Korupsi Proyek KTP Elektronik

Kunci Kemenangan Proyek E-KTP Adalah Irman, Setya Novanto dan Adik Gamawan Fauzi

Saat diperiksa sebagai terdakwa dalam kasus tersebut, Andi Agustinus mengungkapkan tiga orang yang menjadi kunci pengendalian proyek E-KTP

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Ketua DPR yang juga tersangka kasus korupsi e-ktp Setya Novanto menggunakan rompi oranye tiba di gedung KPK, Jakarta, Minggu (19/11/2017) malam. Setya Novanto resmi ditetapkan menjadi tersangka terkait kasus korupsi KTP Elektronik. 

TRIBUNBATAM.id, JAKARTA - Keterlibatan Setya Novanto dalam pusaran korupsi proyek E-KTP kembali terkuak.

Saat diperiksa sebagai terdakwa dalam kasus tersebut, Andi Agustinus mengungkapkan tiga orang yang menjadi kunci pengendalian proyek E-KTP dalam tiga tahun anggaran, yakni 2011-2013.

Pengusaha ini menyebutkan bahwa ada tiga orang yang menjadi kunci proyek tersebut.

Pertama adalah Irman, mantan Direktur Jenderal Kependudukan Kementerian Dalam Negeri.

Orang kedua adalah Azmin Aulia, adik Menteri Dalam Negeri 2009-2014 Gamawan Fauzi.

Ketiga, Setya Novanto yang saat itu menjabat sebagai ketua fraksi Partai Golkar DPR membantu menggolkan anggaran di DPR RI.

Baca: TERUNGKAP! Hampir Rp 100 Miliar Uang Suap Proyek E-KTP dari Andi Narogong Mengalir ke DPR

Baca: Setya Novanto Keluar dari RSCM Pakai Kursi Roda, Tiba di KPK Sudah Pakai Rompi Oranye

Setya Novanto sendiri sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan KPK, setelah penetapan tersangka sebelumnya dimentahkan dalam gugatan praperadilan.

 "Jadi kemenangan e-KTP kuncinya ada di Pak Irman, pejabat Depdagri, dan pada Azmin Aulia. Saya melihat demikian. Kalau Pak Novanto membantu anggaran," kata Andi Narogong di Pengadilan Negeri Tindak Pidan Korupsi, Jakarta, Kamis (30/11/2017).

Irman, kata Andi, berperan dalam penentuan fee 10 persen. 5 persen untuk pejabat di Kementerian Dalam Negeri dan 5 persen untuk DPR RI.

Sementara Azmin Aulia untuk mengamankan abangnya, Gamawan. Azmin disebut menerima ruko dari Direktur PT Sandipala Arthapala Paulus Tannos.

Sementara Novanto bertugas di parlemen. Dia jugalah yang mengatasi, saat Konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) kesulitan mencari uang muka proyek e-KTP karena Irman marah.

"Saya hanya melihat (Setya Novanto) membantu memuluskan anggaran, Yang Mulia," kata Andi Narogong.

Andi juga mengakui adanya kerugian negara akibat korupsi pengadaan e-KTP tersebut.

Dari anggaran e-KTP, Andi Narogong menyebut sebesar 5 persen dialirkan ke DPR dan 5 persen dialirkan pejabat di Kementerian Dalam Negeri.

Negara juga rugi 10 persen karena konsorsium mendapat keuntungan 10 persen.

"Berdasarkan hitungan-hitungan konsorsium yang dilaporkan, kami ada selisih 20 persen. 10 persen untuk keuntungan perusahaan, 10 persen untuk fee yang harus ditanggung," kata Andi.

Hakim Ketua Jhon Halasan Butar Butar mengatakan, keuntungan perusahaan akan dianggap sebagai kerugian negara apabila tendernya bermasalah.

"Itu sudah sering. Katanya kalau ada kecurangan dalam memenangkan tender itu, mereka tidak berhak mendapat keuntungan apapun," kata Jhon Halasan Butar Butar.

"Siap, Yang Mulia," kata Andi Narogong.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved