SEJARAH
Hari-hari Menjelang Peristiwa G30S/PKI Lagu Genjer-genjer Adalah yang Paling Populer Saat Itu
Pada 30 September itu dimuat berita tentang demontrasi yang dilakukan oleh 100.000 orang yang menuntut pencoleng-pencoleng ekonomi
TRIBUNBATAM.id - Ternyata banyak juga orang yang sudah lupa pada keadaan waktu itu. Buktinya waktu kami tanyakan kepada beberapa orang berapa gaji mereka waktu itu, banyak yang tidak tahu.
Berikut ini tulisan Siswadhi berjudul, Hari-hari Sekitar Tanggal 30 September 15 Tahun yang Lalu, seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi September 1980.
--
Sementara segelintir orang menikmati hiburan di tempat yang paling tinggi di Jakarta, kehidupan sehari-hari rakyat merana. Keadaan ekonomi makin bobrok.
Keperluan hidup sehari-hari terus membubung karena inflasi merajalela. Bagi rakyat biasa kenyataannya ialah bahwa harga-harga selalu naik dari hari ke hari, minggu ke minggu.
Baca: Kisah Putri Jenderal Ahmad Yani, Korban G30S/PKI, Dari Trauma Kini Berdamai dengan Keluarga PKI
Baca: Kisah Tak Terungkap Film G30S, Kies Slamet Perankan Seorang Jenderal, Segini Bayarannya
Baca: Kisah Pierre Tendean Sebelum Jadi Korban G30S/PKI. Menyusup ke Malaysia, Jadi Mata-mata
Yang paling parah ialah orang yang harus hidup dari gaji. Beras dan minyak tanah sukar didapat.
Pemerintah membagikan kedua komoditi ini dengan harga resmi tetapi dalam jumlah kecil.
Akibatnya di mana-mana terlihat rakyat antri beras atau minyak tanah.
Tanggal 30 September 1965 sebuah surat kabar ibukota memuat catatan harga keperluan sehari-hari yang didapat, dari pasaran beberapa hari sebelumnya.
Bicara tentang harga-harga, menjarig kurang relevan kalau tidak dibandingkan dengan pendapatan orang.
Seorang rekan yang waktu itu bekerja sebagai guru SD di Jakarta, di belakang Hotel Indonesia teringat bahwa gajinya Rp 5000.
Seorang doktorandus ekonomi yang bekerja di bagian pembukuan sebuah perusahaan ekspor impor lebih mujur. Gajinya Rp150.000.
Pesuruh dan tukang masak di perusahaan yang sama mendapat Rp 20.000.
Seorang wartawan sebuah majalah kecil mendapat Rp 35.000. Sedangkan wartawan bujangan di majalah lebih besar mendapat Rp65.000.
Yang pasti tingkat gaji pada masa itu umumnya relatif lebih rendah dari sekarang.