Sebelum Ditangkap KPK, Bupati Sri Wahyumi Manalip Protes Hadiah Tas Pengusaha, Maunya Tas Hermes
Sempat dibicarakan permintaan tas merk Hermes dan Bupati tidak mau tas yang dibeli sama dengan tas yang sudah dimiliki oleh pejabat perempuan di sana
Bupati Talaud Sri Wahyumi Manalip sempat minta dibelikan tas branded keluaran rumah mode Hermes.
Hal ini diungkapkan oleh Basaria Panjaitan karena Bupati Talaud mengakui tak sudi punya tas mewah yangsama dengan yang dikenakan pejabat wanita lainnya disana.
• 7 Kontroversi Karir Politik Bupati Sri Wahyumi. Dipecat PDIP, Diskor Mendagri dan Mutasi 300 Pejabat
• Profil Bupati Talaud Sri Wahyumi Manalip. Hobi Motor Trail Hingga Rekor Naik Jetski 13 Jam
"Sempat dibicarakan permintaan tas merk Hermes dan Bupati tidak mau tas yang dibeli sama dengan tas yang sudah dimiliki oleh seorang pejabat perempuan di sana. Karena kebetulan selain Bupati Talaud ada bupati perempuan lainnya juga di Sulawesi Utara," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan.
Barang tersebut dibeli oleh seorang pengusaha sekaligus tersangka pemberi suap bernama Bernard Hanafi Kalalo.
Pada Minggu malam, 28 April 2019, Bernard bersama anaknya membeli barang mewah tersebut di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta.
Dikutip dari Kompas.com, Tim KPK mendapatkan informasi terkait penyuapan proyek revitalisasi pasar ini melalui orang kepercayaan Bupati, Benhur Lalenoh.
Menurut Basaria, Benhur bertugas mencari kontraktor yang dapat mengerjakan proyek dan bersedia memberikan fee 10 persen.
Benhur kemudian menawarkan Bernard Hanafi Kalalo proyek di Kabupaten Talaud dan meminta fee 10 persen.
Pada pertengahan April, untuk pertama kalinya Benhur mengajak Bernard untuk diperkenalkan ke Sri Wahyumi.
Atas kasus penyuapan ini, KPK menetapkan Sri Wahyumi, Benhur Lalenoh dan Bernard Hanafi sebagai tersangka.
Sri Wahyumi dan Benhur disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 hurut b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara Bernard disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (*)