HEBAT! Ilmuwan ITB Ini Ubah Bungkus Mi Instan jadi Minyak untuk Kompor. Harganya Sangat Murah!
Bayangkan jika sampah plastik di rumah Anda bisa diubah menjadi bahan bakar minyak (BBM) dan digunakan untuk memasak.
"Kalau lihat sejarahnya, plastik asalnya dari minyak bumi. Sebetulnya yang kita lakukan hanyalah mengonversi si plastik itu ke asalnya, minyak bumi," kata Pandji kepada wartawan di Bandung, Julia Alazka.
Pandji mengawali proyek penelitiannya ini dengan maksud mengurangi sampah plastik, mengingat Indonesia menyandang predikat sebagai negara penghasil sampah plastik terbesar di dunia setelah Cina.
Target Pandji adalah sampah plastik rumah tangga, seperti bungkus mi instan, bungkus kopi, dan kemasan plastik berjenis polypropylene (PP) lainnya.
"Jenis plastiknya sebetulnya bisa apa saja, yang paling tidak disarankan adalah Polivinil Khlorida karena PVC akan terlarut di dalam minyaknya. Kalau itu dibakar risikonya lebih tinggi. Tapi buat plastik-plastik yang tidak digunakan seperti bungkus mie instan, bungkus kopi, itu kebanyakan polypropylene dan itu relatif tidak sulit untuk diproses," papar pria kelahiran 1979 ini.
Reaktor Pirolisis dapat mengolah sampah plastik rumah tangga, seperti bungkus mi instan, bungkus kopi, dan kemasan plastik berjenis polypropylene (PP) lainnya.
Pengganti minyak tanah. Foto: JULIA ALAZKA
Dengan tabung berukuran dua liter, reaktor pirolisis yang dikembangkan Pandji mampu 'menyulap' 200 gram bungkus mi instan menjadi 120 mililiter minyak.
Minyak itu dihasilkan dalam proses pemanasan selama dua jam.
Ketika diuji coba, minyak hasil olahan bungkus mi instan itu bisa mendidihkan air sebanyak 200 mililiter dalam waktu kurang dari tiga menit.
Minyak sampah plastik, kata Pandji, lebih cocok dipakai sebagai pengganti kerosin atau minyak tanah dibanding bensin.
Sebab, minyak yang dihasilkan bersumber dari sampah plastik sudah tercampur dengan zat lain, sehingga berisiko bila digunakan sebagai bahan bakar kendaraan bermotor.
Sedangkan dari sisi ekonomi, harga minyak sampah plastik sulit bersaing dengan bensin dan solar yang masih disubsidi.
"Kita tahu harga minyak tanah sekarang sekitar Rp13 ribu perliter. Jadi sebetulnya dari sisi itu, ini bisa jadi substitusi minyak tanah yang ekonomis. Bisa dijual di kisaran Rp5000 per liter," ujar Pandji.
Reaktor pirolisis yang belum diberi nama itu, menurut Pandji, memberi manfaat bagai 'dua lalat tertangkap dengan sekali tepuk', sampahnya hilang, minyaknya dapat.
Ke depan, dia berharap bisa merancang reaktornya dengan konsep yang portabel dan komunal agar bisa digunakan masyarakat di daerah yang tidak memiliki akses terhadap bahan bakar cair, tapi memproduksi banyak sekali sampah plastik.