Kehilangan Guru dan Kawan Saat Gempa Padang, Mahasiswa Ini Ciptakan Alat Deteksi Gempa

Dijuluki Detektor Poin Posisi Interkoneksi atau "Deoterions", alat ini memancarkan sinyal ping dengan gerakan berkedip sepertti kotak hitam pesawat

Thew Jakarta Post
Adin Okta Triqadafi (kiri), Satrio Wiradinata Riady Boer dan M Rikza Maulana, tiga mahasiswa Universitas Brawijaya Malang dengan alat deteksi gempa temuan mereka. 

TRIBUNBATAM.ID, MALANG - Ukuran dan bentuknya seperti kartu kredit atau kira-kira setipis itu.

Tetapi jika Anda terjebak di bawah puing-puing setelah diguncang gempa bumi, alat tipis ini mungkin saja menyelamatkan hidup Anda.

Trio mahasiswa ini menemukan alat yang menggunakan sinyal frekuensi tinggi untuk membantu menemukan korban setelah bencana alam.

Itulah temuan brilian tiga mahasiswa asal Universitas Brawijaya Malang, Satrio Wiradinata Riady Boer, Adin Okta Triqadafi dan M Rikza Maulana.

Jokowi Akan Jual Lahan 30.000 Hektar di Kaltim, Akali Pembangunan Calon Ibu kota Baru

Argentina Diambang Krisis Mirip Indonesia 1998, Peso Terjun, Warga Ramai-ramai Tarik Uang di Bank

Buaya Sepanjang 2,5 Meter Ditemukan di Anambas. Delapan Jam Tim Gabungan Baru Bisa Evakuasi

Dijuluki Detektor Poin Posisi Interkoneksi atau "Deoterions", alat ini memancarkan sinyal ping dengan gerakan berkedip sepertti kotak hitam pesawat di dalam laut yang dapat dideteksi hingga 10km.

Penerima sinyal dapat mendeteksinya di ponsel atau laptop, dan berfungsi dengan aplikasi yang tersedia di sistem Apple dan Android, kata para mahasiswa.

Satrio Wiradinata Riady Boer (23), satu di antara tiga mahasiswa brilian ini mengatakan, penemuan ini diilhami oleh gempa berkekuatan 7,6SR di kota kelahirannya, Padang, Sumatera Barat tahun 2009 lalu.

Lebih dari seribu orang dilaporkan tewas, sebagian besar terkubur di bawah puing-puing bangunan, terutama di pusat Kota Padang yang hancur-lebur oleh gempa dahsyat tersebut.

Saat itu Satrio kehilangan seorang teman dan seorang guru, dan ibunya juga terluka.

Ya, setiap gempa terjadi, para petugas SAR akan berpacu dengan waktu untuk mencari sekaligus menyelamatkan para korban yang terkubur di bawah puing.

"Apa pun bisa terjadi jika seseorang dikubur terlalu lama. Kaki atau tangan korban mungkin harus diamputasi, atau mereka bisa kehabisan oksigen," kata Boer seperti dilansir TribunBatam.id dari Kantor Berita Reuters.

Tiga mahasiswa dari Universitas Brawijaya telah menerima paten untuk prototipe ciptaan mereka dan sudah mulai dijual dengan harga sekitar Rp 100 ribu.

Ketiganya masih ingin menyempurnakan perangkat sebelum bisa diproduksi dan bisa dipasarkan untuk umum.

Ketiganya mengaku sudah mendapatkan beberapa peminat yang ingin mensponsori temuan ini.

"Ini penemuan luar biasa," kata Ali Ghufron Mukti, seorang pejabat senior di Kementerian Pendidikan dan menambahkan bahwa pemerintah akan memberikan bantuan untuk pengembangan alat ini.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved