Menhub Khawatir Tiket Masih Mahal Jelang Lebaran, Minta Darmin Nasution Intervensi
Tiket rute Batam-Makassar, untuk Garuda misalnya, yang tahun lalu berada di kisaran Rp 2,5 juta hingga Rp 3,1 juta, kini masih diatas Rp 4 juta
Penulis: Dewi Haryati |
Faktor lain yang akan membuat penerbangan sepi saat Lebaran adalah waktu libur Lebaran yang cukup panjang.
”Tiket pesawat akan ludes jika waktu libur sangat pendek. Sekarang liburnya panjang, jadi kemungkinan besar masyarakat lebih memilih moda transportasi lain,” ujar Gerry.
Dia merujuk pada libur akhir pekan yang panjang, selama tahun 2019 juga tidak menunjukkan lonjakan penumpang.
”Harga tiket yang mahal membuat orang menunda bahkan membatalkan keinginannya untuk terbang,” katanya.
Gerry mengakui, harga tiket pesawat tahun lalu adalah harga yang sangat murah sehingga membuat maskapai merugi. Namun saat ini, harga yang diterapkan maskapai adalah harga yang sangat tinggi, yang tidak terjangkau lagi oleh sebagian besar masyarakat.
Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk (Persero) I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra mendampingi wartawan saat mencoba fitur perangkat “virtual reality” untuk menonton film dalam pesawat, di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta Cengkareng, Banten, Sabtu (26/1/2019).
Wakil Ketua Umum Bidang Organisasi Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengatakan, mahalnya harga tiket penerbangan sangat memukul industri hotel, restoran, dan transportasi.
”Penurunannya mencapai 20-40 persen. Jika okupansi hotel rata-rata sekitar 60 persen, berarti ada hotel-hotel yang okupansinya hanya tinggal 20 persen. Ini benar-benar akan mematikan industri jika tidak ada perbaikan di tiket pesawat,” kata Maulana.
Tingginya harga tiket pesawat akan membuat target-target pariwisata tidak tercapai.
Menurut Maulana, tingginya harga tiket pesawat akan membuat target-target pariwisata tidak tercapai. Padahal saat ini pemerintah sudah memutuskan pariwisata sebagai sumber pendapatan utama bagi keuangan negara.
”Tiket domestik yang mahal akan membuat wisatawan Nusantara, terutama milenial, lebih memilih untuk pergi ke luar negeri,” katanya.[]