DEMO HONG KONG

Incar Demonstran Radikal, Pemerintah Hong Kong Akan Larang Demo Pakai Topeng

Pemerintah Hong Kong merancang cara baru untuk menghadapi demo yang semakin brutal dan anarkis oleh kelompok pro-demokrasi yang radikal.

South China Morning Post/Edmond So
Ratusan pendemo melakukan aksi duduk di Bandara Hong Kong, Jumat (9/8/2019) sebagai aksi lanjutan melawan pemerintah Hong Kong 

"Undang-undang tidak akan memberlakukan larangan mengenakan topeng dan akan ada pengecualian, seperti mengenakan masker bedah untuk alasan medis," kata sumber itu.

Anggota parlemen Pro-Beijing, Elizabeth Quat dari Aliansi Demokratik untuk Kemajuan Hong Kong (DAB), pada hari Kamis mendukung rencana itu.

"Sebagai anggota parlemen, saya selalu percaya bahwa undang-undang harus menjadi pilihan terakhir," kata Quat. “Tetapi pada saat kritis ini, saya percaya undang-undang anti-topeng adalah salah satu cara yang layak untuk mengekang kekerasan. Tidak ada solusi yang menyakitkan untuk saat ini."

DAB menyarankan agar pemerintah mengikuti model yang digunakan oleh Kanada, pemakaian topeng selama kerusuhan atau demonstrasi bisa dihukum penjara maksimum 10 tahun.

Tetapi sumber ketiga mengatakan kepada SCMP bahwa undang-undang anti-topeng ini hanya diancam penjara hingga satu tahun atau denda sebesar HK $ 25.000.

Quat mengakui bahwa menegakkan undang-undang baru akan lebih mudah diucapkan daripada dilakukan, tetapi dia menyamakannya dengan larangan narkoba.

Asosiasi Perwira Polisi Junior (JPOA) juga mendukung rencana tersebut.

Ketua JPOA Lam Chi-wai mengatakan, undang-undang anti-topeng akan memberikan petugas pembenaran hukum untuk menangani perusuh yang bersembunyi di balik topeng mereka.

Sebelumnya, JPOA mendesak pemerintah untuk mengambil langkah-langkah yang lebih keras terhadap aksi demo yang berlangsung hampir 12 jam, dari sore hari hingga tengah malam.

Selama hampir empat bulan, polisi memang sangat menderita karena terus mendapat provokasi dari para pendemo.

Meski demikian, banyak juga yang menentang rencana tersebut.

Salah satu penasihat Lam di Dewan Eksekutif, mantan ketua Asosiasi Pengacara Ronny Tong Ka-wah mengatakan, dia masih ragu undang-undang anti-topeng bisa mengekang kekerasan.

"Jika kita tidak melakukan apa-apa, beberapa akan berpikir pemerintah tidak mampu dan tidak memiliki keinginan untuk menyelesaikan krisis," katanya.

Tian Feilong, seorang profesor hukum di Universitas Beihang di Beijing, setuju bahwa penggunaan hukum darurat akan menandakan peningkatan upaya resmi untuk mengakhiri protes.

Tetapi anggota parlemen sektor hukum Dennis Kwok, dari oposisi Civic Party, mengatakan: “Menggunakan hukum darurat untuk membuat peraturan anti-topeng akan menjadi langkah pertama untuk mengubah Hong Kong menjadi masyarakat otoriter ... Ini akan memungkinkan eksekutif untuk mengikis kebebasan rakyat tanpa pengawasan legislatif. "

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved