Perang Dagang AS vs China Makin Meruncing, Gaya Trump untuk Tekan Pesaing di Pilpres 2020

Perang dagang AS vs China belum ada tanda-tanda akan berakhir, bahkan disinyalir makin meruncing.

Thinkstock.com/andriano_cz
Ilustrasi perang dagang AS vs China 

Taoran Notes mengisyaratkan bahwa China siap untuk membalas jika AS melanjutkan kenaikan tarif yang direncanakan mulai berlaku minggu depan.

AS dijadwalkan akan meningkatkan tarif produk-produk China senilai US $ 250 miliar dari 25 persen menjadi 30 persen pada Selasa, setelah menunda implementasi dari pekan lalu untuk menghindari bentrok dengan peringatan 70 tahun Republik Rakyat China pada 1 Oktober.

Selain itu, AS mengancam akan mengenakan tarif 15 persen pada barang-barang konsumsi buatan China senilai 160 miliar dolar AS pada 15 Desember, setelah 15 persen retribusi barang-barang senilai US $ 115 miliar mulai berlaku pada 1 September.

Kuijs mengatakan bahwa AS mungkin akan melanjutkan rencana tarif pada 15 Oktober, yang akan memicu "beberapa pembalasan" dari China, meskipun ia masih mengharapkan kedua negara untuk mencapai kesepakatan kecil untuk membatalkan tarif Desember.

China sendiri secara resmi menuntut agar AS menarik semua tarif tersebut yang sekarang mencakup hampir semua ekspor dari China.

China terus menempatkan pesanan baru untuk produk pertanian AS seperti kedelai dan babi sebelum perundingan untuk membuka jalan bagi kemungkinan Washington melunak.

Tetapi, langkah Trump memang selalu sulit diduga. Di awal Oktober, Trump sama sekali tidak menyentil masalah Hong Kong, namun pada Senin kemarin menyebutkan bahwa kerusuhan Hong Kong akan menjadi penghalang untuk pembicaraan kedua negara.

"Kami sudah sejauh ini. Kami baik-baik saja. Saya lebih suka masalah besar dan saya pikir itulah tujuan kami, "kata Trump, Senin.

Shen Jianguang, seorang pengamat ekonomi Tiongkok dan sekarang kepala ekonom di JD Digit mengatakan masih ada peluang di Washington untuk menghasilkan gencatan senjata.

Namun masalahnya, semua menjadi rumit ketika ada hukuman baru dari Departemen Perdagangan AS terhadap 28 lembaga yang di-black list.

Delapan perusahaan yang masuk daftar hitam itu itu dilarang membeli komponen dari perusahaan AS tanpa persetujuan pemerintah AS. 

Hal ini berpotensi melumpuhkan produksi mereka.

Hikvision, perusahaan China dengan nilai kapitalisasi sekitar US$ 42 miliar, mengklaim sebagai produsen peralatan video pengawas (CCTV) terbesar di dunia.

SenseTime adalah salah satu unicorn AI paling berharga di dunia.

Sementara Megvii, didukung oleh raksasa e-commerce Alibaba, bernilai sekitar US$ 4 miliar dan sedang mempersiapkan IPO untuk menghimpun dana segar US$ 500 juta di Hong Kong.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved