Kisah Sederhana Manusia Tertua Indonesia yang Pernah Temani Soekarno di Lereng Gunung Kelud
Tak ada yang bisa memastikan usia Mbah Arjo, yang telah dirawat di RSUD Mardi Waluyo, Wlingi, sejak Jumat (17/5/2019) malam
Sebanyak enam kali menikah itu, ia mengaku dikaruniai 18 anak. Namun, 17 anaknya sudah meninggal dunia dan tinggal satu orang, yakni Ginem yang hidup bersamanya dan mengalami keterbelakangan mental
Widodo, Kades Gadungan, menuturkan sebelum tinggal di komplek Candi Wringi Branjang, mbah Arjo tinggal di desanya.
Namun, sejak menemukan candi itu, ia memilih tinggal di situ dan mendirikan gubuk.
"Kalau data di kependudukan desa kami, mbah Arjo itu tercatat kelahiran Desa Gadungan pada 19 Januari 1825."
"Kalau data pendukungnya, ya nggak ada. Cuma, kakek saya mbah Mawiro Pradio yang kelahiran 1918 saja, memangil mbah Arjo itu kakek. Berarti bisa dibayangkan, kalau mbah Arjo sudah sangat tua. Mbah saya itu baru meninggal tahun 1990 lalu," ungkap Widodo yang usianya baru 48 ini.
Entah kelebihan apa yang dimiliki mbah Arjo, karena setelah menemukan candi itu dan tinggal di dekat candi itu, hampir selalu ada tamu yang datang di hari-hari tertentu.
Lebih-lebih, setiap malam 1 Suro, menurut Widono, mbah Arjo selalu kebanjiran tamu.
Tak hanya dari Blitar, namun dari berbagai daerah, seperti Jogjakarta, Ponorogo, Pacitan, bahkan Jakarta.
Mereka melakukan ritual melekan di gubuk mbah Arjo,
"Biasanya para tamunya lapor ke desa, bahkan perangkat kami seringkali yang mengantar tamu-tamunya mbah Arjo. Kalau ada melekan 1 Suro, malah kami yang meminjami genset karena tempat tinggalnya belum terjangkau listrik," tuturnya.
Buktinya, ia tak mampu membeli beras sehingga sering tak makan.
"Bahkan saya tahu sendiri, pernah diberi uang oleh seorang pejabat yang dibantunya. Namun mbah Arjo tak mau."
"Malah si pejabat itu diberi uang dollar, yang bentuknya masih baru dan asli. Oleh pejabat dollar itu diterimanya," tutur Widodo.
Heri Noegroho, mengaku mengenal mbah Arjo dengan baik dan ia kagum dengan kesederhanaan mbah Arjo.
"Dulu (saat masih jadi bupati), saya memang sering ke sana dengan naik sepeda motor."