3 PRT Asal Indonesia Ditangkap Singapura Diduga Terkait ISIS, Punya Pacar Radikal di Jaringan Online
Ketiganya kemudian bergabung dengan kelompok dan saluran obrolan media sosial pro-ISIS dan sering mendapat visual kekerasan, seperti serangan bom ISIS
TRIBUNBATAM.ID, SINGAPURA – Pihak berwenang Singapura menahan tiga Tenaga Kerja Wanita ( TKW) dengan menggunakan Undang-undang Keamanan Dalam Negeri atau Internal Security Act (ISA).
Ketiga wanita itu disebutkan siap bergabung atau membawa senjata untuk Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) dan sedang mengumpulkan dukungan untuk kelompok teroris.
Dalam sebuah pernyataan pada hari Senin (23/9/2019), Kementerian Dalam Negeri (MHA) mengatakan, ketiganya yang mengenal satu sama lain dan telah bekerja di Singapura antara enam dan 13 tahun.
Dilansir TribunBatam.id dari Today Online, ketiganya ditangkap di bulan lalu.
Mereka adalah pembantu rumah tangga pertama yang ditahan berdasarkan Undang-Undang Keamanan Dalam Negeri dan ISA.
• Hasnidar Wanita Pertama yang Jadi Ketua DPRD Kabupaten Anambas
• Pemerintah Singapura Tahan 3 TKW asal Indonesia, Diduga Terpapar Paham Radikal ISIS
• Tanggapi Aksi Demonstran, Presiden Jokowi Tolak Tuntutan Mahasiswa Cabut UU KPK
Tiga pembantu tersebut bernama Anindia Afiyantari (33), Retno Hernayani (36) dan Turmini (31). Mereka diradikalisasi tahun lalu setelah melihat materi yang berhubungan dengan ISIS secara online.
Mereka menjadi yakin bahwa kelompok itu berjuang untuk Islam dan bahwa penggunaan kekerasan terhadap "kafir" dibenarkan, kata MHA.
Ketiganya kemudian bergabung dengan kelompok dan saluran obrolan media sosial pro-ISIS dan sering mendapat visual kekerasan, seperti serangan bom ISIS dan pemancungan oleh kelompok itu terhadap orang yang disebut "kafir".
Mereka juga mendapat propaganda daur ulang tentang kemenangan ISIS di medan perang serta terus mendapat propaganda dari para tokoh radikal dari Indonesia, kata kementerian itu.
Sebenarnya ada satu pembantu rumah tangga lainnya yang ditangkap, namun tidak ditemukan tidak terpapar oleh paham itu. Hanya saja, pembantu ini mengetahui bahwa ketiga rekannya terpapar ISIS, namun tidak melaporkannya ke pihak berwenang. PRT ini kemudian dipulangkan ke Indonesia.
Anindia dan Retno pertama kali bertemu di sebuah pertemuan sosial di Singapura pada hari libur mereka. Sedangkan Turmini terhubung dengan mereka melalui media sosial.
Mereka kemudian membangun jaringan kontak online asing, termasuk pacar online yang berbagi ideologi pro-ISIS mereka, kata MHA Ketiganya juga menjadi pendukung kuat Jemaah Anshorut Daulah, sebuah kelompok teroris yang berafiliasi dengan ISIS yang berbasis di Indonesia.
ISA adalah undang-undang di Malaysia dan Singapura yang memberikan kewenangan kepada polisi untuk menahan seseorang dalam waktu lama tanpa harus melalui proses hukum. ISA kerap digunakan untuk memenjarakan orang yang diduga dengan terorisme.
Ketiga orang tersebut, menurut Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Singapura, asal daerah mereka belum dapat disampaikan ke publik, demikian dilaporkan The Straits Times.
Mereka mengunggah dukungan terhadap ISIS dengan menggunakan sejumlah akun media sosial yang berbeda. Tidak berhenti di sana, ketiga perempuan ini aktif menggalang dukungan terhadap ISIS. Dalam hitungan waktu, mereka membangun jaringan online pendukung ISIS dengan anggota dari berbagai negara.
“Ketiga orang itu juga mendanai aksi terorisme yang dilakukan oleh JAD dan ISIS.” demikian keterangan yang disampaikan Kemendagri Singapura.
Dilansir dari Kompas.com, tiga orang ini rutin mendapat ceramah online yang disampaikan oleh pemimpin JAD, Aman Abdurahman dan Ustaz Usman Haidar bin Seff Aman. Keduanya adalah tokoh pemimpin ISIS di Indonesia yang bertanggung jawab atas serangan teroris mematikan di Thamrin, Jakarta Pusat awal 2016.
Aman telah dijatuhi vonis hukuman mati pada Juni 2018. Sedangkan Ustaz Usman adalah anggota kelompok Jamaah Islamiyah (JI). Dia divonis penjara tiga tahun pada 2004 karena menyembunyikan anggota senior JI yang terlibat dalam teror bom di Hotel JW Marriott pada 2003.
JAD adalah kelompok yang disebut terafiliasi dengan ISIS. Kelompok yang berdiri pada 2015 ini diyakini sebagai dalang bom bunuh diri di terminal Kampung Melayu, Jatinegara, Jakarta Timur, Mei 2017 dan rentetan teror Bom Surabaya pada Mei 2018.
Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat menyatakan JAD sebagai organisasi teroris pada Januari 2017. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membekukan dan menyatakan JAD sebagai organisasi terlarang pada 31 Juli 2018.
Amelia dan Ratna, menurut pernyataan Kemendagri Singapura, berencana berangkat ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS. Bukan hanya berangkat, Amelia bahkan dilaporkan telah mempersiapkan dirinya sebagai calon pelaku bom bunuh diri.
Retno sendiri ingin tinggal bersama dengan pejuang ISIS di Suriah. Dia percaya Muslim berkewajiban berangkat ke daerah konflik di luar Suriah seperti Kashmir dan Palestina untuk bertarung melawan musuh agama Islam.
Adapun Turmini disebut percaya dirinya akan masuk surga dengan cara mendanai gerakan ISIS.
Jaringan online mereka juga menyarankan untuk berangkat bergabung dengan kelompok yang terkait dengan ISIS di Filipina Selatan, Afghanistan, dan Afrika.
KBRI Pastikan Penahanan
Konselor KBRI Singapura untuk bidang protokol dan urusan konsuler, Irvan Buchari, ketika dihubungi Kompas.com, memastikan ketiga PRT itu berstatus sebagai tahanan.
Irvan mengatakan KBRI telah bertemu dengan ketiga orang yang bersangkutan. Mereka berada dalam kondisi baik dan sehat.
Sejauh ini belum diketahui sampai kapan Anindia, Retno, dan Turmini bakal berada di balik jeruji besi.
“Sesuai ISA, mereka diinvestigasi sampai Kepolisian Singapura menganggap cukup. Cukup ini yang kita belum tahu sampai kapan.” jelas Irvan.
Irvan melanjutkan, KBRI telah berkoordinasi dengan pihak Singapura untuk diberikan akses konsuler bertemu dengan ketiga WNI untuk mengecek hak-hak mereka.
Singapura telah mengindentifikasi 19 PRT asing yang terpapar paham radikal sejak 2015. Mereka semua telah dideportasi.
Singapura dua tahun lalu pernah mendeportasi dua PRT Indonesia yang juga teradikalisasi oleh ISIS. “Tidak ada dari mereka yang berencana melakukan aksi terorisme di Singapura. Namun radikalisasi dan hubungan mereka dengan kelompok teroris merupakan ancaman keamanan bagi Singapura.” terang Kemendagri Singapura.
Kementerian dengan tegas menyatakan pemerintah Singapura menganggap serius dukungan terhadap terorisme baik oleh warga Singapura atau warga pendatang. Diharapkan warga segera melaporkan anggota keluarga, kolega, dan teman-teman yang menunjukan tanda-tanda teradikalisasi.