Keputusan Tarif Baru Membuat Pasar Kacau-balau, AS Malah Tuduh China Manipulator Mata Uang
Pasar keuangan global dari Amerika hingga Asia dikacaukan oleh tuduhan Departemen Keuangan AS bahwa China adalah manipulator mata uang
Di bawah undang-undang tahun 1998, Departemen Keuangan harus menyebutkan negara mana yang mendapatkan keuntungan perdagangan di atas Amerika Serikat.
China sendiri termasuk negara yang diwaspadai dalam laporan pemerintah ke kongres, Mei lalu, selain Jerman, Irlandia, Italia, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Singapura dan Vietnam.
Negara-negara tersebut dicurigai karena mengalami surplus perdagangan dengan AS.
Bermotif Politik
Bank Rakyat Tiongkok (PBOC) membantah telah mendevaluasi yuan sebagai tanggapan atas tarif AS.
Dalam sebuah pernyataan, Gubernur PBOC Yi Gang mengatakan Cina akan "tidak terlibat dalam devaluasi kompetitif, tidak menggunakan nilai tukar untuk tujuan kompetitif dan tidak menggunakan nilai tukar sebagai alat untuk menangani gangguan eksternal seperti sengketa perdagangan."
Pengamat mengatakan, tuduhan tersebut bermotif politik untuk menghindari tekanan dalam negeri setelah kjeputusan tarif Trump yang akan memukul rakyat Amerika.
Tembakan salvo terbaru yakni manuipulator mata uang ini adalah bagian dari pertarungan ekonomi dan politik berisiko tinggi antara dua raksasa yang tidak mau mundur, kata pengamat.
"Ini adalah tuduhan aneh,” kata Derek Scissors, residen sarjana di American Enterprise Institute dan kepala ekonom dengan China Beige Book. “Tiongkok tidak memanipulasi mata uangnya selama bertahun-tahun, jadi mengapa melakukan ini sekarang? Jika memang melakukan manipulasi, semestinya terjadi setahun atau dua tahun yang lalu.”
Yuan sendiri sepenuhnya dikendalikan oleh China dan tidak memiliki sistem keuangan pasar seperti halnya mata uang yang lain.
"Tujuan dari tuduhan itu jelas agar Trump terlihat seperti melakukan reaksi dramatis," tambah Scissors. "Itu adalah presiden yang bisa mengatakan 'saya bisa melakukan apa saja tanpa berpikir panjang'"
Meski demikian, penurunan nilai tukar China memang dapat berlanjut hingga tahun 2020 untuk mengimbangi dampak tarif yang diberlakukan AS.
Balasan China terhadap keputusan tarif baru Donald Trump dengan menunda pembelian produk pertanian AS dipastikan akan memukul pemerintanh Trump pada Pemilu 2020 nanti karena petani adalah pemilih utama Trump.