DEMO HONG KONG

Hong Kong Makin Mencekam Setelah Aksi Brutal Polisi Memukuli Demonstran di MRT

Suasana Hong Kong makin mencekam dan eskalasi bentrokan antara para pendfemo pro-demokrasi dengan polisi diperkirakan akan meningkat.

SCMP
Polisi Hong Kong memukuli para pendemo di dalam gerbong MRT 

TRIBUNBATAM.ID, HONG KONG - Suasana Hong Kong makin mencekam dan eskalasi bentrokan antara para pendfemo pro-demokrasi dengan polisi diperkirakan akan meningkat.

Hal ini setelah aksi brutal polisi yang mengejar pendemo hingga ke gerbong MRT dan memukuli mereka tanpa ampun, Minggu (1/9/2019) malam.

Para pendemo pada sorte hingga malam hari memblokir seluruh jalur menuju bandara, baik kereta api mapun jalan raya.

Setelah para mahasiswa 11 universitas menggelar aksi boikot kelas atau mogok belajar di hari pertama tahun akademik, Senin, ribuan demonstran sore hari bergerak ke Admiralty.

HEBOH, Polres Bintan Amankan 119,2 Kg Sabu, Tiga Pelaku Diamankan, Satu Orang Supir Bus Sekolah

Kebiasaan Jack Ma, Kemana Pun pergi Buku Ini Selalu Ikut dengannya, Apa Itu?

Hari Pertama Sekolah, Seluruh Kampus di Hong Kong Mogok Belajar

Mereka berkumpul di taman-taman tak jauh dari pusat pemerintahan Hong Kong tersebut.

Selain kelompok pro-demokrasi, berbagai asosiasi dari 21 sektor dan Konfederasi Serikat Buruh melakukan aksi mogok kerja selama dua hari, demikian dilansir TribunBatam.id dari South China Morning Post.

Para pemrotes menyerukan penarikan penuh dari undang-undang ekstradisi yang sekarang disimpan dan penyelidikan independen terhadap polisi yang menangani demonstrasi.

Carol Ng Man-yee, kepala konfederasi, memperkirakan bahwa lebih dari 29 sektor telah berpartisipasi dalam pemogokan hari Senin dan mengklaim lebih dari 40.000 peserta hadir di Taman Tamar.

Hingga berita ini dirturunkan, massa masih berkumpul di sejumlah titik jalan raya di sekitar kawasan Tamar Park.

Caption

Aksi yang dimulai pada pukul 15.15 sore waktu setempat sempat tertunda oleh hujan, namun tak lama kemudian mereka berkumpul kembali.

Kerumunan juga terlihat di Jalan Lung Wo di dekatnya, titik nyala bentrokan sehari sebelumnya.

Sekitar pukul 6 sore, beberapa pemrotes berbaju hitam diminta oleh polisi untuk pergi dan memperingatkan mereka bahwa aksi tersebut ilegal.

Para pendemo justru menembakkan senter laser ke arah polisi serta sebuah bangunan Tentara Pembebasan Rakyat China, meskipun ada imbauan pendemo lain untuk dihentikan.

Polisi kemudian mengibarkan bendera merah, memperingatkan kemungkinan penggunaan kekuatan, dan beberapa demonstran disemprot cairan merica dalam konfrontasi singkat.

Kerumunan akhirnya berpisah ke kedua sisi Jalan Lung Wo, tetapi mereka kemudian merusak lampu lalu lintas dan merusak pipa air bersih sehingga wilayah itu dipenuhi oleh semprotan dan genangan air.

Yuen Hin (25) mengaku mengambil cuti kerja agar bisa hadir di rapat umum tersebut.

Dia menilai pemerintah Hong Kong tidak lagi memiliki kekuatan untuk menyelesaikan krisis yang terjadi di negara semiotonom karena mereka didukung oleh Partai Komunis China.

"Ini bukan demokrasi, ini negara otoriter," tambahnya.

Sebagian besar pendemo adalah anak-anak muda yang bergerak dari kampus mereka, termasuk sekolah-sekolah pro-Beijing.

Bahkan, seorang siswa bernama Oscar Hong (17) mengaku dipecat oleh sekolahnya ketika ketika dia berdebat dengan seorang guru tentang aksi protes.

Tetapi Hong mengaku tidak cemas karena, "Jika Hong Kong hilang, maka tidak ada gunanya bagi saya untuk mendapatkan hasil yang baik."

Polisi Hong Kong bertindak cepat karena pengunjuk rasa mulai berusaha mengganggu MRT lagi seperti sehari sebelumnya.

Dua demonstrasi awalnya direncanakan di Salisbury Garden di Tsim Sha Tsui dan di Tamar Park, tetapi polisi hanya memberikan izin di lokasi terakhir.

Salisbury Garden adalah taman dekat Museum Luar Angkasa Hong Kong. Awal bulan Agustus, ratusan pendemo berkumpul di lokasi itu dan menembakkan laser ke bangunan antariksa yang mirip kubah untuk mengejek polisi.

Pasalnya, sehari sebelumnya, polisi menangkap pendemo karena memiliki 12 pena laser, yang dikategorikan sebagai senjata.

Selama tiga bulan aksi demo yang mengguncang Hong Kong, ini adalah aksi mogok kedua setelah 5 Agustus lalu.

Bentok di Stasiun

Para penumpang pesawat melewati barikade demonstran, terpaksa berjalan kaki ke bandara internasional Hong Kong (SCMP)

Pada Minggu malam, bentrokan keras terjadi di stasiun dan gerbong MRT ketika polisi memukuli sejumlah demonstran dengan brutal.

Namun, Menteri Keamanan Hong Kong memuji pasukan polisi kota itu sebagai "yang terbaik di Asia".

Ia membela tindakan polisi yang memukuli penumpang dan menyemprotkan cairan merica ke gerbong di stasiun MRT Prince Edward.

“Saya bangga dengan Kepolisian Hong Kong. Mereka tetap menjadi yang terbaik di Asia terlepas dari bahaya dan kesulitan yang mereka hadapi. Mereka melaksanakan tugas hukum mereka dengan keberanian dan komitmen,” kata Sekretaris Keamanan John Lee Ka-chiu, Senin.

Pernyataan itu diperkirakan akan menyulut kebencian baru terhadap pemerintahan Carrie Lam yang mengizinkan polisi melakukan aksi kekerasan pada pendemo yang tidak bersenjata.

Banyak video aksi kekerasan polisi itu beredar di media sosial dan media Hong Kong.

Pasukan Taktis Khusus polisi, yang dikenal sebagai Raptors, mengejar pengunjuk rasa yang melarikan diri ke kereta di Stasiun Prince Edward, memukuli orang-orang yang mengenakan masker dengan tongkat, menyemprotkan merica, dan melakukan penangkapan.

Para pengunjuk rasa menuduh polisi berperilaku seperti gangster, tetapi polisi bersikeras bahwa para petugas mengejar orang-orang radikal yang telah mengganti pakaian mereka dan bercampur dengan penumpang lain.

MRT Corporation mengatakan pihaknya telah memanggil polisi setelah pengunjukrasa bertengkar dengan sekelompok penumpang tua di atas kereta api dan mengatur pemadam api di dalam gerbong.

Perusahaan juga mengambil keputusan untuk menutup stasiun dan meminta orang untuk pergi dengan cepat.

Ribuan orang berkumpul untuk melakukan aksi mogok di seluruh kota setelah akhir pekan yang kacau

Polisi menangkap 63 orang pada hari Sabtu, 54 pria dan sembilan wanita, berusia 13 hingga 36 tahun, di stasiun MTR Prince Edward dan Mong Kok, yang keduanya dirusak oleh pengunjuk rasa.

Selama akhir oekan, suasana memprihatinkan terlihat pada penumpang yang menuju Bandara Internasional Hong Kong.

Para pendemo duduk di Bandara Internasional Hong Kong, Minggu (1/9/2019).

Mereka berjalan kaki sekitar tiga kilometer akibat seluruh akses ke bandara ditutup.

Para penumpang terbaksa naik bus dan kemudian turun di luar kawasan bandara dan mendorong kereta troli dengan koper-koper besar di atasnya.

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved