Kopassus Pernah Kolaborasi Dengan 3 Jawara saat Misi Penyelamatan di Papua, Untuk Tangkal Ilmu Gaib

Kopassus merupakan salah satu Prajurit elit kepunyaan Indonesia. Kolaborasi Kopassus dengan warga sipil atau rakyat biasa dalam menyelesaikan sebuah

Editor: Eko Setiawan
Kolase/TribunJambi.com/Imgrum
Ilustrasi: 3 Pendekar Pernah Bantu Kopassus dalam Misi Penyelamatan di Papua 

Prabowo menganggap pencak silat merupakan antara sipil dan kehidupan militer.

“Pendidikan Pencak Silat dapat menjadi aspek penting memperkenalkan pertahanan negara Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta (Sishankamrata). Melalui Pencak Silat, kita dapat membuat masyarakat bersiap menjadi pertahanan negara dan Sishankamrata,” ungkapnya.

Sehingga, ide kolaborasi grup Silat dan militer kemudian diterapkan saat operasi pembebasan sandera Mapenduma, Papua.

Targetkan Partisipasi 78 Persen, Mendagri: TNI/Polri Bisa Gerakkan Masyarakat Hadir di TPS

Adik Bunuh Kakak di Depan Orangtua, Cuma Karena Tidak Terima Ditegur, Ini 6 Fakta Pembunuhannya

Liburan ke Jepang, Ariel Noah Perlihatkan Foto Alleia Anata Irham Saat Ski, Judika : Ariel Pelit

Duel Maut Prajurit Kopassus Melawan Petinggi Gerilyawan

Salah satu misi Kopassus yang menarik adalah upaya penangkapan petinggi Pasukan Gerilya Rakyat Serawak (PGRS) dan Pasukan Rakyat Kalimantan Utara (Paraku) sekitar tahun 1968-1974

Dalam misi tersebut, sempat terjadi duel maut antara pimpinan tim halilintar Kopassus, Kapten Hendropriyono melawan petinggi PGRS/Paraku yang bernama Ah San

Dilansir dari buku berjudul 'Operasi Sandi Yudha, Menumpas Gerakan Klandestin' yang diterbitkan Penerbit Buku Kompas tahun 2013, info soal Ah San akhirnya bocor melalui istrinya yang berkhianat, Tee Siat Moy.

Siat Moy mau membantu Kopassus dengan syarat Ah San tak dibunuh.

Maka, Hendro pun memimpin 11 prajurit Halilintar Prayudha Kopasandha (kini Kopassus) untuk meringkus Ah San hidup-hidup.

Mereka tidak membawa senjata api, hanya pisau komando sebagai senjata.

Hanya Hendro yang membawa pistol untuk berjaga-jaga.

Setiap personel dilengkapi dengan handy talky (HT).

3 Desember 1973 pukul 16.00, tim mulai merayap ke sasaran yang jauhnya sekitar 4,5 km melewati hutan rimba yang lebat.

Kecepatan merayap pun ditentukan. Kode hijau artinya merayap 10 meter per menit, kode kuning berarti lima meter per menit.

Sedangkan kode merah artinya berhenti merayap. Ditargetkan mereka bisa sampai di titik terakhir pukul 22.00.

Halaman
1234
Sumber: Suar.id
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved