Pilpres 2019
Nasib Partai Demokrat Hanya Hitungan Jam. Jika Tak Pastikan Koalisi Akan Dicoret di Pemilu 2024
Partai Demokrat terjebak dalam smalakama politik setelah patah arang dalam penentuan Capres dan Cawapres Prabowo Subianto di Pilpres 2019.
TRIBUNBATAM.id, JAKARTA - Partai Demokrat terjebak dalam smalakama politik setelah patah arang dalam penentuan Capres dan Cawapres Prabowo Subianto di Pilpres 2019.
Prabowo dengan tiga partai pengusung, yakni Partai Gerindra, PKS dan PAN sepakat untuk mengusung Prabowo-Sandiaga Uno sebagai capres-cawapres untuk Pilpres 2019.
Partai Demokrat sebelumnya mencalonkan Agus Harimurti Yudhoyono sebagai cawapres, namun PAN dan PKS menolak.
Sementara itu, Partai Demokrat juga menolak sembilan calon PKS, termasuk Salim Segaf Al Jufri, nama terakhir yang tersisa dari daftar Cawapres Prabowo.
Namun belakangan, Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno melakukan manuver dan akhirnya diumumkan sebagai cawapres oleh Prabowo.
Baca: Tak Boleh Abstain, Majelis Tinggi Partai Demokrat Sidang Jumat Pagi untuk Tentukan Arah Koalisi
Baca: Hary Tanoe Sebut Koalisi Pemerintah Telah Menutup Pintu bagi Partai Demokrat
Baca: Andi Arief Sebut Demokrat Tolak Sandiaga Uno Jadi Cawapres Prabowo
Munculnya nama Sandi diungkapkan sendiri oleh Wakil Sekjen Partai Demokrat Andi Arief pada Rabu (8/8/2018) lalu melalui akun Twitternya.
Andi bahkan menuduh Sandi membayar PAN dan PKS Rp 500 miliar dan menyebut Prabowo sebagai "jenderal kardus".
Cuitan Andi Arief ini kemudian heboh di media sosial.
Prabowo bahkan sampai dua kali menyambangi Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono di Kuningan, Kamis, yakni siang hari dan Kamis malam, menjelang deklarasi di kediamannya.
Hingga deklarasi Prabowo-Sandiaga berakhir, Demokrat belum menyampaikan sikap resminya.
Di linimasa Twitter, para elite Demokrat terbelah dalam hal ini. Ada yang mendukung Jokowi ada ada juga yang menolak.
Namun Ketua Divisi Komunikasi Partai Demokrat Imelda Sari K menyatakan bahwa majelis Tinggi PD akan bersidang pada Jumat pagi untuk menentukan sikap.
Bagaimanapun, Demokrat tetap harus menentukan arah koalisi karena untuk membentuk poros baru sudah tidak mungkin lagi karena tidak ada partai lain yang tersisa.
Sementara, di sisi lain, setiap partai diwajibkan oleh Undang-undang untuk mengajukan capres dan cawapres.
Jika pada Pemilu 2019 lalu Partai Demokrat memilih netral, namun pada Pemilu 2019 ttidak bisa lagi, mereka wajib menentukan capres-cawapres.
Hukumannya pun tidak main-main, kepesertaannya akan dibatalkan di Pemilu berikutnya.
Hal itu diatur dalam pasal 235 ayat 5 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Bunyinya: "Dalam hal partai politik atau gabungan partai politik yang memenuhi syarat mengajukan pasangan calon tidak mengajukan bakal pasangan calon, partai politik bersangkutan dikenai sanksi tidak mengikuti pemilu berikutnya".
Masalahnya, kemana Partai Demokrat akan berlabuh?
Jika ingin bergabung dengan kubu Jokowi, tentunya akan sulit, karena sembilan partai pendukung Jokowi menyatakan pintu sudah tertutup bagi Demokrat.
Hali ni dikatakan oleh Ketua Umum PPP Romahurmuziy.
Romahurmuziy mengungkapkan, hingga detik terakhir penentuan cawapres Partai Demokrat belum juga bergabung.
Padahal partai pendukung Jokowi telah memberi kesempatan.
"Kita sudah memberi kesempatan sampai dengan tadi, sebelum di sini kita membahasnya dalam kesempatan yang lebih terbatas," ungkap Romy.
"Dan kita belum mendapatkan sinyal dari partai demokrat sama sekali tentang akan bergabung," tambah Romy.
Di sisi lain, untuk bergabung dengan koalisi Prabowo-Sandi juga akan sulit meskipun peluang itu masih terbuka.
Kunjungan Prabowo dua kali ke kediaman SBY menunjukkan keinginan Ketua Umum Gerindra itu agar Demokrat tetap berada dalam koalisi yang sudah dibangun.
Namun, Wakil Sekjen Partai Demokrat Andi Arief melalui akun Twitternya, pada Kamis tengah malam, menyebutkan bahwa Partai Demokrat menyatakan tidak berkoalisi dengan Pak Prabowo dalam Pilpres 2019.
"Bagi Pak Prabowo penghianatan itu hal biasa, bagi Partai Demokrat itu hal Prinsip," cuit Andi.
Namun yang jelas, Partai Demokrat harus memilih, tetap berada di kubu Prabowo atau pindah ke kubu Jokowi.
Itu pun juga membutuhkan energi yang besar bagi SBY karena waktunya hanya dalam hitungan jam saja.
Sebab, dua kubu yang akan mendaftarkan calonnya pada "Jumat keramat" ini, hari terakhir pendaftaran calon presiden dan wakil presiden ke KPU.