Siswi SMP Dikeroyok 12 Siswi SMA Sampai Muntah Bahkan Terjadi Pelecehan. Keluarga Tolak Mediasi

Keluarga korban menyerahkan sepenuhnya permasalahan ini ke jalur hukum, untuk memberikan efek jera dan menolak mediasi

Twitter
Siswi SMP korban pengeroyokan dirawat di rumah sakit (kanan) dan para pelaku di kantor polisi (kiri) 

TRIBUNBATAM.ID, PONTIANAK - Kasus pengeroyokan siswi SMP berinisial AU (14) oleh 12 siswa SMA masih menjadi trending topic dunia di Twitter. Bahkan, therad kasus ini terus menjadi meluas.

Pasalnya, pengeroyokan siswi SMP oleh 12 siswa SMA ini tergolong brutal yang mengakibatkan korban mengalami pendarahan dan harus mendapat perawatan intensif di rumah sakit. 

Siswi SMP Dikeroyok 12 Siswa SMA di Pontianak. Berawal dari Masalah Asmara dan Celoteh di Facebook

Pengeroyokan Siswi SMP oleh 12 Siswa SMP, Walikota Pontianak Geram. Minta Kasus Diusut Tuntas

Pengeroyokan Siswi SMP oleh 12 Siswi SMA Jadi Trending Dunia. Korban Takut Lapor karena Diintimidasi

Padahal kasus tersebut sebenarnya terjadi pada 29 Maret lalu dan baru dilaporkan ke polisi oleh keluarga korban pada 5 April atau seminggu kemudian.

Menurut informasi yang berkembang, penganiayaan terjadi di dua tempat, Jalan Sulawesi serta Taman Akcaya yang jaraknya sekitar 1 kilometer.

Korban dipukuli, diseret dan kepalanya dibenturkan ke aspal. 

Tidak itu saja, korban bahkan mengalami pelecehan seksual oleh para pelaku dengan niat untuk merusak.

Pengeroyakan terhadap AU, bermula saat korban dijemput satu di antara siswa SMA itu di kediaman kakeknya.

Jarak dua lokasi pengeroyokan siswi SMP oleh 12 siswa SMA di Pontianak
Jarak dua lokasi pengeroyokan siswi SMP oleh 12 siswa SMA di Pontianak (Google Maps)
Pelaku yang merupakan siswi SMA ini meminta korban mempertemukan dengan kakak sepupunya, berinisial P, dengan alasan ada yang ingin dibicarakan.
Seorang pelaku pengeroyokan diketahui mantan pacar P.

AU yang tidak mengenal pelaku menyanggupi hal itu dan kemudian menemui P bersama siswi tersebut.

Setelah bertemu P, ternyata siswi tersebut tidak sendiri.

Penganiayaan di Dua Tempat

Ada empat orang lain yang kemudian membawa AU dan P ke tempat sepi di Jalan Sulawesi.

Kakak sepupu korban kemudian terlibat baku hantam dengan seorang siswi SMA berinisial D.

Sementara itu, tiga teman D melakukan kekerasan terhadap AU.

Korban dibully, rambutnya dijambak dan disiram menggunakan air.

Bahkan kepala korban dibenturkan ke aspal, dan perut korban diinjak.

Sementara itu, ada sembilan siswi lain yang menyaksikan kejadian tersebut, sambil tertawa, tanpa berupaya menolong korban.

Korban dianiaya di dua lokasi, selain di Jalan Sulawesi,  juga dilanjutkan di Taman Akcaya.

Akibat penganiayaan yang dialaminya, korban mengalami muntah dengan cairan berwarna kuning.

Bahkan saat ini korban masih dirawat di rumah sakit dan sudah dilakukan rontgen tengkorak dan dada.

Penganiayaan yang dilakukan pelaku juga membuat korban mengalami trauma.

Menurut keterangan keluarga korban, AU sering mengigau seolah-olah masih dalam penganiayaan.

Setelah melakukan penganiayaan, pelaku meninggalkan korban begitu saja.

Sebelum meninggalkan korban, pelaku sempat menyampaikan ancaman agar apa yang dialami korban tak mengadukan apa yang dialami.

"Ada ancaman pelaku bahwa kalau sampai mengadu ke orangtuanya, akan mendapatkan perlakuan lebih parah lagi," kata Wakil Ketua KPPAD, Tumbur Manalu.

Menurut Tumbur, persoalan awalnya dipicu masalah cowok.

Menurut informasi yang diperoleh pihaknya, mantan pacar kakak sepupu korban ini sekarang pacaran dengan oknum pelaku penganiayaan ini.

Mereka ribut di media sosial, saling komentar sehingga pelaku menjemput korban karena kesal terhadap komentar itu.

Keluarga Tolak Mediasi

Ketua KPPAD Kalimantan Barat, Eka Nurhayati Ishak (tengah) memberikan keterangan kepada awak media terkait pengeroyokan siswi SMP oleh 12 siswa SMA di Pontianak , Senin (8/4/2019).

Ketua KPPAD Kalimantan Barat, Eka Nurhayati Ishak (tengah) memberikan keterangan kepada

awak media terkait pengeroyokan siswi SMP oleh 12 siswa SMA di Pontianak , Senin (8/4/2019). (Tribun Pontianak)

Pihak-pihak terkait mencoba memediasi antara pelaku dan korban karena keduanya sama-sama di bawah umur.

Namun pihak keluarga korban menyerahkan sepenuhnya permasalahan ini ke jalur hukum, untuk memberikan efek jera bagi para pelaku.

Keluarga korban juga menolak mediasi yang ingin dilakukan oleh siapapun.

Kanit PPA Polresta Pontianak, Iptu Inayatun Nurhasanah mengatakan, pihaknya baru saja menerima limpahan berkas dari Polsek Pontianak Selatan.

"Kita baru saja mendapatkan limpahan berkasnya," ucap Nurhasah saat diwawancarai, Senin (8/4/2019).

Inayatun Nurhasanah menyampaikan, pihaknya akan memanggil orangtua korban. 

Sementara itu, Ketua KPPAD Kalbar, Eka Nurhayati Ishak menyatakan akan mencari jalan tengah terhadap penyelesaian kasus tersebut.

Mengingat baik korban maupun pelaku sama-sama masih di bawah umur.

Eka menjelaskan pihaknya menerima pengaduan pada 5 April, sekira pukul 13.00 WIB, di mana korban didampingi oleh ibunya menyampaikan bahwa korban menerima kekerasan fisik yang menyebabkan anaknya menjadi trauma fsikis.

"Si korban ditendang, dipukul, diseret sampai kepalanya dibenturkan di aspal dan ada pengakuan bahwa perbuatan pelaku juga pada bagian vital korban," ucap Eka.

Akibat perlakuan brutal dari para pelajar yang berasal dari berbagai sekolah itu, Eka menjelaskan korban mengalami muntah kuning dan saat ini opname dirawat di salah satu rumah sakit swasta Kota Pontianak.

"Menurut pengakuan korban, pelaku utama itu ada tiga NE, TP, dan NZ dan sembilan lainnya hanya ikut-ikutan saja. Ini semua anak SMA di Kota Pontianak . Sedangkan korban inisial AU, usia 14 tahun siswi SMP negeri di Kota Pontianak," jelasnya.

KPPAD juga melakukan kordinasi dengan pihak sekolah, setidaknya pelaku pengeroyokan berasal dari tiga sekolah berbeda. Eka berharap penanganan persoalan ini jangan sampai merugikan satu pihak, karena korban maupun pelaku masih di bawah umur.

"Kami berusaha semaksimal mungkin, agar kasus ini jangan sampai ke ranah pengadilan. Anak-anak ini masih di bawah umur, sama sama memperoleh hak yang sama yaitu berhak di lindungi oleh UU Nomor 35 Tahun 2014," tegasnya.

KPPAD akan memberikan pendampingan untuk korban, pendampingan yang diberikan berupa hipnoprana terapis dan akan menyusul fisikologklinis untuk pendampingan traumahiling-nya.

KPPAD juga memberikan pendampingan yang sama terhadap pelaku termasuk jangan sampai dikeluarkan dari sekolah.

Sebab mereka mempunyai hak terhadap pendidikan mereka. 

Kerusakan Akhlak dan Mental

Pengamat pendidikan Untan, Dr Aswandi menilai memang yang terjadi harus kita akui dan tidak boleh kita tutupi bahwa telah terjadi kerusakan akhlak dan mental karakter anak kita.

Selama ini kita selalu menutupi itu. Nah sudah terungkap dan kejadian seperti yang terjadi kali ini baru kita pada bilang bahwa memang ada.

Persoalannya mengapa kita tidak bisa mengatasinya, salah satunya karena selama ini kita menutupi itu.

Sekalipun kita mengungkapkan itu, tapi tidak pada akar persoalannya.

Kita memang sering mendengar berita kekerasan dalam pendidikan, bahkan hampir setiap hari diberbagai media atau diomongkan dimasyarakat. Tapi itu hanya yang ada permukaan.

Kasus pelajar membuat kriminal, memperkosa, memukul dan sebagainya ini menunjukan ada hal yang salah dalam pendidikan itu, namun yang dibicarakan hanya kasusnya.

Kita tidak membicarakan mengapa mereka berkelahi, mengapa mereka membuat kriminal, anak seperti apa yang berkelahi dan membuat kriminal itu.

Memang harus kita akui, selama ini belum sampai disana pembahasan kita.

Ibaratnya baru membicarakan dan melihat kasus dihilirnya saja, tapi tidak melihat dihulunya.

Itulah kesalahan kita selama ini. Kita selalu ingin menyelesaikan masalah, bukan pada apa sebenarnya yang terjadi dan penyebabnya.

Istilahnya, sudah rumah terbakar baru kita bergerak memindahkan barang.

Sementara rumah belum terbakar, kita tidak pernah peduli bagaimana rumah itu tidak terbakar.

Pemerintah atau kita semua harusnya serius dalam menangani persoalan yang ada didalam pendidikan ini.

Jangan hanya dianggap angin lalu dan menyelesaikan persoalan hilirnya saja.

Ini seperti fenomena gunung es, kemungkinan masih banyak yang belum muncul dipermukaan.

Kepribadian pada anak didik kita harus kita akui sudah rusak.

Maka dalam mengurus moral, mengurus karakter anak jangan hanya sekedar formalitas.

Sekarang hanya formalitas, persoalan administratif saja. Sehingga tidak betul-betul dipahami apa yang terjadi.

Kalau mau dilakukan dalam membenahi maka semua elemen harus dilibatkan, polisi tidak mampu sendiri, harus didampingi psikolog, didampingi orang pendidikan, didampingi orang sosial lainnya.

Persoalan ini sangat komplek, bukan hanya karena melihat dimedia sosial.

Saat ini juga ada sesuatu yang hilang, termasuklah keluarga.

Anak belajar dari apa yang ada dikeluarganya, bisa saja keluarga lalai.

Sebab batasan orangtua melihat pendidikan anaknya hanya berkaca dari nilai rapot dan hasil ujian semata, tapi kurang memperhatikan karakternya.(*)

Artikel ini telah tayang di tribunpontianak.co.idhttp://pontianak.tribunnews.com/2019/04/09/kronologi-siswi-smp-pontianak-dikeroyok-siswi-sma-korban-alami-muntah-kuning-dan-masuk-rumah-sakit?page=all.
Penulis: Nasaruddin

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved