Tiga Penembakan Massal Tewaskan 34 Orang Sepekan, Trump Salahkan Video Game
Presiden AS Donald Trump menyalahkan video game dan penyakit jiwa sebagai penyebab penembakan massal yang menewaskan 34 orang dalam sepekan terakhir.
TRIBUNBATAM.ID, WASHINGTONG DC - Presiden AS Donald Trump menyalahkan video game dan penyakit jiwa sebagai penyebab penembakan massal yang menewaskan 34 orang dalam sepekan terakhir.
AS diketahui negara yang paling tinggi kasus penembakan massal, mencapai 251 kasus sepanjang sejarah.
Dalam pekan lalu, sudah terjadi tiga kasus penembakan di California, Texas dan Ohio, menewaskan 34 orang.
Perdagangan senjata secara bebas ditengarai sebagai pemicu aksi koboi tersebut, namun Presiden AS seakan menampiknya.
• Jika Trump Terapkan Tarif Baru untuk China, Apple Bakal Kehilangan Rp 113,7 M
• Gara-gara Satu Cuitan Trump Soal Tarif Impor Produk China, Pasar Saham dan Minyak Dilanda Tsunami
• Dalam Waktu Kurang Dari Satu Menit ,Pelaku Penembakan di Ohio Amerika Serikat Bunuh 9 Orang
• Kisah Heroik Ibu dan Ayah, Tewas Jadi Perisai bagi Bayinya saat Penembakan Massal di Swalayan Texas
Donald Tump menuduh video game dan sakit jiwa sebagai penyebab terjadinya penemabakan massal di negara itu.
Dalam pidatonya, presiden berusia 73 tahun itu mengumumkan rencana untuk menangkal insiden itu, termasuk bekerja sama dengan media sosial untuk "mendeteksi" calon pelaku.
Trump tidak menyerukan reformasi senjata untuk menangkal dua penembakan massal yang terjadi di El Paso (Texas) dan Dayton (Ohio) dengan dua pelaku berusia 20-an.
"Penyakit jiwa dan kebencian yang telah memicu pelatuknya. Bukan senjata," ujar Trump dalam pidatonya sebagaimana diberitakan Sky News, Senin (5/8/2019).
Dia menyerukan adanya undang-undang yang mengidentifikasi individu dengan gangguan mental, dan menambahkan tak hanya harus dirawat, namun juga dikurung.
Presiden ke-45 AS itu menyebut penembakan massal yang terjadi kurang dari 24 jam itu merupakan "perilaku barbar", dan "kejahatan terhadap kemanusiaan".

"Kami sangat muak dengan kejahatan yang mengerikan ini, kekejaman, kebencian, pertumpahan darah, dan teror di negara ini," kata presiden dari Partai Republik itu.
Trump juga menyerukan agar publik AS mengutuk rasisme, kefanatikan, dan supremasi kulit putih dan juga mengkritik adanya video game yang dianggapnya mengerikan.
Dia menyebut permainan itu sudah "merayakan kekerasan" dan mengkritik bagaimana generasi muda Negeri "Uncle Sam" bisa mendapatkannya secara mudah.
Suami Melania itu meminta kementerian kehakiman untuk bekerja bersama penegak hukum lokal dan media sosial untuk "mengidentifikasi" pelaku sebelum mereka menyerang.
Diketahui, satu tersangka penembakan massal yang bernama Patrick Crusius mengunggah "manifesto" daring sebelum melakukan aksinya pada Sabtu pagi (3/8/2019).
Setelah memeberindong warga di super market Walmart, menewaskan 22 orang, Crusius kemudian menyerahkan diri.
Kemudian 13 jam kemudian, pelaku yang disebut bernama Connor Betts menyerang kawasan hiburan malam populer bernama Oregon yang membunuh sembilan orang.
Betts yang berusia 24 tahun ditembak mati oleh polisi kurang dari semenit setelah beraksi.

Trump berujar, dia juga menyerukan agar orang-orang yang dianggap memberikan ancaman bagi publik tidak mendapat akses membeli senjata, namun tak menjelaskan lebih jauh.
Dia juga meminta adanya aturan baru supaya tersangka penembakan massal bisa dijatuhi hukuman mati dengan eksekusi bisa dilaksanakan cepat serta tanpa penundaan.
"Saya siap dan terbuka untuk mendiskusikan segala ide yang bisa langsung diterapkan dan memberikan dampak besar," terang mantan bintang The Apprentice itu.
Wali Kota El Paso Dee Margo mengatakan Trump bakal mengunjungi kota yang berbatasan dengan Meksiko itu. "Dia bakal ke sini Rabu (7/8/2019)," katanya.
Dilansir AFP, Margo mengungkapkan Trump langsung menghubunginya dengan ramah, dan menawarkannya bantuan dengan cara apa pun sepanjang dalam wewenangnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, AS kembali diguncang dua insiden penembakan massal selama akhir pekan kemarin dengan jarak yang kurang dari 24 jam.
Kedua insiden penembakan massal tersebut terjadi secara terpisah, yakni di El Paso, Texas, dan di Dayton, Ohio.
Jumlah total korban tewas dalam dua insiden tersebut 29 orang dan penembakan di Texas disebut-sebut termasuk yang terburuk dari 250 penembakan yang terjadi di AS sepanjang sejarah.
Dua insiden penembakan massal yang terpisah jarak hingga lebih dari 2.500 kilometer itu terjadi dalam jangka waktu kurang dari 24 jam.
Setelah penembakan di Walmart, Texas, yang menewaskan 20 orang, insiden penembakan di Dayton, Ohio, terjadi, Minggu (4/8/2019) terjadi sekitar pukul 01.00 waktu setempat, menewaskan 9 orang.
Pelaku Masih Muda
Pihak kepolisian telah berhasil mengidentifikasi pelaku di dua kasus penembakan tersebut yang ternyata masih muda.
Pelaku penembakan di El Paso, Texas bernama Patrick Crusius, berusia 21 tahun, asal Allen, pinggiran kota Dallas.
Pelaku ditahan pihak kepolisian di penjara El Paso setelah menyerah kepada aparat penegak hukum yang datang ke lokasi penembakan.
Crusius disebut bertindak kooperatif dengan polisi yang menahannya sehingga tidak sampai terlibat baku tembak dengan petugas.
Sementara nasib berbeda dialami pelaku penembakan massal di Dayton, Ohio, yang diidentifikasi bernama Connor Betts (24).
Pelaku yang juga menggunakan senapan serbu jenis AK tersebut ditembak mati di lokasi insiden tak lama setelah mulai melancarkan tembakan yang menewaskan sembilan orang.
Di antara korban tewas terdapat saudara perempuan pelaku bernama Megan Betts (22).
Penembakan di Dayton, Ohio, dilaporkan terjadi di luar sebuah bar bernama Ned Peppers, yang beralamat di E 5th Street, distrik Oregon.
CCTV penembakan di Ohio
Dalam sepekan terakhir sudah terjadi tiga penembakan massal di AS. Sebelumnya, Minggu, 28 Juli, tiga orang tewas diberondong seorang pria ke arah pengunjung Festival Bawang Putih Gilroy, di Sacramento, California.
Satu korban masih berusia enam tahun, namun pelaku juga tewas setelah dilumpuhkan polisi dengan timah panas.
Menurut nenek korban, cucunya sedang mengunjungi festival bersama dengan ibu dan seorang kerabat lainnya. "Dia selalu menjadi anak yang baik, bahagia, dan menyenangkan," kata Maribel Romero menceritakan tentang cucunya yang meninggal di rumah sakit.
Petugas masih mencari satu orang tersangka lainnya yang diyakini membantu pelaku.
"Kami meyakini berdasarkan pernyataan saksi bahwa ada individu kedua yang terlibat dalam suatu cara, kami hanya tidak tahu dalam hal apa," ujar Scot Smithee, Kepala Departemen Kepolisian Gilroy, kepada wartawan.

Selain tiga korban tewas, sekitar 15 orang dilaporkan mengalami luka-luka dalam insiden penembakan ini dan harus mendapat perawatan di rumah sakit.
Seorang saksi, Julissa Contreras mengatakan kepada NBC, pelaku penembakan adalah seorang pria kulit putih berusia 30-an yang bersenjatakan senapan.
Pelaku terlihat melepaskan tembakan secara acak ke arah kerumunan warga di hari terakhir festival yang digelar selama tiga hari itu.