DEMO HONG KONG

Demo Hong Kong Mulai Damai, Bentrok Pindah ke Luar Negeri

Berbeda dengan aksi demo Hong Kong yang sudah damai dalam tiga hari terakhir, di beberapa kota di luar negeri justru tegang hingga bentrok

South China Morning Post
Bentrok antara kubu pro-demokrasi Hong Kong dengan pro Beijing di Merlbourne, Australia, Minggu (18/8/2019) 

TRIBUNBATAM.ID, VANCOUVER - Aksi demo Hong Kong yang berlangsung selama 11 pekan menjalar menjadi isu internasional.

Di beberapa negara digelar aksi unjuk rasa menyikapi situasi Hong Kong, seperti yang terjadi di Inggris, Kanadea dan Australia, Sabtu (18/8/2019).

Namun berbeda dengan aksi demo Hong Kong yang sudah damai dalam tiga hari terakhir, di beberapa tempat di luar negeri justru berlangsung tegang hingga bentrok.

Isu demo di luar negeri juga berbeda dengan Hong Kong, antara pengunjuk rasa pro-demokrasi dengan pemerintah terkait RUU ekstradisi.

Ribuan Pasukan Payung Kembali Padati Victoria Park Hong Kong. Polisi Hindari Bentrok

Medsos Ahn Jae Hyun Dipenuhi Cacian Warganet, Soal Gugatan Cerai Terhadap Goo Hye Sun

Perang Dagang Mereda, Besok IHSG Diprediksi Menguat

Di luar negeri, aksi demo justru memperlihatkan sentimen anti-China sehingga warga China di lokasi demo tersebut melakukan perlawanan.

Di Vancouver, Toronto dan London, para demonstran berhadapan dengan unjuk rasa pro-Beijing.

Di Kanada, para demonstran dari kedua kubu berhenti di depan sebuah stasiun metro di kota Vancouver barat, rumah bagi sebuah komunitas besar China.

Dua kerumunan besar yang berseberangan dipisahkan oleh polisi.

Pendukung dari kedua kubu juga saling berhadapan di kota Toronto terbesar di Kanada dengan suasana tegang, kata media setempat.

“Kami telah mendapat izin polisi untuk melakukan pawai damai. Namun, sebelum kami bisa memulai pawai, kami memperhatikan bahwa ada demonstrasi yang diatur dengan sangat baik di sini oleh kamp pro-China,” kata Gloria Fung, presiden Canada-Hong Kong Link, mengatakan kepada CBC News.

Ken Tang, seorang pengunjuk rasa pro-Hong Kong, mengatakan kepada stasiun televisi setempat bahwa demonstran pro-Beijing "tidak memahami konsep demokrasi, kebebasan dan hak-hak".

Namun, kelompok pro-Beijing mengaku kesal karena masalah internal Hong Kong justru digunakan untuk menyudutkan Beijing.

“Mereka juga harus paham bahwa Hong Kong itu bagian dari China,” balas mereka.

Di Sydney, Minggu, ratusan orang berunjuk rasa mendukung demonstran pro-demokrasi Hong Kong, meskipun ada peringatan dari Beijing untuk pemerintah asing agar pengunjuk rasa tidak mengedepankan isu yang tidak relevan.

Seorang pembicara menguraikan tuntutan, selain penarikan total RUU ekstradisi yang kontroversial juga pelaksanaan hak pilih universal untuk Hong Kong.

Umumnya mereka adalah warga Hong Kong yang bersekolah atau bekerja di Australia. Mereka mengenakan topeng untuk menghindari pengawasan dari China.

Hanya saja, aksi ini kemudian berbelok menjadi isu anti-China, seperti unggahan Grey Connolly
di Twitter. “Protes di Taman Belmore Sydney siang ini oleh komunitas Tionghoa Sydney dalam solidaritas dengan rakyat Hong Kong & terhadap rezim komunis Tiongkok di Beijing.

Ribuan orang telah berkumpul di kota-kota Australia dalam beberapa hari terakhir.

Perkelahian dan beberapa kekerasan dilaporkan, termasuk serangan terhadap kru ABC di Melbourne dan ancaman terhadap demonstran pro-Hong Kong oleh loyalis Beijing.

Di Inggris, lebih dari seribu orang ambil bagian dalam dua demonstrasi di London.

Mereka berparade menggunakan spanduk bertuliskan "Akankah Inggris bisa memegang China pada janjinya tentang kebebasan Hong Kong?", "Kekuasaan kepada rakyat: berpihak pada Hong Kong" dan "Akankah Boris menyerah kepada China?", buinyi spanduk yang meminta sikap Perdana Menteri Inggris yang baru, Boris Johnson .

Pertemuan ini diselenggarakan oleh kelompok StandwithHK dan D4HK sambil membawa bendera kolonial Inggris lama saat menguasai Hong Kong selama 100 tahun.

Inggris menyerahkan kendali Hong Kong kembali ke China pada tahun 1997 berdasarkan Deklarasi Bersama yang menjamin kebebasan di kota semi-otonom sampai 2047.

Namun, para pengunjuk rasa pro-Beijing tak kalah sengit, melambai-lambaikan bendera China dan mengatakan "pengkhianat", "satu bangsa, satu China" dan "Hong Kong adalah bagian dari China selamanya".

Sementara itu di Paris sekitar 50 orang warga asal Hongkong dan Taiwan. Isunya juga sama, menyudutkan China.

Namun, jumlah pendemo pro-Beijing justru lebih banyak, mencela kekerasan yang dilakukan oleh pendemo.

Di Melbourne, Australia, sebuah kelompok pro-demokrasi yang terdiri lebih dari 2.000 orang memadati tangga perpustakaan negara, sementara sekitar 150 pemrotes pro-Cina menyanyikan lagu kebangsaan dan mengibarkan bendera China hanya beberapa meter jaraknya

“Kami tidak akan menyerah! Bebaskan Hong Kong sekarang!” Teriak para pengunjukrasa, beberapa mengibarkan bendera kolonial kota itu.

Tak lama kemudian, perkelahian mulai pecah antara kelompok-kelompok itu, dengan satu demonstran pro-Beijing menyerang kru berita dari ABC, penyiar nasional Australia.

Salah satu penyelenggara unjuk rasa pro-demokrasi, Jane Poon, mengatakan acara itu sukses meskipun ada bentrokan.

“Kami menunjukkan kekuatan kami dan kami melakukannya dengan damai. Pertarungan dimulai oleh para demonstran pro-China yang muncul,” kata Poon, dari Australia-Hong Kong Link, sebuah organisasi komunitas yang berbasis di Melbourne.

Dia mengatakan protes itu disetujui oleh polisi setempat dan dewan kota, tetapi dia harus memanggil polisi ketika pertikaian pecah.

Pada pukul 20.00 malam, satu jam setelah protes dimulai, polisi membentuk garis antara kedua kelompok dan menyarankan ksi untuk mulai bubar satu jam lebih awal dari yang direncanakan.

Outlet media China, Australian Red Scarf sebelumnya mengumumkan bahwa protes pro-Beijing juga akan berlangsung di Melbourne pada Sabtu pagi, tetapi kegiatan itu dibatalkan.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved