CERITA MILITER

Kisah Kopassus 'Perang' di Medan Ekstrim Bersalju dengan Pasukan Khusus Korea

Meski tinggal di daerah tropis yang bersuhu panas, namun para prajurit Kopassus sepertinya langsung bisa menyesuaikan diri dengan suhu udara dingin ya

Kolase Wikipedia dan militermeter.com
Pasukan Batalyon 707 Korea Selatan (kiri) dan Kopassus (kanan) 

TRIBUNBATAM.id - Cerita tentang Komando Pasukan Khusus (Kopassus) selalu menarik perhatian.

Kopassus tak hanya tak hanya ahli bertempur di medan hutan, Kopassus ternyata juga bisa bertahan di medan bersalju yang ekstrim.

Dilansir dari buku berjudul 'Kopassus untuk Indonesia' karya Iwan Santosa dan EA Natanegara, kemampuan kopassus di medan bersalju yang ekstrim pernah ditunjukkan saat latihan bersama pasukan khusus Korea Selatan

Saat itu Kopassus berlatih dengan pasukan Komando Korea Selatan yakni Pasukan Batalyon 707 di medan bersalju yang cukup ekstrim

 

Kopassus
Kopassus (Kompas/KARTONO RYADI)

Batalyon ini di bawah Komando Perang Khusus Angkatan Darat Republik Korea (Republic of Korea Army Special Warfare Command).

Kala itu Kopassus mampu mengimbangi kemampuan pasukan Komando Korea Selatan yang berlatih di dalam sungai es yang membeku.

Meski tinggal di daerah tropis yang bersuhu panas, namun para prajurit Kopassus sepertinya langsung bisa menyesuaikan diri dengan suhu udara dingin yang sangat menusuk.

Kedua pasukan dari Kopassus dan Korsel tersebut berlatih bersama di Training Site 47-Kwangju.

Area untuk latihan antiteror pemebasan sandera maupun pertempuran jarak dekat, yang dilengkapi pesawat Boeing 747, kereta api, bus, gedung perkantoran dan bank.

Meski ahli dalam perang hutan pasukan Kopassus juga harus mampu bertempur di daerah bersalju dan wilayah ekstrim lainnya.

Cuaca dingin yang dirasakan di daerah tersebut tak lagi jadi halangan para prajurit Kopassus.

707th Special Mission Group
707th Special Mission Group (Wikipedia)

Bahkan ketika ada latihan fisik berupa lomba lari menuju bukit dengan pasukan Korea, prajurit Kopassus bisa mencapai puncak lebih dulu.

Hal ini memang wajar jika melihat betapa kerasnya pelatihan di Kopassus

Sebagai pasukan khusus, tentunya latihan prajurit Kopassus agak 'berbeda' dan memang dilatih secara khusus di beberapa bidang tertentu.

Latihan prajurit Kopassus sempat diceritakan oleh mantan Kepala Staf TNI AD Jenderal (Purn) Pramono Edhie Wibowo dalam bukunya yang berjudul 'Pramono Edhie Wibowo dan Cetak Biru Indonesia ke Depan'

Dalam buku biografinya, Pramono Edhie Wibowo yang juga pernah bertugas di krops baret merah itu menceritakan latihan terberat prajurit Kopassus sudah menanti saat sampai di Cilacap.

Ini merupakan latihan tahap ketiga yang disebut latihan Tahap Rawa Laut, calon prajurit komando berinfliltrasi melalui rawa laut.

Di sini, materi latihan meliputi navigasi Laut, Survival laut, Pelolosan, Renang ponco dan pendaratan menggunakan perahu karet.

Ilustrasi
Ilustrasi (Kolase NET dan Tribunnews)

Para prajurit Kopassus harus mampu berenang melintasi selat dari Cilacap ke Nusakambangan.

“Latihan di Nusakambangan merupakan latihan tahap akhir, oleh karena itu ada yang menyebutnya sebagai hell week atau minggu neraka. Yang paling berat, materi latihan ‘pelolosan’ dan ‘kamp tawanan’,” tulis Pramono dalam bukunya

Dalam latihan itu, para calon prajurit Kopassus dilepas tanpa bekal pada pagi hari, dan paling lambat pukul 10 malam sudah harus sampai di suatu titik tertentu.

Selama “pelolosan”, calon prajurit Kopassus harus menghindari segala macam rintangan alam maupun tembakan dari musuh yang mengejar.

Dalam pelolosan itu, kalau ada prajurit yang tertangkap maka berarti itu merupakan 'neraka' baginya karena dia akan diinterogasi seperti dalam perang.

Para pelatih yang berperan sebagai musuh akan menyiksa prajurit malang itu untuk mendapatkan informasi.

Dalam kondisi seperti itu, para prajurit Kopassus harus mampu mengatasi penderitaan, tidak boleh membocorkan informasi yang dimilikinya.

Untuk siswa yang tidak tertangkap bukan berarti mereka lolos dari neraka.

Pada akhirnya, mereka pun harus kembali ke kamp untuk menjalani siksaan.

Selama tiga hari pra prajurit Kopassus menjalani latihan di kamp tawanan.

Dalam kamp tawanan ini semua prajurit Kopassus akan menjalani siksaan fisik yang nyaris mendekati daya tahan manusia.

“Dalam Konvensi Jenewa, tawanan perang dilarang disiksa. Namun, para calon prajurit Komando itu dilatih untuk menghadapi hal terburuk di medan operasi. Sehingga bila suatu saat seorang prajurit komando di perlakukan tidak manusiawi oleh musuh yang melanggar konvensi Jenewa, mereka sudah siap menghadapinya,” tulis Pramono Edhie.

Beratnya persyaratan untuk menjadi prajurit kopassus dapat dilihat dari standar calon untuk bisa mengikuti pelatihan.

Nilai standar fisik untuk prajurit nonkomando adalah 61, namun harus mengikuti tes prajurit komando, nilainya minimal harus 70.

Ilustrasi Kopassus
Ilustrasi Kopassus (Reuters/Beawiharta)

Begitu juga kemampuan menembak dan berenang nonstop sejauh 2000 meter.

“Hanya mereka yang memiliki mental baja yang mampu melalui pelatihan komando. Peserta yang gagal akan dikembalikan ke kesatuan Awal untuk kembali bertugas sebagai Prajurit biasa,” tutup mantan Danjen Kopassus ini

Kemampuan Diplomatis Kopassus

Di samping ahli bertempur di berbagai medan, prajurit Kopassus juga ahli menggunakan strategi diplomatis sehingga masalah bisa selesai tanpa perlu baku tembak

Dilansir dari buku "Kopassus Untuk Indonesia" karya Iwan Santosa dan E.A Kertanegara, strategi diplomatis kopassus ini terbukti ampuh saat menghadapi pasukan Hizbullah yang tengah memburu tentara Spanyol

Saat itu, sejumlah prajurit kopassus tengah dikirim sebagai pasukan perdamaian PBB

Cerita berawal saat pasukan Spanyol yang terdiri dari 10 panser dan 60 prajurit patroli mengambil dokumentasi kabel dalam saluran air, yang dicurigai sebagai kabel komunikasi milik Hizbullah.

Aksi para tentara Spanyol itu kepergok oleh pasukan Hizbullah

Hizbullah langsung mengerahkan 10 motor trail dan mobil bersenjata AK-47 serta anti Tank/ RPG untuk mengejar pasukan Spanyol.

Spontan pasukan Spanyol langsung lari ke pos tentara Lebanon, yang kebetulan ada prajurit Kopassus di sana.

Para tentara Spanyol itupun meminta bantuan kepada prajurit Kopassus yang saat itu tergabung dalam pasukan perdamaian PBB.

Perwira tersebut diminta untuk berdialog dan menjernihkan suasana agar tak terjadi baku tembak

Pihak Hizbullah pun bersedia untuk menghindari konflik asalkan tentara Spanyol menyerahkan dokumentasi yang mereka dapatkan di saluran air. 

Pihak Hizbullah mengaku melakukan ini karena mereka menghormati tentara Indonesia.

Disaksikan tentara Indonesia, Hizbullah meminta memory card kamera pasukan Spanyol tersebut yang digunakan untuk mengambil dokumentasi saluran air tersebut.

Pasukan Spanyol akhirnya memberikan memory card mereka untuk menghindari terjadinya bentrokan

Pasukan Hizbullah yang sudah siap menenteng senjata AK-47 itu mengaku tak segan-segan melakukan kontak senjata dengan pasukan Spanyol.

Prajurit Kopassus memang tak hanya mahir dalam bertempur, tapi juga mahir dalam bernegosiasi

Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul Pengalaman Kopassus Latihan di Medan Ekstrim Bersalju Bareng Pasukan Khusus Korea, Masih Bisa Unggul

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved