MESKI Menang Telak Soal Yerusalem di PBB, Voting Itu Dinilai tak Mengikat. Apa Saja Implikasinya ?

Sayangnya, resolusi yang dihasilkan dari sidang darurat Majelis Umum PBB seperti itu tak memiliki kekuatan hukum mengikat.

AP
Hasil voting Majelis Umum PBB untuk menentang keinginan Amerika Serikat untuk menjadikan Yerusalem sebagai ibukota Israel 

“(Hasil voting di) Majelis Umum PBB menunjukkan aspirasi dunia in a true sense,” ujar Hikmahanto.

Prosedur “uniting peace” dan hak veto

Resolusi PBB 377 yang terbit pada 1950 menjadi payung hukum penyelenggaraan sidang darurat Majelis Umum PBB dalam hal Dewan Keamanan PBB gagal membuat resolusi terkait perdamaian karena penggunaan hak veto.

Langkah seperti ini dikenal sebagai prosedur “uniting for peace”.

Sepanjang sejarah PBB, prosedur tersebut telah dipakai 11 kali, sudah termasuk sidang darurat pada Kamis itu. Selain sidang pada Kamis, sidang lain berlangsung pada 1-10 November 1956, 4-10 November 1956, 8-21 Agustus 1958, 17-19 September 1960, 17-18 Juni 1967, 10-14 Januari 1980, 22 Juli 1980-24 September 1982, 13-14 September 1981, 29 Januari-5 Februari 1982, dan April 1997-16 Januari 2009.

Pemungutan suara di Dewan Keamanan PBB, Senin (18/12/2017), untuk resolusi yang menentang langkah Amerika Serikat mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Meski didukung 14 dari 15 negara anggota Dewan Keamanan PBB, resolusi itu gagal terbit karena Amerika menggunakan hak vetonya.(un.org/UN Photo/Kim Haughton)

Dari 11 kali penggunaan prosedur “uniting for peace” itu, hanya empat di antaranya yang tidak terkait dengan situasi di Timur Tengah, khususnya berkaitan dengan relasi Palestina dan Israel.

Keempat sesi sidang darurat tersebut membahas Hongaria (1956), Congo (1960), Afghanistan (1980), dan Namibia (1981). 

Sebagai catatan, sidang darurat Majelis Umum PBB dalam payung prosedur ini mensyaratkan dukungan dari 7 (tujuh) anggota Dewan Keamanan PBB untuk dapat digelar.

Sampai tulisan ini dibuat, Dewan Keamanan PBB beranggotakan 15 anggota dengan 5 (lima) di antaranya adalah anggota tetap.

Anggota tetap Dewan Keamanan PBB adalah Amerika Serikat, Inggris, Rusia, Perancis, dan China. Masing-masing anggota tetap ini memiliki hak veto.

Merujuk dokumen di Dag Hammarskjöld Library, Perpustakaan PBB—dapat dilihat di link http://research.un.org/en/docs/sc/quick/veto —hak veto pertama kali digunakan pada  16 Februari 1946, diajukan oleh Uni Soviet, negara yang setelah pecah berubah nama menjadi Rusia. 

Per 18 Desember 2017—saat Amerika Serikat menggunakan hak vetonya atas rancangan resolusi yang menentang langkah Amerika mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel—penggunaan hak veto di Dewan Keamanan PBB tercatat sebanyak 246 kali. Dari jumlah itu, 80 veto datang dari Amerika Serikat.

Per Desember 2017, 10 anggota tidak tetap PBB adalah Bolivia (keanggotaan hingga 2018), Mesir (2017), Ethiopia (2018), Italia (2017), Jepang (2017), Kazakhtan (2018), Senegal (2017), Swedia (2018), Ukraina (2017), dan Uruguay (2017). 

Sumber: Kompas.com
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved