Pemilu dan Pilpres 2019
MIRIS! Anggaran Pemilu Capai Rp 25 Triliun, Anggota KPPS Meninggal Kelelahan Tak Dapat Asuransi
Mirisnya, dari anggaran besar itu, KPU luput mengasuransikan petugas KPPS yang bekerja melebihi batas kemanusiaan,l baik waktu maupun beban kerja
TRIBUNBATAM.ID - Pesta demokrasi Pemilu dan Pilpres 2019 menguras anggaran yang sangat besar, mencapai Rp 25,59 triliun untuk Pemilu serentak pada 17 April 2019.
Mirisnya, dari anggaran besar itu, KPU luput mengasuransikan seluruh petugas KPPS yang bekerja melebihi batas kemanusiaan,l baik dari segi waktu, beban kerja hingga pikiran yang terkuras.
Akibatnya, jumlah anggota KPPS yang meninggal terus bertambah. Setelah 12 orang yang dilaporkan meninggal di Jawa Barat akibat kelelahan, di Sumatera Utara, seorang anggota KPPS juga dilaporkan meninggal karena faktor yang sama.
• 12 Petugas KPPS Meninggal Kelelahan, Mahfud MD Setuju Pemilu Serentak Dikaji Ulang
• Gantung Diri hingga Serangan Jantung, Belasan Petugas KPPS Ini Meninggal Dunia Selama Pemilu 2019
• Foto Viral Polisi Tidur di Paha Prajurit TNI. Dari Iwan Fals Hingga Ustad Yusuf Mansur Kagum
Itu belum termasuk anggota KPPS yang masuk rumah sakit karena kelelahan.
Tidak adanya asuransi terhadap petugas KPPS memang sangat miris.
KPU Jabar, misalnya, saat ini sedang pusing mencarikan santunan untuk keluarga anggota KPPS yang meninggal tersebut.
Dilansir TribunBatam.id dari Tribun Jabar, Ketua KPU Jabar Rifqi Ali Mubarok mengatakan, pihaknya memang kesulitan mencarikan santunan karena tifdak ada aturan terkait hal itu.
Namun, pihaknya tengah membahas santunan tersebut dengan Pemprov Jabar.
"(Santunan) itu agak susah. Itu kan tidak mengenal santunan. Bahkan tadi kita sudah koordinasi dengan pemerintah provinsi, akhirnya kita upayakan ada santunan. Jadi selesai semua proses pemilu, kita akan mendata semua yang kena musibah meninggal, baik di tingkat TPS, kelurahan, atau kecamatan," katanya di Gedung Sate, Sabtu (20/4/2019).

Rifqi mengatakan tengah mendata semua musibah yang terjadi selama penyelenggaraan Pemilu yang melelahkan ini.
Tidak hanya yang meninggal dunia, Rifqi mengatakan pihaknya tengah mendata yang sakit akibat kelelahan bertugas menyelenggarakan Pemilu.
"Termasuk yang sakit. Kita masih mendata. Kelihatannya banyak juga. Bisa jadi faktor usia, kemudian punya rekam medis sakit, dan juga durasi waktu pemungutan suara yang lama," katanya.
Pada awal rekrutmen anggota KPPS, katanya, sudah disampaikan persyaratannya, termasuk mereka sudah menjalani tes kesehatan.
Cuma masalah di lapangan, katanya, banyak yang siap jadi anggota KPPS karena secara persyaratan memenuhi, tetapi tidak banyak yang mau.
Honor kecil
Tidak hanya asuransi dan santunan, honor petugas KPPS dan PPK sangat kecil dibanding pekerjaan mereka yang bekerja nyaris tanpa istirahat.
Pemilu legislatif dan pemilihan Presiden yang berjalan serentak membuat tenaga, waktu, hingga pikiran serta beban pada petugas juga sangat tinggi.
Menurut Nurdin, honor para petugas sama seperti pemilu sebelumnya, namun pekerjaannya yang lebih banyak, sehingga membuat sebagian petugas memutuskan untuk mundur.
Faktor lainnya, pemilihan serentak ini membuat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) kerepotan mengurus logistik yang sangat banyak.
Banyak yang syok kaget karena tekanan yang datang semakin tinggi terutama tekanan dari para pemilih.
"Dikira santai, taunya gedebak-gedebuk, belum lagi pressure dari masyarakat," tutur Nurdin.
Petugas KPPS, PPK, dan PPS mempunyai masa kontrak kerja selama satu bulan dari 20 Maret - 20 April 2019.

Mereka melakukan beberapa pekerjaan seperti melakukan pendistribusian C6, menyiapkan TPS minimal H-1, mempersiapkan sampai hari H, membuka TPS pada pukul 07.00 hingga 13.00, lalu melalukan penghitungan suara selambat-lambatnya selama 24 jam.
Belum lagi urusan administrasi yang membutuhkan kejelian dalam memilah dan memeriksa setiap berkas dokumen kepemiluan.
"Kemarin ada yang menghitung dari jam 1 sampai jam 8 pagi baru diantarkan kotaknya. Kondisi ini walaupun tidak bisa dijadikan alasan utama tapi namanya tenaga manusia pikiran pasti ada errornya," tutupnya.
Pascapencoblosan, tugasnya bukannya lebih ringan namun jauh lebih berat dan melelahkan.
Setelah seharian memfasilitasi warga untuk memilih, mereka disibukkan lagi dengan penghitungan surat suara pilpres, pileg dan surat suara anggota DPD RI yang ditotal jumlahnya mencapai ribuan.
Belum lagi, jika pada penghitungan suara itu terdapat selisih lebih atau kurang dari surat suara serta warga yang tifdak terdata di DPT, tetapi akhirnya diizinkan mencoblos dengan modal KTP.
Sauasana di banyak TPS menjadi riuh-rendah oleh desakan masyarakat tersebut.
Santunan KPU
KPU RI berencana memberikan santunan kepada petugas KPPS yang meninggal dunia dan sakit karena kelelahan melakukan penghitungan suara di TPS.
"Ya, bisa nanti orang sakit, meninggal, kita santunilah," kata Komisioner KPU Ilham Saputra di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, dikutip dari Kompas.com, Jumat (19/4/2019).
Ilham mengatakan, petugas KPPS yang sakit maupun meninggal dunia tidak hanya disebabkan karena faktor kelelahan, tetapi ada pula yang terkena serangan jantung.
Ia mengakui, pekerjaan sebagai penyelenggara pemilu sangat berat dan menguras tenaga. Oleh karena itu, KPU memberikan apresiasi yang tinggi kepada seluruh jajaran penyelenggara pemilu.
"Atas nama KPU RI apresiasi kepada penyelenggara pemilu bawah, petugas KPPS yang sakit, yang meninggal," ujar Ilham.
"Menurut kami, mereka pahlawan demokrasi yang kemudian nanti akan berikan penghargaan kepada mereka semua, juga penyelenggara pemilu kabupaten dan provinsi yang menyelenggarakan Pemilu 2019 yang sampak saat ini relatif berjalan baik," sambungnya.
Sayangnya, Ilham belum merinci bentuk santunan dan jumlahnya karena di KPU memang tidak ada struktur biaya santunan ini.
Miris memang. Gelar pahlawan demokrasi saja tentu tidak cukup manusiawi untuk mereka.