Jokowi dan Mahathir Sepakat Akan Melawan Diskriminasi Uni Eropa Terhadap Sawit

Mahathir dan Jokowi sepakat akan bersatu menghadapi diakriminasi Uni Eropa terhadap minyak sawit dari Indonesia dan Malaysia

Instagram/@jokowi
Disopiri PM Malaysia Mahathir Mohamad, Jokowi Ungkap Pengalaman Diajak Ngebut 180 Km/Jam 

TRIBUNBATAM.ID, KUALA LUMPUR - Kunjungan Presiden Joko Widodo ke Kuala Lumpur untuk mengadakan pertemuan bilateral dengan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad, salah satunya membahas isu sawit.

Dalam pertemuan tersebut, kedua kepala negara sepakat akan bersatu menghadapi diakriminasi Uni Eropa terhadap minyak sawit dari Indonesia, Malaysia dan juga Thailand.

Malaysia dan Indonesia memang dikenal sebagai pengekspor minyak sawit terbesar, termasuk turunannya.

Dalam pertemuan Presiden Jokowi dengan Mahathir, keduanya sepakat untuk melawan Uni Eropa.

Video, Mahathir Jadi Sopir Jokowi Saat Kunjungan ke Kuala Lumpur

Disopiri PM Malaysia Mahathir Mohamad, Jokowi Ungkap Pengalaman Diajak Ngebut 180 Km/Jam

Biodiesel Dikenakan Tarif Masuk oleh Uni Eropa, Indonesia Akan Balas Terhadap Susu

"Kedua pemimpin memiliki komitmen yang tinggi untuk meneruskan perlawanan terhadap diskriminasi sawit," ujar Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam siaran pers, Jumat (9/8/2019).

Kedua negara tersebut memiliki komitmen tinggi dalam isu pengolahan sawit yang berkelanjutan. Indonesia juga telah memiliki sertifikasi sawit dan data ilmiah.

Sebagaimana diketahui, ASEAN dan UE telah sepakat membentuk Working Group (WG) on Palm Oil. Indonesia menilai bahwa persamaan persepsi mengenai kerangka kerja WG tersebut penting untuk dilakukan.

Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad menjadi supir saat kunjungan Presiden Joko Widodo di Malaysia, Jumat (9/8/2019), menggunakan mobil buatan Malaysia, Proton Persona
Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad menjadi supir saat kunjungan Presiden Joko Widodo di Malaysia, Jumat (9/8/2019), menggunakan mobil buatan Malaysia, Proton Persona (Twitter @bernamadotcom)

"Jadi, pendekatan kita adalah pendekatan yang terbuka, mari kita bekerja sama," terang Retno.

Namun, kerja sama tersebut harus disambut dengan baik oleh UE.

Retno menegaskan, jika diskriminasi minyak sawit terus terjadi maka kedua negara tersebut tidak akan tinggal diam, Indonesia dan Malaysia akan melawan.

ndonesia dan Malaysia akan mengajukan gugatan ke organisasi perdagangan dunia (WTO) secara terpisah.

Gugatan diajukan terkait dengan diskriminasi Uni Eropa (UE) terhadap minyak sawit. Rencana implementasi kebijakan Renewable Energy Directive (RED) II yang melarang penggunaan minyak sawit dalam biofuel.

"Kita lakukan masing-masing dengan saling komunikasi yang baik," ujar Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Musdhalifah Machmud kepada Kontan.co.id, Jumat (9/8).

Hal serupa juga diungkapkan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana. Meski dilakukan terpisah, gugatan akan saling mendukung.

Indonesia dan Malaysia merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia. Oleh karena itu rencana implementasi kebijakan RED II akan merugikan negara produsen tersebut.

Saat ini Indonesia tengah melakukan persiapan untuk melakukan gugatan.

Wisnu bilang saat ini sedang pada tahap proses akhir seleksi kuasa hukum yang menggunakan firma hukum di Eropa. "Diharapkan putusan akan diambil minggu depan," terang Wisnu kepada Kontan.co.id.

Sementara itu Malaysia juga tengah melakukan penilaian. Saat ini Malaysia belum memutuskan akan menggunakan firma hukum asing atau firma hukum lokal.

Aksi Balasan untuk Susu

Sebelumnya, Indonesia sudah berusaha melobi Uni Ertopa untuk menghapuskan tarif 8 persen terhadap biodesel asal Indonesia mulai September nanti.

Karena pembicaraan Indonesia dengan Uni Eropa alot, Indonesia pun bersiap melakukan aksi balasan.

Balasan Indonesia yang disiapkan berupa pengenaan bea masuk anti-subsidi terhadap produk susu dari Uni Eropa.

Ancaman itu diungkapkan oleh Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Rabu (31/7/2019, seprti dilansir Kontan.co.id).

Enggar akan memanggil importir produk susu dari Uni Eropa untuk beleid balasan tersebut.

"Saya bilang ada unsur subsidi, sama seperti biodisel. Lebih baik impor dari India dan dari Amerika Serikat (AS)," jelasnya usai mengikuti Rapat Terbatas di Kantor Presiden. 

Hanya saja Enggar belum memberikan perincian mengenai apa yang ia tuduhkan soal apa bentuk subsidi yang diberikan oleh Uni Eropa terhadap peternak sapi susu maupun industri susu di benua biru itu.

Enggar juga tidak memberikan perincian berapa besar tarif bea antisubsidi yang akan dikenakan terhadap produk susu tersebut. 

Sebagai gambaran, Uni Eropa akan menganakan bea anti-dumping biodiesel dari Indonesia.

Adapun besaran tarif yang akan dikenakan berkisar 8%-18%.

Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita didampingi Wali Kota Batam Muhammad Rudi di Pasar Pujabahari, Batamj, Minggu (11/11/2018)
Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita didampingi Wali Kota Batam Muhammad Rudi di Pasar Pujabahari, Batam, Minggu (11/11/2018) (TRIBUNBATAM.id/ROMA ULY SIANTURI)

Sebelumnya, Uni Eropa mengeluarkan kebijakan yang berisi bahwa produk biodiesel asal Indonesia dikenai bea masuk sebesar 8 sampai 18 persen yang akan berlaku sementara pada 6 September mendatang.

Keputusan itu juga akan berlaku secara definitif per 4 Januari 2020 dengan masa berlaku selama 5 tahun.

Bea masuk tersebut akan diberlakukan untuk biodiesel produksi Ciliandra Perkasa sebesar 8 persen, Wilmar Group 15,7 persen, Musim Mas Group 16,3 persen, dan Permata Group sebesar 18 persen.

Uni Eropa menuding RI memberikan subsidi kepada produsen biodiesel dangan cara memberikan insentif potongan pajak penghasilan bagi para produsen. 

Darmin Nasution, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Kamis (1/8/2019 mambantah tuduhan itu.

Ia mengatakan bahwa insentif yang dituduhkan itu juga berlaku bagi industri lainnya karena insentif diberikan bagi seluruh industri yang berinvestasi di kawasan ekonomi khusus (KEK).

Pengusaha Mengaku Berat

Sementara itu, Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan menyebutkan bahwa bea masuk yang diterapkan Uni Eropa itu terlalu berat sehingga sulit untuk mengekspor ke negara tersebut.

“Ya, tidak bisa eksporlah, susah 8 persen,” kata Paulus seperti dikutip Antara.

Paulus mengatakan meskipun pemerintah masih mengkaji dokumen proposal tersebut, namun para pengusaha telah mengirim surat balasan kepada Uni Eropa supaya bisa menjadi bahan pertimbangan terkait besaran provision tersebut.

"Semua tergantung pada hasil dari pembelaan masing-masing perusahaan dan pemerintah. Mungkin bisa kurang dari 8 persen, nanti kita lihat," ujarnya.

“Baru September, kalau bisa lebih rendah lagi kan mungkin banyak yang bisa ekspor. Kalau 5 persen sama saja seperti pajak biasa. Tapi kalau 18 atau 16 persen; besar sekali,” katanya.

Kementerian Perdagangan menegaskan, Pemerintah Indonesia akan menyampaikan protes keras kepada Pemerintah Uni Eropa (UE) atas proposal tersebut.

"Indonesia akan menyampaikan respons resmi yang menyatakan keberatan," kata Direktur Pengamanan Perdagangan Kementerian Perdagangan Pradnyawati.

Keberatan akan difokuskan pada metode penghitungan besaran bea masuk yang diduga tidak memerhatikan fakta yang diperoleh selama penyelidikan.

Pemerintah UE diduga hanya menggunakan best information available (BIA), yaitu data yang dimiliki petisioner (pemohon/industri UE) yang jelas merugikan Indonesia.

Pradnyawati memaparkan, Indonesia harus tegas terhadap sikap UE yang telah memberikan hambatan perdagangan yang signifikan pada ekspor biodiesel Indonesia.

"Bila proposal ini menjadi penentuan awal (preliminary determination), maka bisa dipastikan ekspor biodiesel ke UE mengalami hambatan. Sikap EU inií tidak dapat dibiarkan. Apalagi, proposal yang diajukan UE mengindikasikan adanya penerapan BIA yang menjadi sangat tidak masuk akal. Kami akan menyampaikan respon tegas secara resmi untuk hal ini," ujar Pradnyawati.

Ekspor biodiesel Indonesia ke UE meningkat tajam dari sebelumnya 116,7 juta dolar AS pada 2017 menjadi 532,5 juta dolar AS pada 2018. Namun, pada 2019 ini, tren ekspor biodiesel Indonesia ke UE cenderung turun bila dibanding tahun 2018.

Pradnyawati melanjutkan, proposal tersebut sebenarnya merupakan ancaman kesekian kalinya yang dilakukan Pemerintah UE untuk menghambat akses pasar produk Indonesia di UE. Pada Desember 2018, European Commission (EC) menginisiasi penyelidikan antisubsidi terhadap biodiesel asal Indonesia.

Indonesia diklaim memberikan suatu bentuk fasilitas subsidi yang melanggar ketentuan organisasi perdagangan dunia (WTO) kepada produsen/eksportir biodiesel sehingga memengaruhi harga ekspor biodiesel ke UE.

Padahal, beberapa bulan sebelumnya pasar ekspor biodiesel Indonesia ke UE juga baru terbebas dari hambatan pengenaan bea masuk anti dumping (BMAD). Pada 16 Februari 2018, Court of Justice EU (CJEU) mengeluarkan keputusan yang menguatkan putusan Hakim General Court sehingga UE memutuskan membatalkan pengenaan BMAD yang mulai efektif berlaku per 16 Maret 2018.

Indonesia juga berhasil terbebas dari pengenaan BMAD atas impor biodiesel melalui keputusan panel Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body/DSB) WTO pada 26 Oktober 2017. Panel DSB memenangkan klaim Indonesia atas UE pada sengketa DS 480-EU- Indonesia Biodiesel.

"Perusahaan biodiesel Indonesia yang menggunakan minyak sawit sebagai bahan bakunya sangatlah mandiri dan Pemerintah Indonesia tidak menyubsidi industri biodiesel nasional seperti yang dituduhkan UE.

Dengan menginisiasi penyelidikan antisubsidi pada Desember 2018 dan kini mengajukan proposal pengenaan bea masuk, dapat disimpulkan bahwa UE sangat berniat menghambat ekspor biodiesel asal Indonesia," tegas Pradnyawati.

Pemerintah Indonesia beberapa kali menyampaikan protes keras kepada Pemerintah UE. Bahkan, sejak isu akan adanya penyelidikan, Indonesia telah mengambil langkah pendekatan melalui konsultasi pra penyelidikan dengan EU Case Team.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved