HEADLINE TRIBUN BATAM
Ratusan Konsumen PT PMB di Punggur Mengadu ke DPRD, Beli Kavling di Hutan Lindung
Ratusan orang datang ke DPRD karena merasa ditipu PT PMB, setelah tidak ada kejelasan terkait lahan yang akan dibangun perumahan di Punggur, Nongsa.
TRIBUNBATAM.id, BATAM - Impian Sukardi memiliki rumah pribadi harus pupus. Uang yang ia keluarkan untuk beli dengan nilai hampir Rp 20 juta itu kepada PT Prima Makmur Batam (PMB) untuk memiliki rumah, ternyata lahan yang dijual bermasalah dengan hukum.
Sukardi tidak sendirian. Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mencatat ada 3000 konsumen PT Prima Makmur Batam (PMB) merasa dirugikan.
"Memang sekarang sekitar 300 orang, namun setelah dicek ternyata hampir 3000 konsumen yang akan membuat laporan," kata Wakil Ketua BPKN, Rolas Sitinjak, Selasa (24/9) siang yang juga hadir di DPRD Kota Batam di Batam Centre.
Sekitar 300 orang itu, datang mengadu ke DPRD karena mengalami nasib yang sama. Mereka sudah menyetorkan uang, namun tidak ada kejelasan pembangunan rumah oleh pengembang dari PT PMB.
Ratusan orang yang merasa dirugikan itu pun mengadu ke DPRD Kota Batam, Selasa (24/9/2019).
Selain mengaku ke DPRD Kota Batam, warga juga mengisi formulir pengaduan yang ditujukan kepada Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN).
"Kami ditipu, uang sudah masuk (dibayar). Tapi kejelasan dari perusahaan tidak ada terkait rumah kami itu," kata Tulus, konsumen lain yang merasa tertipu sambil mengisi form pengaduan miliknya.
Menurut Tulus, ratusan orang yang datang ke DPRD pada Selasa pagi itu adalah mereka yang merasa ditipu PT PMB, setelah tidak ada kejelasan terkait lahan yang akan dibangun perumahan di Punggur, Kecamatan Nongsa, Kota Batam.
Konsumen lain, Niki mengaku sudah mengeluarkan uang tunai dan dibayarkan kepada perusahaan pengembang.
"Saya bayar Rp7 juta, sudah lunas. Masing-masing orang berbeda jumlah pembayarannya, tergantung lokasi," terang Niki.
Ratusan warga yang merasa tertipu itu, meminta anggota DPRD Kota Batam menghadirkan pihak PT PMB untuk memberikan keterangan terkait lahan yang telah mereka bayar.
"Kami ingin mereka (PT. PMB) dipanggil. Kalau begini terus tidak ada kejelasan," kata Petrus, konsumen lain yang tampak sedikit emosi.
Tak hanya Petrus, Andre, konsumen lainnya, juga meminta instansi terkait segera menyikapi permasalahan yang mereka hadapi. Alasannya, jumlah orang yang meras tertipu dalam kasus ini sangat banyak.
"Ini baru beberapa saja. Masih ada sekitar ribuan lagi, pemerintah harus ambil tindakan tegas," sela Andre, setelah Petrus berbicara dalam audiensi yang difasilitasi DPRD Kota Batam itu.
Konsumen juga tak ingin peristiwa ini dibiarkan, mengingat jumlah uang yang telah mereka setorkan kepada pengembang jumlahnya tidak sedikit.
Sementara legalitas lahan yang ditawarkan hingga saat ini tidak jelas.
"Posisi lahan itu sangat strategis, lahan itu diapit dua perusahaan pengembang ternama. Itu yang membuat kami yakin, siapa yang tahu itu hutan lindung?" kata Roni, konsumen lain.
Rida seorang konsumen lainnya juga menceritakan, bahwa ia sudah menyetorkan uang ke PT PMB sebanyak Rp27 juta.
Rida saat itu membeli tahun 2016 lalu berupa kaveling yang lokasinya berada di Kaveling Bukit Indah Nongsa 4, Telaga Punggur, Kecamatan Nongsa, Batam, Kepri.
Lokasinya hanya sekitar 200 meter dari Bumi Perkemahan Raja Ali Kelana.
"Kami mencicil Rp 1 juta per bulan. Seharusnya sudah lunas Rp28 juta untuk dua kaveling. Tetapi saat mau melunasi sisa Rp1 juta lagi, sudah terjadi masalah. Lahan itu katanya masuk hutan lindung," jelas Rida.
Rida dan konsumen lainnya minta PT PMB bertanggungjawab dan berharap uang mereka kembali. "Karena sejak awal kami beli, mereka (perusahaan) bilang izinnya sudah oke. Tapi ternyata kami kena tipu," ujarnya.
Terkait pengaduan warga ini, anggota DPRD Kota Batam, Utusan Sarumaha meminta pihak perusahaan PT PMB bertanggung jawab. Ia menilai, ada kesalahan fatal yang diduga dilakukan perusahaan sebelum memasarkan.
"Lahan sudah jelas hutan lindung. Itu perusahaan apaan, main jual lahan hutan lindung? Seharusnya, sebelum ada izin di atas lahan tidak boleh dijual dan tidak boleh ada kegiatan. Tetapi yang ada, dijual. Akhirnya konsumen menjerit dengan hal ini. Kasihan warga kita. Kerugian katanya Rp30 miliar loh jika ditotal semuanya. Perusahaan harus tanggungjawab," kata Utusan Selasa (24/9/2019).
Utusan mengancam, jika perusahaan main-main, masalah ini akan dibawa ke jalur hukum.
Menurut pria yang berlatarbelakang advokat ini, ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan pihak perusahaan.
"Saya tanya izinnya mana? Kalau ada izinnya kenapa disegel sama pemerintah. Jadi jangan seolah berlindung dengan argumen tak masuk akal. Ini kami minta ketegasan. Kami minta agar bertanggung jawab," kata Utusan
Sementara itu, Jefri Simanjuntak belum bisa berbuat banyak karena belum terbentuknya kelengkapan dewan yang baru dilantik.
"Itu (alat kelengkapan DPRD Batam) belum terbentuk. Lagi pula, DPRD bukan sebagai eksekutor. Ada yang lebih berwenang," katanya saat menanggapi keluhan konsumen.
Namun, Jefri mengatakan, pihaknya akan segera melakukan pembahasan perihal permasalahan tersebut anggota dewan lain.
Jefri juga minta pihak berwenang memberikan police line di sekitar lahan yang diklaim milik PT PMB.
"Bila perlu dilakukan pencekalan ke imigrasi terhadap pihak perusahaan, biar tidak kabur," kata Jefri.
Hingga berita ini ditulis, belum ada konfirmasi dari pihak perusahaan PT PMB.
Buat laporan
Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mencatat sebanyak 3000 konsumen PT. Prima Makmur Batam (PMB) merasa dirugikan.
"Memang sekarang sekitar 300 orang, namun setelah dicek ternyata hampir 3000 konsumen yang akan membuat laporan," kata Wakil Ketua BPKN, Rolas Sitinjak, Selasa (24/9) siang.
Menurut Rolasberkaca dari kasus PT. PMB ini, pihaknya menganalisa ada dua faktor yang menjadi pemicu.
"Pertama karena ada pembiaran oleh instansi terkait. Termasuk di dalamnya perihal perizinan dan status lahan. Kedua, akibat ketidaktahuan pembeli mengenai legalitas lahan itu," terangnya.
Namun, sesuai dengan undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, pihaknya berjanji akan melakukan berbagai cara agar konsumen tetap mendapatkan haknya.
"Yang jelas, kami akan berdiri bersama konsumen. Kami berjanji untuk melakukan upaya terbaik menyikapi kasus ini," katanya. Pihaknya terus memastikan kepada setiap konsumen agar dapat mengisi formulir berita acara pengaduan.
BPKN menyebut, saat ini pihaknya mencatat 2700 orang membeli sekitar 3800 kaveling. Ukuran kaveling bervariasi mulai dari ukuran 8 x 12 meter.
"Nah 300 konsumen ini terdata hanya yang melapor ke kami. Mungkin sebagian dari 2700 konsumen belum tahu informasi ini. Yang pastinya, kami melakukan RDP dulu. Kita petakan dulu apa masalahnya, baru kita cari solusinya," kata Teguh.
BPKN RI nasional masih memberikan ruang kepada konsumen untuk melaporkan dan Bisa dihubungi melalui website https://bpkn.go.id. Atau bisa ke kantornya di Gedung I Lantai 8 Gedung Kementrian Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Pusat Kode Pos 10110.
Sekedar diketahui, BPKN adalah lembaga negara yang dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Persoalan lahan PT PMB sudah pernah digelar RDP dua bulan lalu, namun hingga kini belum ada kejelasan. Meski sudah disegel, namun pembangunan rumah di lahan itu masih terjadi hingga saat ini.
Hal ini menurut Rolas merupakan salah satu langkah administratif yang sangat diperlukan guna mendata kerugian masing-masing konsumen setelah transaksi dilakukan.
"Itu juga menjadi bagian untuk melakukan tindakan selanjutnya," kataya.
BPKN minta semua konsumen yang merasa dirugikan untuk membuat laporan. "Kawan saya masih ada yang akan datang pak," kata Niki, seorang konsumen, pada petugas BPKN.
Beberapa konsumen itu mengaku telah melunasi pembayaran lahan yang ditawarlan PT PMB dengan nominal yang terbilang tak sedikit. "Ada yang Rp 7 juta, Rp 24 juta juga ada. Beda-beda, tergantung letak," kata konsumen lainnya. (tribunbatam.id/leo halawa/dipa nusantara)