Perpres Mobil Listrik Jor-joran Insentif. Pajak Barang Mewahnya Bisa Nol Persen

Kalau sekarang beda harganya sekitar 40%. Dengan kebijakan itu (insentif) maka bisa menjadi sekitar 10%-15% dari mobil bermesin pembakar

Kontan/Baihaki
mobil listrik 

TRIBUNBATAM.ID - Presiden Joko Widodo akhirnya menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik (KBL) Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan yang ditandatangani Presiden Joko Widodo, Kamis (15/8/2019). 

Perpres tersebut menunjukkan keseriusan pemerintah untuk mendorong efisiensi energi serta penggunaan energi bebas emisi yang membuat jalanan sumpek oleh asap knalpot.

Dalam beleid tersebut, setidaknya ada 14 insentif fiskal maupun non-fiskal untuk mobil listrik tersebut, termasuk pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah (PPnBM) yang nyaris nol persen.

Namun, insentif fiskal yang paling menarik perhatian adalah PPnBM yang selama ini membuat harga mobil menjadi mahal.

Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama menjelaskan, konsep insentif PPnBM untuk mobil listrik pada dasarnya sama seperti yang telah disampaikan Menteri Keuangan, yakni untuk mendorong pengurangan emisi.

"Jadi semakin rendah emisi karbonnya, semakin kecil tarif PPnBMnya, bahkan bisa sampai 0% untuk mobil listrik,” ujar Hestu kepada Kontan.co.id, Kamis (15/8/2019). 

Hestu juga menjelaskan, dukungan insentif fiskal bagi percepatan program KLB berbasis baterai tidak sebatas pada tarif PPnBM saja, meski memang tampak paling substansial. 

Beberapa insentif fiskal yang sudah ada untuk mobil konvensional juga berlaku bagi industri tersebut. 

“Misalnya investasi baru atau perluasan untuk memproduksi mobil listrik bisa mendapatkan fasilitas tax holiday sesuai PMK 150/2018. Perusahaan otomotif juga bisa memanfaatkan superdeduction tax sesuai PP 45/2019,” kata Hestu. 

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto optimistis, berbagai insentif fiskal yang diberikan pemerintah dapat membuat harga kendaraan listrik makin bersaing dengan mobil biasa berbasis BBM. 

“Kalau sekarang beda harganya sekitar 40%. Dengan kebijakan itu (insentif) maka bisa menjadi sekitar 10%-15% dari mobil combustion engine (mobil bermesin pembakar),” proyeksi Airlangga, Kamis (15/8/2019).

Tentu saja harga tersebut sangat murah karena para pemiliknya nanti tak perlu memikirkan uang bensin setiap harinya, cukup mengisi daya listrik seperti ponsel.

Airlangga mengatakan, dirinya juga telah berdiskusi dengan gubernur DKI Jakarta dan Bali dalam rangka percepatan program KLB Berbasis Baterai.

Menurut Airlangga, kedua provinsi ini akan menjadi basis pilot project kendaraan listrik berbasis baterai di Indonesia. 

Pembahasan dengan pemerintah daerah menjadi penting, sebab ada sejumlah insentif baik fiskal maupun non-fiskal yang berada di bawah naungan pemda untuk program KLB berbasis baterai tersebut. 

“Di Jakarta dan Bali rencananya kita akan dorong motor listrik dulu. Tapi sambil kita petakan juga kapasitas produksi saat ini seperti apa, yang pasti basis produksi motor listrik kan sudah ada seperti E-Viar dan Gesits,” tandas Airlangga. 

Perpres tersebut merupakan payung hukum dari program kendaraan bermotor listrik (KBL) berbasis baterai.

Tujuannya untuk peningkatan efisiensi energi, ketahanan energi, konservasi energi sektor transportasi, dan terwujudnya energi bersih, kualitas udara bersih dan ramah lingkungan dalam rangka upaya menurunkan emisi gas rumah kaca.

Percepatan program kendaraan listrik berbasis baterai juga bertujuan mendorong penguasaan teknologi industri dan rancang bangun kendaraan, serta menjadikan Indonesia sebagai basis produksi dan ekspor kendaraan bermotor.

Berikut sejumlah insentif yang tertuang pada Bab III pasal 17 hingga pasal 21, terutama pasal 19:

1. Insentif bea masuk atas importasi KBL Berbasis Baterai dalam keadaan terurai lengkap (Completely Knock Down/CKD), KBL Berbasis Baterai dalam keadaan terurai tidak lengkap (Incompletely Knock Down/IKD), atau komponen utama untuk jumlah dan jangka waktu tertentu.

2. Insentif pajak penjualan atas barang mewah atau PPnBM.

3. insentif pembebasan atau pengurangan pajak pusat dan daerah.

4. Insentif bea masuk atas importasi mesin, barang, dan bahan dalam rangka penanaman modal.

5. Penangguhan bea masuk dalam rangka ekspor.

6. Insentif bea masuk ditanggung pemerintah atas importasi bahan baku dan/atau bahan penolong yang digunakan dalam rangka proses produksi.

7. Insentif pembuatan peralatan stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU)

8. insentif pembiayaan ekspor.

9. Insentif fiskal untuk kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi teknologi serta vokasi industri komponen KBL Berbasis Baterai (superdeduction tax)

10. Insentif untuk tarif parkir di lokasi-lokasi yang ditentukan oleh Pemerintah Daerah.

11. Keringanan biaya pengisian listrik di SPKLU.

12. Dukungan pembiayaan pembangunan infrastruktur SPKLU.

13. Insentif untuk sertifikasi kompetensi profesi bagi sumber daya manusia (SDM) industri KBL Berbasis Baterai.

14. Insentif untuk sertifikasi produk dan/atau standar teknis bagi perusahaan industri KBL Berbasis Baterai dan industri komponen KBL Berbasis Baterai.

Jumlah insentif ini masih bisa bertambah lagi, seperti pembebasan atau pengurangan pajak daerah.

Misalnya Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) yang akan diatur lebih lanjut dalam peraturan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Sumber: Kontan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved