Fatimah, Wanita Pemecah Batu di Kecamatan Siantan, Setiap Hari Bersaing dengan Mesin Modern

Nama wanita itu Fatimah. Saat ditemui di tepi jalan Teluk Penaga tidak jauh dari Desa Pesisir Timur, Kecamatan Siantan Kabupaten Kepulauan Anambas.

Editor: Thom Limahekin
TRIBUNBATAM.id/Septyan Mulia Rohman
Fatimah, wanita pemecah batu saat ditemui di tepi jalan Teluk Penaga tidak jauh dari Desa Pesisir Timur, Kecamatan Siantan Kabupaten Kepulauan Anambas Provinsi Kepri, Senin (8/7/2019). 

TRIBUNBATAM.id, ANAMBAS - Nama wanita itu Fatimah. Saat ditemui di tepi jalan Teluk Penaga tidak jauh dari Desa Pesisir Timur, Kecamatan Siantan, Kabupaten Kepulauan Anambas Provinsi Kepri, kedua tangannya terlihat sibuk bekerja.

Jangan pikir kalau yang sedang dikerjakannya merupakan pekerjaan perempuan kebanyakan. Sebut saja memasak atau menjahit baju.

Bukan, mendekati benar pun tidak. Kedua tangannya begitu cekatan.

Tangan kanan memegang palu, tangan kiri memegang karet yang telah dibentuk menjadi bulat; karet itu berfungsi menjaga batu yang menjadi sasaran pukulannya sehingga tidak keluar dari dudukan saat diketuk.

Yah, wanita 52 tahun ini berprofesi sebagai pemecah batu.

Ibu 3 anak yang tinggal di RT 02/RW 02 ini sudah tidak ingat dengan pasti ketika disinggung sudah berapa lama dia menekuni pekerjaan ini.

‎Yang ada di benaknya hanyalah bagaimana menyelesaikan target batu split hingga satu kubik, yang bila dikonversikan menjadi 24 karung semen berukuran 50 kilogram.

Peluh di wajahnya pun tidak dia hiraukan. Lamanya Fatimah menekuni profesi ini baru diketahui dari Manan, warga Dusun Desa Pesisir Timur lainnya yang mengantungkan hidupnya dari batu.

Pertama Kali ke Taiwan? Inilah Panduan Berwisata yang Wajib Kamu Ketahui Terlebih Dahulu

Kebijakan Disdik Kepri Tambah Rombel Dituding Langgar Aturan Permendikbud

Sebelum Investasi Deposito Pertimbangkan 4 Hal Ini, Salah Satunya Soal Suku Bunga

TERUNGKAP! Ternyata Begini Cara Penjaga Kantin LPKA Batam Edarkan Ekstasi Dalam Penjara Anak

"Sudah lama kalau dia (Fatimah) ini.

Mungkin sudah ada 10 tahun.

Anak-anaknya sudah menikah semua.

Bahkan sekarang ada yang sudah punya cucu," ungkap Manan.

‎Dari batu yang dipecah hingga satu kubik, Fatimah memperoleh uang Rp 500 ribu.

Manisnya uang yang didapat, jelas tidak sebanding dengan risiko pekerjaannya.

Tangan yang bisa saja terkena palu, hingga pecahan batu yang bisa saja mengenai mata.

TRIBUNBATAM.id yang berjarak lebih kurang 1,5 meter dari Fatimah saja beberapa kali terkena serpihan batu yang dia pecahkan menjadi beberapa bagian.

Untuk mencapai kuota satu kubik ini, Fatimah mengaku bisa menghabiskan waktu setidaknya tiga atau empat hari.

Dalam satu hari, dia mampu menghasilkan 4 sampai 5 karung batu split dengan pola kerja dari pukul 7.00 WIB sampai pukul 11.30 WIB dan dilanjutkan dari pukul 13.00 WIB sampai sore hari.

‎Batu-batu tersebut dia peroleh dari Manan.

Batu-batu yang tidak masuk ukuran 30 centimeter untuk bahan bronjong, dia lepas ke Fatimah dengan harga yang tidak tentu.

Sebenarnya, kata Manan, harga yang diberikan semata-mata untuk menutupi biaya kepada pemilik lahan tempat Manan mencari batu.

Tepi jalan masuk Dusun - Temburun - Rintis ini, menjadi tempat mereka mencari batu.

Manan menceritakan lama waktu membakar batu hingga 6 jam, agar batu dapat retak dan selanjutnya diproses menjadi ukuran 30 centimeter.

Waktu ini bisa saja l‎ebih lama tergantung dari ukuran batu.

"Untuk batu besar ukuran 30 centimeter per kubiknya Rp 170 ribu.

Kalau batu kecil, saya jual Rp 100 ribu per kubik.

Lebih ke pribadi saja, saling bantu sesama tukang batu," sebut Manan seraya tersenyum.

Anggota Polres Anambas gotong-royong membersihkan tumpahan tanah yang masuk ke ruas jalan Ibrahim Sattah Kabupaten Kepulauan Anambas, Provinsi Kepri bulan lalu.
Anggota Polres Anambas gotong-royong membersihkan tumpahan tanah yang masuk ke ruas jalan Ibrahim Sattah Kabupaten Kepulauan Anambas, Provinsi Kepri bulan lalu. (TRIBUNBATAM.id/Septyan Mulia Rohman)

Peran Manan dan Fatimah cukup memberikan andil bagi pembangunan di Anambas.

Derap pembangunan Anambas, hingga ke desa di satu sisi menjadi berkah bagi mereka.

Di sisi lain, hadirnya orang berkocek tebal yang mampu membeli mesin pemecah batu mulai mengusik periuk nasi Fatimah dan kawan-kawan.

Selain harus berjuang dengan panas terik dan keadaan, Fatimah harus berjuang dengan modernisasi.

Sebagai gambaran, mesin pemecah batu yang setidaknya terdapat 2 titik di jalan lingkar Rintis - Temburun mampu menghasilkan setidaknya 12 kubik ‎batu split satu harinya.

TERUNGKAP! Ternyata Begini Cara Penjaga Kantin LPKA Batam Edarkan Ekstasi Dalam Penjara Anak

Kebijakan Disdik Kepri Tambah Rombel Dituding Langgar Aturan Permendikbud

Kebakaran Kos-kosan di Tanjungpinang, Anita dan Suami Hanya Selamatkan Anak-anak dan Surat Berharga

Cerita Soeharto Curhatkan Hal Rahasia Kepada Mahasiswa Usai Lengser, Begini Kisahnya

Fatimah pun hanya bisa pasrah ketika disinggung mengenai hal ini.

Meski begitu, terlihat dari wajahnya, ada rasa syukur dari apa yang Tuhan berikan kepadanya.

"Kalau memang tidak bisa lagi, mau diapakan lah Pak. Terpaksa kami mencari kerja lain.

Walaupun kerja lain seperti buat kue letak di warung satu hari saja tidak habis.

Kami pernah mencobanya," sebut Fatimah seraya menunjuk Ernawati rekan pemecah batu lainnya.

Khusus di Desa Pesisir Timur, Kecamatan Siantan sedikitnya terdapat belasan warga yang menggantungkan hidupnya dari batu.

Dari belasan orang itu, beberapa di antaranya merupakan wanita yang boleh dibilang menjadi srikandi.

Kontur wilayah Anambas yang berbatu, rupanya menjadi berkah bagi mereka.

Para srikandi tangguh itu tidak melulu berada di atas meja dan di ruangan ber-AC. (TRIBUNBATAM.id/Septyan Mulia Rohman)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved