Bisa Capai Israel, Iran Luncurkan Rudal dengan Jangkauan 1200 KM, Namanya Rudal Hoveizeh

Kendati membatasi jarak jangkauan rudalnya, namun rudal Iran dapat mencapai Israel maupun pangkalan-pangkalan negara Barat di Timur Tengah

Editor: Mairi Nandarson
IRAN DEFENCE MINISTRY
Rudal Hoveyzeh milik Iran yang memiliki jelajah 1200 km 

TRIBUNBATAM.id, TEHERAN - Di saat Amerika Serikat dan Rusia berseteru tentang perjanjian nuklir era Perang Dingin, Iran yang menjadi rival kedua negara, justru mengumumkan keberhasilan menggelar uji coba rudal jelajah terbarunya.

Bertepatan dengan peringatan 40 tahun revolusi Islam yang terjadi di negara itu pada 1979, Teheran mengumumkan telah sukses meluncurkan rudal jelajah yang mampu menjangkau jarak hingga 1.200 kilometer.

"Uji coba rudal jelajah Hoveizeh telah dilakukan dengan sukses pada jarak 1.200 kilometer dan secara akurat mampu mengenai sasaran," kata Menteri Pertahanan Iran, Amir Hatami, seperti dikutip stasiun televisi pemerintah, Sabtu (2/1/2019).

"(Rudal) ini bisa siap dalam waktu sesingkat mungkin dan mampu terbang pada ketinggian yang sangat rendah," tambahnya.

Rudal Hoveizeh, bagian dari kelompok rudal jelajah Soumar yang pertama kali diluncurkan pada 2015 dengan jangkauan 700 kilometer, itu disebut Hatami sebagai perpanjangan tangan Iran dalam mempertahankan negaranya.

Alasan Sakit, Vanessa Anggel Minta Penangguhan Penahanan Melalui Pengacaranya

Warga Jepang Resah, Kemunculan Ikan Laut Dalam (Oarfish) di Pantai Imizu, Pertanda Gempa & Tsunami?

Empat Orang Tewas Dalam Septic Tang, Begini Penjelasan Dokter Rumah Sakit

Link Live Streaming Arema FC vs Persita Tangerang di Piala Indonesia Minggu (3/2) Kick Off 19.00 WIB

Pengungkapan rudal jelajah itu menjadi bagian dari pameran persenjataan Iran yang diberi judul "Pencapaian Pertahanan selama 40 Tahun" yang digelar di Teheran.

Jarak jangkauan rudal jelajah Hoveizeh tersebut masih ada dalam batas jangkauan misil yang ditentukan Iran secara sukarela, yakni 2.000 kilometer.

Kendati membatasi jarak jangkauan rudalnya, namun rudal Iran masih dapat mencapai Israel maupun pangkalan-pangkalan negara Barat yang ada di Timur Tengah.

"Iran tidak memiliki niat untuk meningkatkan jangkauan rudalnya," kata sekretaris Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran, Laksamana Ali Shamkhani, Selasa (29/1/2019).

Nama rudal jelajah terbaru Iran tersebut mengambil dari sebuah kota di Provinsi Khuzestan barat daya yang hancur pada 1980-1988 dalam perang melawan pasukan Irak di bawah Saddam Hussein.

Iran saat ini masih terkekang oleh kesepakatan 2015 dengan negara-negara besar dunia dalam mengembangkan teknologi rudal balistik.

Di bawah Resolusi 2231 Dewan Keamanan PBB yang diadopsi untuk kesepakatan itu, menyerukan agar Iran tidak melakukan aktivitas yang berkaitan dengan rudal balistik yang akan memberinya kemampuan persenjataan nuklir.

Cara dan Tahapan Daftar SNMPTN 2019 di snmptn.ac.id hingga Cetak Kartu Peserta

Doakan Rafly, Rumah Korban Tenggelam di Jembatan 3 Barelang Ramai Dikunjungi Keluarga dan Sahabat

SEDANG BERLANGSUNG! Live Streaming PSM vs Kalteng Putra di Piala Indonesia, Mulai 15.00 WIB

AS telah berulang kali menuduh Iran melanggar resolusi dan kesepakatan, hingga akhirnya memutuskan menarik diri dari perjanjian itu pada Maret tahun lalu dan kembali memberlakukan sanksi terhadap Teheran.

Para pejabat Iran mengatakan, negara mereka kini sangat bergantung akan kemampuan rudal dan program misil mereka setelah sanksi Barat membuat angkatan udara mereka sangat terbatas karena ketiadaan suku cadang maupun pesawat pengganti.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Hoveizeh, Rudal Jelajah Terbaru Iran yang Mampu Menjangkau Jarak 1.200 Km" 

BREAKINGNEWS! Gempa 5,7 SR Guncang Ambon Maluku Minggu (3/2) Pukul 14.36 WIB. Ini Kata BMKG

Jokowi Mendadak Puji Ratna Sarumpaet, Tersangka Hoax, saat Dibuang Kubu Prabowo-Sandi

Terkait Rancangan Draf RUU Permusikan, Begini Kata Para Musisi Batam Ini

Uni Eropa Sebut Iran Tingkatkan Kegiatan Spionase Siber

Iran dimungkinkan untuk memperluas kegiatan spionase sibernya setelah hubungan dengan negara-negara Barat memburuk.

Pernyataan tersebut diungkapkan badan keamanan digital Uni Eropa dalam laporannya, Senin (28/1/2019). Demikian diberitakan Reuters dan dilansir Al Arabiya.

Peretas Iran diyakini berada di balik sejumlah serangan siber dan gerakan penyebaran informasi palsu di dunia maya, yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir.

Hal tersebut dilakukan sebagai upaya Iran untuk memperkuat pengaruhnya di wilayah Timur Tengah.

Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi: Kalau Tak Dukung Jokowi, Jangan Pakai Jalan Tol

Bangun Malam-malam Pakai Pakaian Seadanya, Dewi Perssik Beri Kejutan ke Sosok Ini

Warga Bintan Masih Rindu Ceramah Ustadz Abdul Somad : Pak Ustadz Kapan ke Bintan Lagi

Dikutip dari KOMPAS.com, Uni Eropa pada bulan ini telah menjatuhkan sanksi terhadap Iran, yang pertama sejak ditandatanganinya Kesepakatan Nuklir Iran pada 2015.

Sanksi tersebut dijatuhkan sebagai tanggapan atas uji coba rudal balistik oleh Iran dan serangkaian rencana pembunuhan yang dilancarkan Teheran di wilayah Eropa.

"Sanksi baru diberlakukan terhadap Iran kemungkinan akan mendorong negara itu untuk mengintensifkan kegiatan ancama siber yang didukung negara, dalam mengejar tujuan geopolitik dan strategis di tingkat regional," kata Badan Uni Eropa untuk Keamanan Jaringan dan Informasi (ENISA) dalam sebuah laporan.

Seorang pejabat senior Iran menolak laporan tersebut dengan mengatakan hal itu sebagai bagian dari perang psikologis yang dilancarkan AS dan sekutunya untuk melawan negaranya.

Laporan ENISA mencantumkan peretas yang disponsori negara Iran sebagai salah satu ancaman tertinggi terhadap keamanan digital di blok tersebut.

"China, Rusia, dan Iran adalah tiga pelaku siber paling mampu dan paling aktif yang terkait dengan spionase ekonomi," tulis laporan tersebut.

Baik Iran, Rusia, maupun China telah berulang kali membantah tuduhan AS bahwa pemerintah mereka melakukan serangan siber.

Pada November lalu, AS telah mendakwa dua warga Iran sebagai dalang serangan siber menggunakan ransomware yang dikenal dengan "SamSam", serta menjatuhkan dua orang lainnya yang membantu mencairkan uang tebusan dari Bitcoin menjadi rial Iran.

"Aktivitas siber diperkirakan meningkat dalam beberapa bulan ke depan, terutama jika Iran gagal menjaga komitmennya dengan Uni Eropa untuk kesepakatan nuklir 2015," kata ENISA.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Uni Eropa Sebut Iran Tingkatkan Kegiatan Spionase Siber" 
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved