orang lain. Sasaran paling utama, si perempuan selingkuhan.

Perselingkuhan adalah hal yang kompleks dan pasti menyakitkan bagi yang diselingkuhi maupun keluarga yang bersangkutan. Mbak Sarita dan Shafa, saya turut sedih atas permasalahan yang sedang terjadi. Saya mohon maaf bila postingan ini menyinggung perasaan kalian. Kalian yang sedang membaca ini dan sedang berada sebagai pihak yang diselingkuhi, ketahuilah bahwa perasaan-perasaan negatif yang berkecamuk di dada merupakan bagian dari proses penyembuhan diri. 

Tammy Nelson PhD, pengarang buku The New Monogamy memaparkan bahwa rasa sakit akibat perselingkuhan dipicu oleh kehilangan harapan atas masa depan yang sudah dibangun.

Apapun mimpi bersama yang sudah dibuat, apakah itu tetap mesra saat tua, memiliki cucu dan menjelajah dunia, perselingkuhan telah mengobrak-abrik impian masa depan dengan pasangan. Berduka adalah proses mengikhlaskan impian-impian tersebut. Sekaligus memberikan ruang bagi masa depan baru untuk move on.

4. Kecenderungan memperlakukan hubungan seperti kepemilikan barang

Setiap kali seorang mantan pacar saya berkata, “Kamu milikku,” sejujurnya dahi semacam mengernyit. Kenapa, sih, menjalin hubungan dengan seseorang maka itu berarti kita adalah ‘kepunyaannya?’ Dalam bayangan saya ‘milik’ itu terasa transaksional dan penuh dengan unsur posesif. Begitu sudah menjadi ‘milik’ maka ia laksana barang yang harus selalu ada.

Seberapapun kita melekatkan serangkaian kewajiban yang harus dipatuhi tiap pihak dalam pernikahan, nyatanya sebuah hubungan terdiri dari manusia yang tetap memiliki kebebasan menentukan pilihan setiap hari.

Seperti halnya tiap hari kita sebagai manusia dihadapkan pada pilihan mau pakai baju apa. Rok atau celana? Warna hitam atau putih? Begitu pula dalam pernikahan. Mau jujur atau bohong? Mau pulang cepat bertemu keluarga atau nonton bersama perempuan lain?

Menggunakan konsep ‘pencuri’ ‘perebut’ atau ‘perusak’ adalah sama dengan menganggap lelaki sebagai pihak tak berdaya nan pasif serta innocent dalam perselingkuhan.

Saya jarang mengingat pelajaran masa kuliah di Psikologi UI. Tapi saya ingat sekali dengan omongan mas Rudolph Matindas, atau akrab dipanggil Mas Budi. “Kesetiaan itu soal kemauan, bukan keharusan.”

5. Kesulitan bercerai di Indonesia

Perempuan yang mengajukan cerai di Indonesia akan mengalami proses yang lama dan bertele-tele, terutama bila pihak lelaki belum menyetujui prosesnya. Di awal proses, pihak pengadilan agama akan cenderung menganjurkan melakukan mediasi.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved